BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Lansia adalah
keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan
keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan
penurunan kemampuan untuk hidup serta peningktanan kepekaan secara individual
(Hawari, 2001). Stroke adalah suatu penyakit gangguan fungsi anatomi otak yang
terjadi secara tiba-tiba dan cepat, disebabkan karena gangguan perdarahan otak.
lansia adalah periode dimana organisme telah mencapai kemasakan dalam
ukuran dan fungsi dan juga telah menunjukkan kemunduran sejalan dengan waktu.
Ada beberapa pendapat mengenai
“usia kemunduran” yaitu ada yang menetapkan 60 tahun, 65 tahun dan 70 tahun.
Badan kesehatan dunia (WHO) menetapkan 65 tahun sebagai usia yang menunjukkan
proses menua yang berlangsung secara nyata dan seseorang telah disebut lanjut
usia. Lansia banyak menghadapi berbagai masalah kesehatan yang perlu penanganan
segera dan terintegrasi. Masalah kesehatan mental pada lansia dapat berasal
dari 4 aspek yaitu fisik, psikologik, sosial dan ekonomi. Masalah tersebut
dapat berupa emosi labil, mudah tersinggung, gampang merasa dilecehkan, kecewa,
tidak bahagia, perasaan kehilangan, dan tidak berguna.
Lansia dengan masalah tersebut
menjadi rentan mengalami gangguan psikiatrik seperti depresi, ansietas
(kecemasan), psikosis (kegilaan) atau kecanduan obat. Pada umumnya masalah
kesehatan mental lansia adalah masalah penyesuaian. Penyesuaian tersebut karena
adanya perubahan dari keadaan sebelumnya (fisik masih kuat, bekerja dan
berpenghasilan) menjadi kemunduran. Lansia juga identik dengan menurunnya daya
tahan tubuh dan mengalami berbagai macam penyakit. Stroke dapat terjadi karena
seseorang individu yang sehat memiliki faktor risiko stroke. Faktor risiko
stroke ada yang dapat dikendalikan dan ada pula yang tidak dapat dikendalikan.
Pada makalah ini akan dibahas tentang bagaimana asuhan keperawatan pada pasien
stroke pada lansia.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas, adapun rumusan masalahnya yaitu:
1.
Apakah yang dimaksud dengan stroke?
2.
Bagaimana epidemologi stroke?
3.
Apakah etiologi dari stroke?
4.
Bagaimana patofisiologi dari stroke?
5.
Apa sajakah klasifikasi dari stroke?
6.
Bagaimana manifestasi klinis dari
stroke?
7.
Bagaimanakah pemeriksaan fisik pada
stroke?
8.
Apa saja pemeriksaan diagnostik stroke?
9.
Bagaimana prognosis dari stroke?
10.
Bagaimana penatalaksanaan stroke?
11.
Bagaimana konsep dasar asuhan
keperawatan pada klien dengan stroke?
C. Tujuan
1.
Tujuan umum
Menjelaskan tentang stroke dan asuhan keperawatan pada klien dengan kasus
stroke.
2.
Tujuan khusus
a.
Untuk mengetahui apa yang dimaksud
dengan stroke.
b.
Untuk mengetahui bagaimana epidemologi
stroke.
c.
Untuk mengetahui apakah etiologi dari
stroke.
d.
Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi
dari stroke.
e.
Untuk mengetahui apa saja klasifikasi
dari stroke.
f.
Untuk mengetahui bagaimana manifestasi
klinis dari stroke.
g.
Untuk mengetahui bagaimana pemeriksaan
fisik pada stroke.
h.
Untuk mengetahui apa saja pemeriksaan
diagnostik stroke.
i.
Untuk mengetahui bagaimana prognosis
dari stroke.
j.
Untuk mengetahui bagaimana
penatalaksanaan stroke.
k.
Untuk mengetahui bagaimana konsep dasar
asuhan keperawatan pada klien dengan stroke.
D. Manfaat
Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini semoga
makalah ini bisa membantu mahasiswa untuk lebih mengetahui tentang penyakit
stroke pada lansia stroke dan menambah wawasan pengetahuan mahasiswa tentang
bagaimana pemberian asuhan keperawatan pada pasien stroke pada lansia
BAB II
PEMBAHASAN
A.
KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Definisi
a.
Lansia
(Lanjut Usia) adalah kelompok penduduk berumur tua. Golongan penduduk yang
mendapat perhatian atau penglompokan trsendiri ini adalah polulasi berumur 60
tahun.atau lebih. Lanjut usia adalah tahap akhir perkembangan pada daur
kehidupan manusia
b.
CVA (Cerebro
Vascular Accident) merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang
disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak yang dan bisa
terjadi pada siapa saja dan kapan saja dengan gejala-gejala berlangsung selama
24 jam atau lebih yang menyebabakan cacat berupa kelumpuhan anggota gerak,
gangguan bicara, proses berpikir, daya ingat dan bentuk-bentuk kecacatan lain
hingga menyebabkan kematian (Muttaqin, 2008:234).
c.
Stroke merupakan sindrom klinis dengan gejala gangguan
fungsi otak secara fokal dan atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih
yang dapat mengakibatkan kematian atau kecacatan yang menetap lebih dari 24 jam
tanpa penyebab lain kecuali gangguan pembuluh darah otak (WHO, 1983)
d.
Stroke atau penyakit serebrovaskular mengacu pada
setiap gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya
aliran darah melalui system suplai arteri otak. ( Sylvia A. Price, 2006 )
e.
Stroke adalah gangguan peredaran darah otak yang
menyebabkan defisiy neurologis mendadak sebagai akibat iskemia atau hemoragi
sirkulasi saraf otak (Sudoyo Aru,dkk 2009)
2. Epidemologi
Stroke adalah penyebab utama kecacatan pada orang
dewasa. Empat juta orang Amerika mengalami defisit neurologik akibat stroke,
dua per tiga dari defisit ini bersifat sedang sampai parah (National Stroke
Association,2001). Kemungkinan meninggal akibat stroke inisial adalah 30%
sampai 35%, dan kemungkinan kecacatan mayor pada yang selamat adalah 35% sampai
40% (Wolf et al., 2000). Sekitar sepertiga dari semua pasien yang selamat dari
stroke akan mengalami stroke berikutnya dalam 5 tahun, 5% sampai 14% dari
mereka akan mengalami stroke ulangan dalam tahun pertama.
Proporsi penduduk
lanjut usia di dunia diperkirakan mencapai 22 persen dari penduduk dunia atau
sekira 2 miliar pada tahun 2020. Sebanyak 80% lansia tersebut hidup di
negara-negara berkembang. Sementara, di Indonesia jumlah lansia sebanyak 24
juta (9,77 persen) pada 2010 dan diproyeksikan menjadi 28,8 juta jiwa (11,34
persen) dari total penduduk Indonesia pada 2020.
Sampai tahun 2001, laporan tentang insiden stroke
hanya mencakup stroke simtomatik, walaupun stroke “silent” diperkirakan 5
sampai 20 kali lebih sering terjadi, menurut para peneliti di University of
California di Los Angeles (Leary Saver, 2001). Berprevalensi stroke silent,
maka para peneliti tersebut memperkirakan bahwa insiden per tahun stroke silent
adalah lebih dari 11 juta orang.
Stroke menduduki posisi ketiga di
Indonesia setelah jantung dan kanker. Sebanyak 28.5 persen penderita stroke
meninggal dunia. Sisanya menderita kelumpuhan sebagian maupun total hanya lima
belas persen saja yang dapat sembuh total dari serangan stroke atau kecacatan.
Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki) menyebutkan bahwa 63,52 per 100.000
penduduk indonesia berumur di atas 65 tahun ditaksir menderita stroke.
Stroke menempati urutan pertama dari 10 penyakit
tertinggi di Indonesia. Data ini diperoleh dari laporan Institute of Health
Metrics and Evaluation 2013. Indonesia memiliki tingkat DALY's lost
(Disability-Adjusted Life Year) yang terus merangkak naik sejak 1990 sebesar
4,3%, tahun 2000 sebesar 6,3%, dan 8% pada 2010. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan dasar (Riskesdas) dilaporkan bahwa di
Indonesia terjadi peningkatan prevalensi kejadian stroke dari tahun 2007
sebesar 8,3 mil menjadi 12,1 per mil di tahun 2013 dengan nilai tertinggi di
Aceh dan Sulawesi Selatan. Hal itu menjadi sangat berbahaya jika masyarakat
tidak memiliki pengetahuan mengenai bahaya penyakit stroke.
Sementara itu, Umur Harapan Hidup (UHH) manusia
Indonesia semakin meningkat dimana pada RPJMN Kemkes tahun 2014 diharapkan
terjadi peningkatan UHH dari 70,6 tahun pada 2010 menjadi 72 tahun
pada 2014 yang akan menyebabkan terjadinya perubahan struktur usia penduduk.
Menurut proyeksi Bappenas jumlah penduduk lansia 60 tahun atau lebih akan
meningkat dari 18.1 juta pada 2010 menjadi dua kali lipat (36 juta) pada
2025. Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 menunjukkan pola penyakit pada
lansia yang terbanyak adalah gangguan sendi kemudian diikuti oleh hipertensi,
katarak, stroke, gangguan mental emosional, penyakit jantung dan diabetes
mellitus. Riskesdas 2007 juga menunjukkan penyebab kematian pada umur 65 tahun
ke atas pada laki-laki adalah stroke (20,6 persen). Sementara pada perempuan
penyebab kematian terbanyak adalah stroke (24,4 persen)
3. Etiologi
Menurut Smeltzer (2001) stroke biasanya diakibatkan dari salah satu dari
empat kejadian yaitu:
empat kejadian yaitu:
a. Trombosis serebral
Arteriosklerosis
serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab utama trombosis
serebral, yang merupakan penyebab paling umum dari stroke. Tanda-tanda trombosis
serebral bervariasi. Sakit kepala adalah awitan yang tidak umum. Beberapa
pasien dapat mengalami pusing, perubahan kognitif, atau kejang, dan beberapa
mengalami awitan yang tidak dapat dibedakan dari haemorrhagi intracerebral atau
embolisme serebral. Secara umum, trombosis serebral tidak terjadi dengan
tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia, atau parestesia pada
setengah tubuh dapat mendahului awitan paralisis berat pada beberapa jam atau
hari.
b. Embolisme serebral
Embolus
biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau cabang - cabangnya, yang merusak
sirkulasi serebral. Awitan hemiparesis atau hemiplegia tiba-tiba dengan afasia
atau tanpa afasia atau kehilangan kesadaran pada pasien dengan penyakit jantung
atau pulmonal adalah karakteristik dari embolisme serebral.
c. Iskemia serebral
Iskemia
serebral (insufisiensi suplai darah ke otak) terutama karena konstriksi ateroma
pada arteri yang menyuplai darah ke otak.
d. Haemorrhagi serebral
1)
Haemorrhagi ekstradural (haemorrhagi epidural) adalah
kedaruratan
bedah neuro yang memerlukan perawatan segera. Keadaan ini biasanya
mengikuti fraktur tengkorak dengan robekan arteri tengah arteri
meninges lain, dan pasien harus diatasi dalam beberapa jam cedera
untuk mempertahankan hidup.
bedah neuro yang memerlukan perawatan segera. Keadaan ini biasanya
mengikuti fraktur tengkorak dengan robekan arteri tengah arteri
meninges lain, dan pasien harus diatasi dalam beberapa jam cedera
untuk mempertahankan hidup.
2)
Haemorrhagi subdural pada dasarnya sama dengan
haemorrhagi epidural,
kecuali bahwa hematoma subdural biasanya jembatan vena robek.
Karenanya periode pembentukan hematoma lebih lama dan
menyebabkan tekanan pada otak. Beberapa pasien mungkin
mengalami haemorrhagi subdural kronik tanpa menunjukkan tanda atau
gejala.
kecuali bahwa hematoma subdural biasanya jembatan vena robek.
Karenanya periode pembentukan hematoma lebih lama dan
menyebabkan tekanan pada otak. Beberapa pasien mungkin
mengalami haemorrhagi subdural kronik tanpa menunjukkan tanda atau
gejala.
3)
Haemorrhagi subarakhnoid dapat terjadi sebagai akibat
trauma atau
hipertensi, tetapi penyebab paling sering adalah kebocoran aneurisme
pada area sirkulus Willisi dan malformasi arteri vena kongenital pada
otak.
hipertensi, tetapi penyebab paling sering adalah kebocoran aneurisme
pada area sirkulus Willisi dan malformasi arteri vena kongenital pada
otak.
4)
Haemorrhagi intracerebral adalah perdarahan di
substansi dalam otak paling umum pada pasien dengan hipertensi dan
aterosklerosis serebral, karena perubahan degeneratif karena penyakit ini
biasanya menyebabkan rupture pembuluh darah. Biasanya awitan tiba-tiba, dengan
sakit kepala berat. Bila haemorrhagi membesar, makin jelas deficit neurologik
yang terjadi dalam bentuk penurunan kesadaran dan abnormalitas pada tanda
vital.
4. Faktor Predisposisi
a.
Faktor yang tidak dapat dirubah (Non
Reversible)
·
Jenis kelamin : pria lebih sering ditemukan menderita stroke dibandingkan wanita
·
Usia : makin tinggi usia makin tinggi juga resiko
terkena stroke
·
Keturunan : adanya riwayat keluarga
yang terkena stroke.
b.
Faktor yang dapat dirubah (Reversible)
1)
Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko
stroke yang potensial. Hipertensi dapat mengakibatkan pecahnya maupun
menyempitnya pembuluh darah otak. Apabila pembuluh darah otak pecah maka
timbullah perdarahan otak dan apabila pembuluh darah otak menyempit maka aliran
darah ke otak akan terganggu dan sel – sel otak akan mengalami kematian.
2)
Diabetes
Mellitus
Diabetes Mellitus mampu menebalkan
dinding pembuluh darah otak yang berukuran besar. Menebalnya dinding pembuluh
darah otak akan menyempitkan diameter pembuluh darah tadi dan penyempitan
tersebut kemudian akan mengganggu kelancaran aliran ke otak, yang pada akhirnya
akan menyebabkan infark sel – sel otak.
3)
Penyakit
Jantung
Berbagai penyakit jantung
berpotensi untuk menimbulkan stroke. Faktor risiko ini akan menimbulkan
hambatan/sumbatan aliran darah ke otak karena jantung melepas gumpalan darah
atau sel – sel/jaringan yang telah mati ke dalam aliran darah.
4)
Gangguan
Aliran Darah Otak Sepintas
Pada umumnya bentuk – bentuk
gejalanya adalah sebagai berikut:
Hemiparesis, disartri, kelumpuhan otot – otot mulut atau pipi, kebutaan mendadak, hemiparestesi dan afasia.
Hemiparesis, disartri, kelumpuhan otot – otot mulut atau pipi, kebutaan mendadak, hemiparestesi dan afasia.
5)
Kolesterol
tinggi (Hiperkolesterolemi)
Meningginya angka kolesterol dalam
darah, terutama low density lipoprotein (LDL), merupakan faktor risiko penting
untuk terjadinya arteriosklerosis (menebalnya dinding pembuluh darah yang
kemudian diikuti penurunan elastisitas pembuluh darah). Peningkatan kad ar LDL
dan penurunan kadar HDL (High Density Lipoprotein) merupakan faktor risiko
untuk terjadinya penyakit jantung koroner.
6)
Infeksi
Penyakit infeksi yang mampu
berperan sebagai faktor risiko stroke adalah
tuberkulosis, malaria, lues, leptospirosis, dan infeksi cacing.
tuberkulosis, malaria, lues, leptospirosis, dan infeksi cacing.
7)
Obesitas
Obesitas merupakan faktor risiko
terjadinya penyakit jantung.
8)
Merokok
Merokok merupakan faktor risiko utama
untuk terjadinya infark jantung.
9)
Kelainan
pembuluh darah otak
Pembuluh darah otak yang tidak
normal suatu saat akan pecah dan
menimbulkan perdarahan.
menimbulkan perdarahan.
10) Peningkatan hematokrit (resiko infark serebral)
11) Kontrasepasi oral (khususnya dengan disertai hipertensi,
merokok, dan kadar estrogen tinggi)
12) Penyalahgunaan obat (kokain)
13) Konsumsi alkohol
5. Patofisiologi
Infark serebral
adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark
tergantung pada factor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan
adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah
yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat)
pada gangguan local (thrombus, emboli, perdarahan, dan spasme vascular) atau
karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung. Aterosklerosis
sering sebagai factor penyebab infark pada otak. Thrombus dapat berasal dari
plak aterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis, tempat
aliran darah mengalami perlambatan atau terjadi turbulensi.
Thrombus dapat
pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran darah.
Thrombus dapat mengakibatkan iskemi jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh
darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti di sekitar area. Area edema ini
menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema
dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari.
Dengan berkurangnya edema klien mulai menunjukkan perbaikan. Oleh karena
thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi
pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis
diikuti thrombosis. Jika terjadi septic infeksi akan meluas pada dinding
pembuluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi
berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisme pembuluh
darah. Hal ini menyebabkan perdarahan serebral, jika aneurisme pecah atau
rupture.
Perdarahan otak
disebabkan oleh rupture arteriosklerotik dan hipertensi pembuluh darah.
Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan lebih sering menyebabkan
kematian dibandingkan keseluruhan penyakit serebrovaskuler, karena perdarahan
yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan intracranial, dan
yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falks serebri atau lewat
foramen magnum.
Kematian dapat
disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan ke batang
otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus
perdarahan otak di nucleus kaudatus, thalamus dan pons.
Jika sirkulasi
serebral terhambat, dapat berkembang anoksia serebral. Perubahan yang
disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversible untuk waktu 4-6 menit.
Perubahan ireversibel jika anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat
terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung.
Selain kerusakan
parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relative banyak akan mengakibatkan
peningkatan tekanan intracranial dan penurunan tekanan perfusi otak serta
gangguan drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar dan kaskade
iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan saraf di area yang
terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi.
Jumlah darah
yang keluar menentukan prognosis. Jika volume darah lebih dari 60 cc maka
risiko kematian sebesar 93% pada perdarahan dalam dan 71% pada perdarahan
lobar. Sedangkan jika terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-36
cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75%, namun volume darah 5 c dan
terdapat di pons sudah berakibat fatal. (Muttaqin, Arif, 2008)
PATHWAY
Stroke Hemoragi
|
Stroke non
Hemoragi
|
Aneurisma/APM suplai darah ke jaringan
Ketidakefektifan
Perfusi Jaringan Otak
|
Ketidakefektifan
pola nafas
|
Kerusakan
Integritas Kulit
|
Gangguan
mobilitas fisik
|
Defisiensi
Pengetahuan
|
Kerusakan
Komunikasi Verbal
|
6. Klasifikasi
Stroke dapat
diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu :
a.
Stroke Haemorhagi,
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid.
Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu.
Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga
terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun.
b.
Stroke Non Haemorhagic
Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya
terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari.
Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan
selanjutnya dapat timbul edema sekunder . Kesadaran umummnya baik.
Menurut perjalanan penyakit atau
stadiumnya:
a.
TIA (Trans Iskemik Attack)
TIA adalah gangguan neurologis setempat yang terjadi selama beberapa
menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan
dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
b.
Stroke involusi
Stroke involusi adalah stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana
gangguan neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat
berjalan 24 jam atau beberapa hari.
c.
Stroke komplit
Stroke komplit adalah jenis stroke dimana gangguan neurologi yang timbul
sudah menetap atau permanen. Sesuai dengan istilahnya stroke komplit dapat
diawali oleh serangan TIA berulang.
7. Manifestasi Klinis
Stroke
menyebabakan berbagai deficit neurologic, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh
darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan
jumlah aliran darah kolateral (skunder atau aksesori). Fungsi otak yang rusak
tidak dapat membaik sepenuhnya.
a.
Kehilangan motorik.
Stroke
adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan control volunter
terhadap gerakan motorik. Karena neuron atas melintas, gangguan kontrol motor
volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukan kerusakan pada neuron
motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motor paling umum
adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak
yang berlawanan. Hemiparesis, atau kelemahan salah satu sisi tubuh, adalah
tanda yang lain.
Di
awal tahapan stroke, gambaran klinis yang muncul biasanya adalah paralisis dan
hilang atau menurunnya refleks tendon dalam. Apabila refleks tendon dalam ini
muncul kembali (biasanya dalam 48 jam), peningkatan tonus disertai dengan
spastisitas (peningkatan tonus otot abnormal) pada ekstremitas yang terken
dapat dilihat.
b.
Kehilangan Komunikasi.
Fungsi
otak lain yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan komunikasi. Stroke
adalah penyebab afasia paling umum. Disfungsi bahasa dan komunikasi dapat
dimanifestasikan oleh hal berikut :
1)
Disatria (kesulitan berbicara), ditunjukan dengan bicara
yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung
jawab untuk menghasilkan bicara.
2)
Disfasia atau afasia (bicara defektif atau kehilangan
bicara), yang terutama ekspresif atau reseptif.
3)
Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang
dipelajari sebelumnya), seperti terlihat ketika mengambil sisir dan berusaha
untuk menyisir rambutnya.
c.
Gangguan persepsi.
Persepsi
adalah ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi. Stroke dapat
mengakibatkan disfungsi persepsi visual, gangguan dalam hubungan visual-spasial
dan kehilangan sensori. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori
primer diantara mata dan korteks visual. Homonimus hemianopsia (kehilangan
setengah lapang pandang) dapat terjadi karena stroke dan mungkin sementara atau
permanen.
Sisi
visual yang terkena berkaitan dengan sisi tubuh yang paralisis.kepala pasien
cenderung berpaling dari sisi tubuh yang sakit dan cenderung mengabaikan bahwa
tempat dan ruang pada sisi tersebut; ini disebut amorfosintesis. Pada keadaan
ini, pasien tidak mampu melihat makanan
pada setengah nampan, dan hanya setengah ruangan yang terlihat. Penting
untuk perawat secara konstan mengingatkan pasien tentang sisi lain tubuhnya,
mempertahankan kesejajaran ekstremitas dan, bila mungkin, menempatkan
ekstremitas dimana pasien mampu melihatnya.
d.
Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan
hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial)
Sering
terlihat pada pasien dengan hemiplegia kiri. Pasien mungkin tidak dapat memakai
tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokan pakaian ke bagian tubuh.
Untuk membantu pasien ini, perawat dapat mengambil langkah untuk mengatur
lingkungan dan menyingkirkan perabot karena pasien dengan masalah persepsi
mudah terdistraksi. Akan bermanfaat menganjurkan pasien memperlambat dan
memberikan pengingat lembut tentang dimana objek ditempatkan.
e.
Kehilangan sensori
Stroke
dapat berupa kerusakan sentuhan ringan atau mungkin lebih berat, dengan
kehilangan propriopsesi (kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian
tubuh) serta kesulitan dalam menginterpretasikan stimuli visual, taktil, dan
auditorius.
f.
Kerusakan Fungsi Kognitif dan efek
Psikologik.
Bila
kerusakan telah terjadi pada lobus frontal, mempelajari kapasitas, memori, atau
fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak. Disfungsi ini
dapat ditunjukan dalam lapang pandang perhatian terbatas, kesulitan dalam
pemahaman, lupa, dan kurang motivasi yang menyebabkan pasien ini menghadapi
masalah frustasi dalam program rehabilitasi mereka. Depresi umum terjadi dan
mungkin diperberat oleh respons alamiah pasien terhadap penyakit katastrofik
ini. Masalah psikologik lain juga umum terjadi dan dimanifestasikan oleh
labilitas emosional, bermusuhan, frustasi, dendam, dan kurang kerja sama.
g.
Disfungsi kandung kemih
Setelah
stroke pasien mungkin mengalami inkontinensia urinarius sementara karena
konfusi, ketidakmampuan mengkomuniksikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk
mrnggunakan urinal / bedpan karena kerusakan control motorik dan postural. Kadang-kadang
setelah stroke kandung kemih menjadi atonik, dengan kerusakan sensasi dalam
respon terhadap pengisian kandung kemih. Kadang-kadang control sfingter
urinarius eksternal hilang atau berkurang. Selam periode ini, dilakukan
kateterisasi intermiten dengan teknik steril. Ketika tonus otot meningkat dan
refleks tendon kembali, tonus kandung kemih meningkat dan kapasitas kandung
kemih dapat terjadi. Karena indera kesadaran pasien kabur, inkontinensia
urinarius menetap atau retensi urinarius mungkin stmtomatik karena kerusakan
otak bilateral. Inkontinensia ani dan urine yang berlanjut menunjukan kerusakan
neurologic yang luas.
h. Pemeriksaan Diagnostik/Pemeriksaan
Laboratorium
a.
CT Scan, memperlihatkan adanya edema , hematoma,
iskemia dan adanya infark.
b.
Angiografi serebral membantu menentukan penyebab stroke
secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri.
c.
Fungsi lumbal : Menunjukan adanya tekanan normal, tekanan
meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukan adanya perdarahan.
d.
MRI : Menunjukan daerah yang mengalami infark,
hemoragik.
e.
Ultrasonografi Dopler : Mengidentifikasi penyakit
arteriovena.
f.
Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar
lempeng pineal.
i.
Penatalaksanaan
Medis
a. Neuroproteksi
Pada stroke iskemik
akut, dalam batas-batas waktu tertentu sebagian besar cedera jaringan neuro
dapat dipulihkan. Mempertahankan fungsi jaringan adalah tujuan dari apa yang
disebut sebagai strategi neuroprotektif. Hipoternia adalah terapi
neuroprotektif yang sudah lama digunakan pada kasus trauma otak dan terus
diteliti pada stroke. Cara kerja metode ini adalah menurunkan aktivitas
metaboisme dan tentu saja kebutuhan oksignen sel-sel neuron. Dengan demikian
neuron terlindung dari kerusakan lebih lanjut akibat hipoksia berkepanjangan
eksitotoksisitas yang dapat terjadi akibat jenjang glutamate yang biasanya
timbul setelah cedera sel neuron. The Cleveland Clinic telah meneliti pemakaian
selimut dingin dan mandi air es dalam 8 jam awitan gejala dan mempertahankan
hipotermia ke suhu 89,6 oF selama 12 sampai 72 jam sementara pasien mendapat
bantuan untuk mempertahankan kehidupan. Selama rehabilitasi, pasien ayng diberi
terapi hipotermik cenderung mengalami lebih sedikit kecacatan (skala Rankin)
dan daerah infark yang lebih kecil dari pada kelompok control (Abou-Chebl et
al.,2001).
Pendekatan
lain untuk mempertahankan jaringan adalah pamakaian obat neuroprotektif. Banyak
riset stroke yang meneliti obat yang dapat menurunkan metabolism neuron,
mencegah pelepasan zat-zat toksik dari neuron yang rusak, atau memperkecil
respons hipereksitatorik yang merusak dari neuron-neuron di penumbra iskemik
yang mengelilingi daerah infark pada stroke. Meningkatkan pengetahuan tentang
patofisiologi cedera sel otak iskemik telah mendorong para peneliti untuk
berfokus pada pengembangan antagonis kalsium, antagonis glutamate, antioksidan,
dan berbagai jenis obat neuroprotektif lainnya.
Tantangan
dalam mengusahakan neuroproteksi pascacedera adalah menemukan obat yang
selektif untuk neuron iskemik, yaitu memiliki indeks terapeutik (dosis letal ÷
dosis terapeutik) yang baik (Salazar, Fulmor, Srinivas, 2000). Berbagai agen
telah diuji, termasuk nitroksida (Leker, et al, 2000).suatu obat neuroprotektif
yang menjanjikan, cerebrolisin (CERE) memiliki efek pada metabolism kalsium
neuron dan juga memperlihatkan efek neurotrofik (Ladurner, 2001). Saat ini
terdapat beragam obat dan senyawa obat mencegah dan mengobati secara akut stoke
yang berada dalam berbagai tahap pengembangan. Karena sifat cedera sel otak
iskemik yang multidimensi dan sekuensial, maka kecil kemungkinannya ada satu
obat yang akan dapat melindungi secara total otak selama stroke; kemungkinan
besar, diperlukan kombinasi beberapa obat agar potensi pemulihan dapat
diupayakan secara penuh.
b. Antikoagulasi
The European Stroke
Initiative (2000) merekomendasikan bahwa antikoagulan oral (INR 2,0 sampai 3,0)
diindikasikan pada stroke yang disebabkan oleh fibrilasi atrium. Diperlukan
antikoagulasi dengan derajat yang lebih tinggi (INR 3,0 sampai 4,0) untuk
pasien stroke yang memiliki katup prostetik mekanis. Bagi pasien yang bukan
merupakan kandidat untuk terapi warfarin (Coumadin), maka dapat digunakan
aspirin tersendiri atau dalam kombinasi dengan dipiridamol sebagai terapi
antitrombotik awal untuk profilaksis stroke.
c. Trombolisis Intravena
Satu-satunya yang telah
disetujui oleh the US Food and Drugs Administration (FDA) untuk terapi stroke
iskemik akut adalah activator plasminogen jaringan (TPA) bentuk rekombinan.
Selelah disetujui pada bulan Juni 1996, TPA dapat digunakan untuk menghindari
cedera otak, dan angka kematian nasional yang telah disesuaikan dengan usia
untuk stroke berkurang 1,1 % sejak tahun 1995 (Peters at al., 1998).
Keberhasilan ini mendorong diintensifkannya upaya-upaya untuk menyuluh
masyarakat dan petugas kesehatan bahwa stroke adalah suatu kedaruratan dan
bahwa gejala stroke akut harus diterapi sama segeranya seperti luka tembak di
kepala.
Dengan
demikian terapi dengan TPA intravena tetap menjadi stndar keperawatan untuk
stroke akut dalam tiga jam pertama setelah awitan gejala (National Institute of
Health [NIH], 1995). Namun hanya 1 % sampai 2 % pasien yang saat ini mendapat
terapi, biasanya karena mereka datang terlambat ke unit gawat darurat di luar
batas waktu tiga jam. Risiko terbesar menggunakan terapi trombolitik adalah
perdarahana intraserebrum. Dengan demikian terapi harus diguakan hanya bagi
pasien yang telah disaring secara cermat dan yang tidak memenuhi satupun dari
criteria eksklusif berikut :
a.
Gambaran perdarahan intrakranium berupa
massa yang membesar pada CT
b.
Angiogram yang negative untuk adanya
bekuan
c.
Peningkatan waktu protrombin/INR, yang
mengisyaratkan kecenderungan perdarahan
d.
Adanya pembuluh dan luka yang belum
sembuh dari trauma atau pembedahan yang baru saja terjadi
e.
Tekanan darah diastolic yang sangat
tinggi; hilangnya autoregulasi adalah suatu resiko besar
Selain
itu, pasien dengan riwayat baru-baru ini pernah menggunakan kokain atau
amfetamin sering disingkirkan karena risiko perdarahan dari pembuluh otak
dibawah tekanan tinggi.
d.
Trombolisis Intraarteri
Pemakaian
trombolisis intraarteri untuk pasien dengan stroke iskemik akut sedang dalam
penilaian, walaupun saat ini belum disetujui oleh FDA (Furlan et al., 1999).
Pasien ayng berisiko besar mengalami perdarahan akibat terapi ini adalah mereka
yang skor National Institute of Health Stroke Scale) (NIHSS)-nya tinggi,
memerlukan waktu lebih lama untuk rekanalisasi pembuluh, kadar glukosa darah
yang lebih tinggi, dan hitung trombosit yang rendah (Kidwell et al., 2001).
e.
Terapi Perfusi
Serupa
dengan upaya untuk memulihkan sirkulasi otak pada kasus vasospasme saat
pemulihan dari perdarahan subaraknoid, pernah diusahakan induksi hipertensi
sebagai usaha untuk meningkatkan tekanan darah arteri rata-rata sehingga
perfusi otak dapat meningkat (Hillis et al., 2001).
f.
Pengendalian Edema dan Terapi Medis Umum
Edema
otak terjadi pada sebagian besar kasus infark serebrum iskemik, terutama pada
keterlibatan pembuluh-pembuluh besar di daerah arteria serebri media. Terapi konservatif
dengan membuat pasien sedikit dehidrasi, dengan natrium serum normal atau
sedikit meningkat.
j.
Komplikasi
Komplikasi stroke meliputi :
a.
Hipoksia
serebral diminimalkan dengan memberi oksigenasi darah
adekuat ke otak. Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang
dikirimkan ke jaringan Pemberian oksigen suplemen dan mempertahankan hemoglobin
serta hematokrit pada tingkat dapat diterima akan membantu dalam mempertahankan
oksigenasi jaringan.
b.
Aliran
darah serebral bergantung pada tekanan darah, curah
jantung, dan integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan
intravena) harus menjamin penurunan viskositas darah dan memperbaiki aliran
darah serebral. Hipertensi atau hipotensi ekstrem perlu dihindari untuk
mencegah perubahan pada aliran darah serebral dan potensi meluasnya area
cedera.
c.
Embolisme
serebral dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi
atrium atau dapat berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme akan
menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya menurunkan aliran darah ke otak
dan selanjutnya menurunkan aliran darah serebral. Disritmia dapat mengakibatkan
curah jantung tidak konsisten dan penghentian thrombus local. Selain itu,
disritmia dapat menyebabkan embolus serebral dan harus diperbaiki.
k.
Perawatan Pasca Stroke
1)
Rehabilitasi Stroke
Rehabilitasi
stroke termasuk seluruh tujuan dari rehabilitasi lansia. Pencegahan komplikasi
dan keterbatasan sekunder adalah hasil utama yang diharapkan. Peningkatan
kualitas dan arti dalam hidup dengan keterbatasan dan deficit klien lansia juga
merupakan hal yang penting bagi keberhasilan program rehabilitasi stroke. Selain
memposisikan klien dan latihan rentang gerak , suatu program rehabilitasi
stroke memfokuskan pada AKS. Aktivitas kehidupan sehari-hari termasuk makan,
berdandan, hygiene, mandi, dan yang sejenisnya. Dengan melibatkan ahli terapi
fisik dan okupasi dapat meningkatkan kemampuan perawat untuk merencanakan
perawatan.
Evaluasi
tingkat sensorik motorik , pengukuran rentang gerak sendi , dan kekuatan otot
adalah tujuan spesifik bagi ahli terapi dan perawat. Pemeriksaan genggaman ,
kekuatan trisep, dan keseimbangan memberikan data yang berharga untuk
perencanaan strategi kompensasi untuk menyelesaikan tugas tugas perawatan diri.
Propriosepsi, sensasi,dan tonus otot dievaluasi. Suatu pengkajian yang seksama
juga termasuk tingkat deficit neurologis yang mungkin telah di alami oleh klien
akibat stroke. Data tersebut termasuk kemampuan klien untuk mandi, berpakaian,
makan, ke toilet, dan berpindah. Selain itu, status fungsi usus dan kandung
kemih klien adalah informasi yang sangat penting untuk perencanaan perawatan.
Fungsi penglihatan dan pendengaran dikaji dan setiap penyimpangan dimasukkan
dalam pendekatan tim.
Tujuan
utamanya adalah untuk meningkatkan kemandirian klien dengan terus memberikan
peluang untuk melakukan tugas yang mampu ia lakukan. Perawat adalah kunci
pemberi perawatan dalam proses rehabilitasi, mengkoordinasikan asuhan perawatan
dan terapi rehabilitative. Dengan memperhatikan tujuan ini, perawat dapat
memaksimalkan potensi klien tersebut.
2)
Kognisi dan komunikasi
Konfusi,
disorientasi, dan masalah komunikasi adalah akibat yang sering dari stroke.
Masalah komunikasi dapat diakibatkan oleh afasia dan disartria, perawat perlu
menyertakan teknik komunikasi yang memfasilitasi kemampuan klien untuk memahami
kata-kata. Teknik komunikasi tersebut meliputi berbicara secara perlan-lahan,
memberikan petunjuk sederhana(satu pada satu waktu), membatasi distraksi, dan
mendengar secara aktif.Selain itu, menghubungkan kata-kata dengan
objek,menggunakan pengulangan dan kata-kata yang banyak, dan mendorong keluarga
untuk membawa objek kecil yang dikenal oleh klien dan untuk menyebutkan nama
objek-objek tersebut dapat meningkatkan pola komunikasi.Dapat juga digunakan
papan abjad,mesin tik,dan program computer untuk membantu pemahaman klien
tentang lingkungannya. Mengevaluasi penglihatan dan pendengaran dapat juga
membantu mengatasi masalah yang,sekali dapat diperbaiki, secara drastic akan
meningkatkan komunikasi.
3)
Dukungan psikologis
Klien lanjut
usia mengalami berbagai kehilangan berdasar dengan terjadinya stroke, mencakup
perubahan citra tubuh, fungsi tubuh, dan perubahan peran. Dukungan psikologis
diarahkan agar dalam menghadapi kehilangan ini dapat mendorong keberhasilan
adaptasi dan penyesuaian. Tujuan yang realistis dapat ditetapkan hanya setelah
perawat mengkaji gaya hidup klien sebelumnya, tipe kepribadian, perilaku koping,
dan aktivitas pekerjaan. Dengan menyediakan situasi untuk penyelesaian masalah
dan pengambilan keputusan, perawat member klien suatu kesempatan untuk
memperoleh kendali atas lingkungannya. Keadaan seperti itu dapat sederhana
seperti membiarkan klien untuk memilih di antara dua aktivitas, untuk
memutuskan waktu terapi, untuk memilih pakaian, dan untuk membuat pilihan
makanan. Memfokuskan pada kekuatan dan kemampuan klien daripada terhadap
deficit dapat mendorong harapan klien tersebut.
Depresi
sering terjadi dengan terjadinya kehilangan fungsi tubuh dan perubahan peran
dan citra tubuh. Konsultasikan kepada seorang perawat kesehatan mental untuk
membantu mengatasi masalah ini. Klienn lansia mungkin mengalami suatu perasaan
isolasi dan pengasingan. Keluarga mungkin memerlukan dukungan emosional dan
psikologis ketika berusaha untuk memahami apa arti kehilangan bagi klien. Jika
kebutuhan untuk mendapatkan dukungan keluarga ini tidak diperhatikan, klien
mungkin mempertimbangkan untuk bunuh diri.Ajarkan anggota keluarga tentang
depresi dan peringatkan mereka terhadap tanda dan gejala yang penting dalam
memberikan dukungan psikososial.
Kelabilan
emosional dan ledakan-ledakan mungkin terjadi setelah stroke. anggota keluarga
yang telah diajarkan tentang strategi komunikasi dan bagaimana cara bermain
peran dalam situasi yang potensial akan menjadi lebih percaya diri.dalam
merawat klien. merujuk keluarga dan klien pada pelayanan pendukung seperti
pelayanan kesehatan di rumah, Kelompok pendukung, dan respite care dapat
mengurangi beban ketergantungan yang mungkin mengikuti stroke melibatkan
manajemen factor-faktor yang pada akhirnya dapat membuat perbedaan dalam
memelihara kemandirian maksimum dan menurunkan komplikasi sekunder yang dapat
berkembang dari penyakit kronis yang melumpuhkan. (Mickey Stanley, Buku Ajar
Keperawatan gerontik edisi 2. 2006)
Gangguan
emosional, terutama ansietas, frustasi dan depresi merupakan masalah umum yang
dijumpai pada penderita pasca stroke. Korban stroke dapat memperlihatkan
masalah-masalah emosional dan perilakunya mungkin berbeda dari keadaan sebelum
mengalami stroke. Emosinya dapat labil, misalnya pasien mungkin akan menangis
namun pada saat berikutnya tertawa, tanpa sebab yang jelas. Untuk itu, peran
perawat adalah untuk memberikan pemahaman kepada keluarga tentang perubahan
tersebut.
Hal-hal yang
bisa dilakukan perawat antara lain memodifikasi perilaku pasien seperti seperti
mengendalikan simulasi di lingkungan, memberikan waktu istirahat sepanjang
siang hari untuk mencegah pasien dari kelelahan yang berlebihan, memberikan
umpan balik positif untuk perilaku yang dapat diterima atau perilaku yang
positif, serta memberikan pengulangan ketika pasien sedang berusaha untuk
belajar kembali satu ketrampilan.
E. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN STROKE
PADA LANSIA
1.
Pengkajian Keperawatan
a.
Aktivitas / istirahat
Gejala:
·
Kesulitan
untuk melakukan aktivitas/kelemahan, kehilangan sensasi atau paralysis
(hemiplagea)
Tanda :
·
Gangguan tonus otot (flaksid,spastis),paralitik
(hemiplagia) dan terjadi kelemahan umum, gangguan pengelihatan, gangguan
tingkat kesadaran.
b.
Sirkulasi
Gejala:
·
Adanya penyakit jantung (MI,reumatik/penyakit
jantung vaskuler,GJK,endokarditis
bakterial),polisitemia,riwayat hipotensi postural
Tanda :
·
Hipertensi
arterial (dapat ditemukan/terjadi pada CSV) sehubungan dengan adanya
embolisme/malformasi vaskuler.
·
Nadi
: frekuensi dapat bervariasi (karena ketidakstabilan fungsi jantung/ kondisi
jantung, obat-obatan, efek stroke pada pusat vasomotor)
·
Disritmia , perubahan EKG
c.
Integritas ego
Gejala:
·
Perasaan
tidak berdaya, perasaan putus asa
Tanda:
·
emosi
yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih dan gembira. Kesulitan untuk
mengekspresikan diri.
d.
Eliminasi
Gejala :
·
Perubahan
pola berkemih, seperti inkontinensia urine,anuria
·
Distensi
abdomen (distensi kandung kemihberlebihan), bising usus negative (ileus
paralitik)
e.
Makanan / cairan
Gejala:
·
Nafsu makan hilang,
·
Mual
muntah selama fase akut (peningkatan TIK),
·
Disfagia,
adanya riwayat diabetes, peningkatan lemak dalam darah.
Tanda:
·
Kesulitan
menelan (gangguan pada refleks palatum dan faringeal). Obesitas factor
risiko
f.
Neurosensori
Gejala:
·
Sinkope/pusing
(sebelum serangan CVS/selama TIA)
·
Sakit
kepala ; akan sangat berat dengan adanya perdarahan intraserebral atau
subarakhnoid
·
Kelemahan/kesmutan/kebas
(biasanya terjadi selama serangan TIA, yang ditemukan dalam berbagai derajat
pada stroke jenis yang lain); sisi yang terkenaterlihat seperti “mati/lumpuh”
·
Penglihatan
menurun, seperti buta total, kehilangan daya lihat sebagian (kebutaan
monokuler),penglihatan ganda (diplopia) atau gangguan yang lain
·
Sentuhan
: hilangnya rangsangan sensorik kontralateral (pada sisi tubuh yang
berlawanan)pada ekstremitas dan kadang-kadang pada ipsilateral (yang satu
sisi)pada wajah.
Tanda:
·
Status mental tingkat kesadaran: biasanya
terjadi koma pada tahap awal hemoragis; ketidaksadaran biasanya akan tetap
sadar jika penyebabnya adalah trombosis yang bersifat alami; gangguan tingkah
laku (seperti letargi, apatis, menyerang); gangguan fungsi kognitif (seperti
penuruna memori, pemecahan masalah). Ekstremitas: kelemahan/paralysis
(kontralateral pada semus jenis stroke), genggaman tidak sama, refleks tendon
melemah secara kolateral
·
Pada wajah terjadi paralysis atau parese
(ipsilateral)
·
Afasia : gangguan atau kehilangan fungsi bahasa mungkin afasia motorik (kesulitan
untuk mengungkapkan kata),reseptif (afisia sensorik) yaitu kesulitan untuk
memahami kata-kata secara bermakna atau afasia global yaitu gabungan dari kedua
hal di atas
·
Kehilangan kemampuan untuk mengenali masuknya
rangsangan visual,pendengaran,taktil(agnosia), seperti gangguan kesadaran
terhadap citra tubuh, kewaspadaan, kelalaian terhadap bagian tubuh yang
terkena, gangguan persepsi
·
Ukuran/ reaksi pupil tidak sama, dilatasi atau
miosis pupil ipsilateral (perdarahan/herniasi)
g.
Nyeri/kenyamanan
Gejala:
·
Sakit
kepala dengan intensitas yang berbeda-beda ( karena arteri karotis terkena)
Tanda:
·
Tingkah
laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan pada otot/fasia
h.
Pernapasan
Tanda:
·
Ketidakmampuan menelan/batuk/hambatan jalan
nafas
i.
Keamanan
Tanda:
·
Perubahan
persepsi terhadap orientasi tempat tubuh (stroke kanan). Kesulitan untuk
melihat objek dari sisi kiri ( pada stroke kanan). Hilang kewaspadaan
pada bagian tubuh yang sakit.
·
Tidak
mampu mengenali objek, kata, dan wajah yang pernah dikenalnya dengan baik.
·
Gangguan
dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan, tidak sabar/kurang
kesadaran diri ( stroke kanan)
j.
Interaksi sosial
Tanda:
·
Masalah bicara, ketidakmampuan untuk
berkomunikasi
Hasil Pengkajian Khusus
1. Masalah kesehatan kronis
No
|
Keluhan kesehatan / gejala yang di
rasakan kelayan dalam waktu 3 bulan terakhir berkaitan dengan fungsi – fungsi
|
Selalu (3)
|
Sering(2)
|
Jarang (1)
|
Tidak pernah (0)
|
A.
|
Fungsi penglihatan
1. Penglihatan kabur
|
√
|
|||
2. Mata
berair
|
√
|
||||
3. Nyeri
pada mata
|
√
|
||||
B.
|
Fungsi pendengaran
1. Penedengaran
berkurang
|
√
|
|||
2. Telinga
berdenging
|
√
|
||||
C.
|
Fungsi paru (Pernafasan)
1. Batuk
lama disertai keringat malam
|
√
|
|||
2. Sesak
nafas
|
√
|
||||
3. Berdahak
/ sputum
|
√
|
||||
D.
|
Fungsi Jantung
1. Jantung
berdebar-debar
|
√
|
|||
2. Cepat
lelah
|
√
|
||||
3. Nyeri
dada
|
√
|
||||
E.
|
Fungsi pencernaan
1. Mual
/ muntah
|
√
|
|||
2. Nyeri
ulu hati
|
√
|
||||
3. Makan
dan minum banyak
|
√
|
||||
4. Perubahan
kebiasaan BAB (mencret atau sembelit)
|
√
|
||||
F.
|
Fungsi pergerakan
1. Nyeri
kaki saat berjalan
|
√
|
|||
2. Nyeri
pinggang atau tulang belakang
|
√
|
||||
3. Nyeri
persendian atau bengkak
|
√
|
||||
H.
|
Fungsi persarafan
1. Lumpuh
atau kelemahan pada kaki dan tangan
|
√
|
|||
2. Kehilangan
rasa
|
√
|
||||
3. Gemetar
/ tremor
|
√
|
||||
4. Nyeri
/ pegal pada daerah tengkuk
|
√
|
||||
I.
|
Fungsi saluran perkemihan
1. BAK
banyak
|
√
|
|||
2. sering
BAK pada malam hari
|
√
|
||||
3. tidak
mampu mengontrol pengeluaran air kemih
|
√
|
||||
Jumlah
|
6
|
4
|
15
|
0
|
|
Total
|
25
|
Analisis hasil :
Score : ≤ 25 : tidak
ada masalah kesehatan kronis
Score : 26-50 : masalah
kesehatan kronis sedang
Score : ≥ 51 :
masalah kesehatan kronis berat
Kesimpulan : dari data di atas dapat disimpulkan bahwa
kelayan tidak mengalami gangguan kesehatan kronis.
2. Fungsi kognitif
No
|
Item
pertanyaan
|
Benar
|
Salah
|
1.
|
Hari apa sekarang ?
Jawab
: Selasa
|
√
|
|
2.
|
Tanggal berapa sekarang?
Jawab
: 17 April
|
√
|
|
3.
|
Apa nama tempat ini?
Jawab
: Toilet
|
√
|
|
4.
|
Dimana Alamat Bapak / ibu?
Jawab
: Bali
|
√
|
|
5.
|
Berapa umur Bapak / ibu
sekarang?
Jawab
: lahir 1965
|
√
|
|
6.
|
Kapan Bapak / Ibu lahir?
Jawab
: Lupa
|
√
|
|
7.
|
Siapa Presiden Indonesia
sekarang?
Jawab
: Lupa
|
√
|
|
8.
|
Siapa Presiden Indonesia
sebelumnya?
Jawab
: Lupa
|
√
|
|
9.
|
Siapa nama ibu anda?
Jawab
: Susi
|
√
|
|
10.
|
Coba hitung dari angka 20
dengan pengurangan 3?
Jawab
: 17, 14, 11, 8, 5, 2
|
√
|
|
Jumlah salah
|
4
|
Analisis hasil :
Salah 0 – 3 Fungsi intelektual utuh
Salah 4 – 5 kerusakan intelektual ringan
Salah 6 – 8 kerusakan intelektual sedang
Salah 9 – 10 kerusakan intelektual berat
Kesimpulan : dari data di atas didapatkan hasil kesalahan 4 point, dapat
disimpulkan bahwa kelayan mengalami kerusakan intelektual ringan.
3. Status fungsional
No
|
Aktivitas
|
Mandiri
(
1 )
|
Tergantung
(0 )
|
1.
|
Di kamar
mandi (menggosok, membersihkan, dan mengeringkan badan)
|
√
|
|
2.
|
Menyiapkan pakaian, membuka
pakaian,mengenakannya
|
√
|
|
3.
|
Memakan makanan yang telah di
siapkan
|
√
|
|
4.
|
Memelihara kebersihan diri
untuk penampilan diri (menyisir rambut, mencuci rambut, menggosok gigi,
mencukur kumis)
|
√
|
|
5.
|
BAB di WC (membersihkan dan
mengeringkan daerah kemaluan)
|
√
|
|
6.
|
Dapat mengontrol pengeluaran
feses (tinja)
|
√
|
|
7.
|
Buang BAK di kamar mandi
(membersihkan dan mengeringkan daerah kemaluan)
|
√
|
|
8.
|
Dapat mengontrol pengeluaran
kemih
|
√
|
|
9.
|
Berjalan di lingkungan tempat
tinggal atau keluar ruangan tanpa alat bantu, seperti tongkat
|
√
|
|
10.
|
Menjalankan ibadah sesuai
agama dan kepercayaan yang dianut
|
√
|
|
11.
|
Melakukan pekerjaan rumah,
seperti: merapihkan tempat tidur, mencuci pakaian, memasak, dan membersihkan
ruangan.
|
√
|
|
12.
|
Berbelanja untuk kebutuhan
sendiri atau kebutuhan keluarga.
|
√
|
|
13.
|
Mengelola keuangan (menyimpan
dan menggunakan uang sendiri)
|
√
|
|
14.
|
Menggunakan sarana sarana
transportasi umum untuk bepergian.
|
√
|
|
15.
|
Menyiapkan obat dan minum obat
sesuai dengan aturan (takaran obat dan waktu minum obat tepat)
|
√
|
|
16.
|
Merencanakan dan mengambil
keputusan untuk kepentingan keluarga dalam hal penggunaan uang, aktifitas
social yang dilakukan dan kebutuhan akan layanan kesehatan.
|
√
|
|
17.
|
Melakukan aktifitas diwaktu
luang (kegiatan keagamaan, social, rekreasi, olahraga, dan menyalurkan hoby)
|
√
|
|
JUMLAH POIN MANDIRI
|
8
|
Analisis hasil :
Point : 13-17 : mandiri
Point : 0-12 : ketergantungan
Kesimpulan : dari data di atas dapat disimpulkan bahwa
aktivitas kelayan dalam kehidupan sehari- hari dilakukan dengan bantuan
dibuktikan dengan point mandiri sejumlah 8 point dan point.
4. Status psikologis
No.
|
Apakah
bapak atau ibu dalam 1 minggu terakhir
|
Ya
|
Tidak
|
1.
|
Merasa puas dengan kehidupan
yang di jalani
|
√
|
|
2.
|
Banyak meninggalkan kesenangan
dari minat dan kesenangan dan aktifitas anda
|
√
|
|
3.
|
Merasa bahwa kehidupan anda
hampa
|
√
|
|
4.
|
Sering merasa bosan
|
√
|
|
5
|
Penuh pengharapan akan masa
depan
|
√
|
|
6
|
Mempunyai semangat yang baik
setiap waktu
|
√
|
|
7
|
Diganggu oleh pikiran-pikiran
yang tidak dapat diungkapkan
|
√
|
|
8
|
Merasa bahagia disebagian
besar waktu
|
√
|
|
9
|
Merasa takut sesuatu akan
terjadi pada anda
|
√
|
|
10
|
Sering kali merasa tidak
berdaya
|
√
|
|
11
|
Sering merasa gelisah dan
gugup
|
√
|
|
12
|
Memilih tinggal dirumah dari
pada pergi melakukan sesuatu yang bermanfaat
|
√
|
|
13
|
Sering kali merasa khawatir
akan masa depan
|
√
|
|
14
|
Merasa mempunyai lebih banyak
masalah dengan daya ingat dibanding orang lain
|
√
|
|
15
|
Berfikir bahwa hidup ini
sangat menyenangkan sekarang
|
√
|
|
16
|
Sering kali merasa merana
|
√
|
|
17
|
Merasa kurang bahagia
|
√
|
|
18
|
Sangat khawatir terhadap masa
lalu
|
√
|
|
19
|
Merasa bahwa hidup ini sangat
menggairahkan
|
√
|
|
20
|
Merasa berat untuk memulai
sesuatu hal yang baru
|
√
|
|
21
|
Merasa dalam keadaan penuh
semangat
|
√
|
|
22
|
Berfikir bahwa keadaan anda
tidak ada harapan
|
√
|
|
23
|
Berfikir bahwa banyak orang
yang lebih baik daripada anda
|
√
|
|
24
|
Sering kali menjadi kesal
dengan hal yang sepele
|
√
|
|
25
|
Sering kali merasa ingin
menangis
|
√
|
|
26
|
Merasa sulit untuk
berkonsentrasi
|
√
|
|
27
|
Menikmati tidur
|
√
|
|
28
|
Memilih menghindar dari
perkumpulan sosial
|
√
|
|
29
|
Mudah mengambil keputusan
|
√
|
|
30
|
Mempunyai pikiran yang jernih
|
√
|
|
JUMLAH ITEM YANG TERGANGGU
|
16
|
Analisa hasil :
Terganggu :
Nilai 1
|
|
Normal : nilai 0
Nilai 6-15 : depresi ringan sampai sedang
Nilai 16-30 : depresi berat
Nilai 0-5 : normal
PEMERIKSAAN
FISIK
1.
Sistem Respirasi (Breathing) : batuk, peningkatan
produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas, serta perubahan
kecepatan dan kedalaman pernafasan. Adanya ronchi akibat peningkatan produksi
sekret dan penurunan kemampuan untuk batuk akibat penurunan kesadaran klien.
Pada klien yang sadar baik sering kali tidak didapati kelainan pada pemeriksaan
sistem respirasi.
2.
Sistem Cardiovaskuler (Blood) : dapat terjadi hipotensi
atau hipertensi, denyut jantung irreguler, adanya murmur
3.
Sistem neurologi
a.
Tingkat kesadaran: bisa sadar baik sampai terjadi koma.
Penilaian GCS untuk menilai tingkat kesadaran klien
b.
Refleks Patologis. Refleks babinski positif menunjukan
adanya perdarahan di otak/ perdarahan intraserebri dan untuk membedakan jenis
stroke yang ada apakah bleeding atau infark
c.
Pemeriksaan saraf kranial
1)
Saraf I: biasanya pada klien dengan stroke tidak ada
kelainan pada fungsi penciuman
2)
Saraf II: disfungsi persepsi visual karena gangguan
jarak sensorik primer diantara sudut mata dan korteks visual. Gangguan
hubungan visula-spasial sering terlihat pada klien dengan hemiplegia kiri.
Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan
untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
3)
Saraf III, IV dan VI apabila akibat stroke
mengakibatkan paralisis seisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan
gerakan konjugat unilateral disisi yang sakit
4)
Saraf VII persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
asimetris, otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat
5)
Saraf XII lidah asimetris, terdapat deviasi pada satu
sisi dan fasikulasi. Indera pengecapan normal.
d.
Sistem perkemihan (Bladder) : terjadi
inkontinensia urine
e.
Sistem reproduksi: hemiparese dapat menyebabkan
gangguan pemenuhan kebutuhan seksual
f.
Sistem endokrin: adanya pembesaran kelejar kelenjar
tiroid
g.
Sistem Gastrointestinal (Bowel) : adanya keluhan sulit
menelan, nafsu makan menurun, mual dan muntah pada fase akut. Mungkin mengalami
inkontinensia alvi atau terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
Adanya gangguan pada saraf V yaitu pada beberapa keadaan stroke menyebabkan
paralisis saraf trigeminus, didapatkan penurunan kemampuan koordinasi gerakan
mengunyah, penyimpangan rahang bawah pada sisi ipsilateral dan kelumpuhan seisi
otot-otot pterigoideus dan pada saraf IX dan X yaitu kemampuan menelan kurang
baik, kesukaran membuka mulut.
h.
Sistem muskuloskeletal dan integument : kehilangan
kontrol volenter gerakan motorik. Terdapat hemiplegia atau hemiparesis atau
hemiparese ekstremitas. Kaji adanya dekubitus akibat immobilisasi fisik.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penekanan pada saluran
nafas
2.
Ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan
suplai darah ke jaringan serebral tidak adekuat.
3.
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/
hemiplagia, kerusakan neuromuskular pada ekstremitas.
4.
Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan efek dari
kerusakan pada area bicara di hemisfer otak
5.
Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
hemiparesis,/hemiplegia, penurunan mobilitas
6.
Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya
informasi yang diterima pasien tentang penyakit dialami
3. Perencanaan Keperawatan
Hari/Tgl
|
No
Dx
|
Rencana
Perawatan
|
TTD
|
||
Tujuan
dan Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
|||
1
|
Setelah diberikan asuhan
keperawatan selama…x24 jam, diharapkan pola nafas pasien kembali efekti
dengan kriteria hasil:
·
TTV dalam rentang normal (Suhu: 36,5-37,5ºC, Nadi (60-80x/mnt,
RR 12-20x/menit, TD 100/80-120/80
mmHg).
·
Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien
tidak merasa tercekik, irama nafas normal, bunyi napas normal, Rh -/- dan
pergerakan pernapasan normal)
|
·
Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan
ekspansi dada. Catat upaya pernafasan termasuk penggunaan otot bantu
pernafasan
·
Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi
nafas krekels, mengi
·
Beri
posisi semifowler
·
Ajarkan dan jelaskan tujuan penggunaan oksigen
·
Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian
oksigen sesuai indikasi
|
· Kecepatan
biasanya meningkat. kedalaman pernafasan bervariasi tergantung pada jumlah
cairan pleura yang menekan paru. Ekspansi dada terbatas oleh karena nyeri
dada pleuritik.
·
Bunyi nafas menurun/tak ada bila jalan nafas
obstruksi sekunder terhadap perdarahan, dan bekuan. Ronchi dan mengi
menyertai obstruksi jalan nafas
·
Memaksimalkan ekspansi paru.
·
Edukasi yang baik akan membuat pasien lebih
mengerti tentang tindakan yang diberikan perawat
·
Memaksimalkan pertukaran oksigen secara terus
menerus dengan tekanan yang sesuai
|
|
|
2
|
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ….x24
jam diharapkan perfusi jaringan tercapai secara optimal dengan
kriteria hasil :
·
TTV dalam batas normal (TD:
100-120/80 mmHg, RR: 12-20x/menit, N: 60-100x/menit, S= 36,5-37,5oC)
·
Mendemonstrasikan kemampuan kognitif yang ditandai dengan berkomunikasi
dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan, menunjukkan perhatian, konsentrasi
dan orientasi.
·
GCS 4, 5, 6
·
Pupil isokor
·
Refleks cahaya (+)
|
· Kaji
tanda-tanda vital pasien
· Baringkan
pasien (bed rest) total dengan posisi tidur telentang tanpa bantal.
· Ciptakan
lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung
· Bantu
pasien untuk membatasi muntah, batuk,anjurkan klien menarik nafas apabila
bergerak atau berbalik dari tempat tidur.
· Ajarkan
pasien dan keluarga pasien untuk mengindari pasien batuk dan mengejan
berlebihan.
· Kolaborasi
dengan dokter untuk pemberian terapi sesuai intruksi,seperti :steroid,
aminofel, antibiotika.
|
·
Mengetahui keadaan umum pasien &
intervensi selanjutnya
·
Untuk monitor tanda-tanda status
neurologis dengan GCS.
·
Rangsangan aktivitas dapat meningktkan tekanan
intracranial.
·
Aktivitas ini dapat meningkatkan tekanan
intracranial dan intraabdoment dan dapat melindungi diri diri dari valsava.
·
Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan
intrkranial dan poteensial terjadi perdarahan ulang.
·
Tujuan yang di berikan dengan tujuan:
menurunkan premeabilitas kapiler,menurunkan edema serebri,menurunkan
metabolic sel dan kejang.
|
|
|
|
3
|
Setelah
diberikan asuhan keperawatan selama ….x24 jam klien mampu meningkatkan aktivitas fisik yang sakit atau
lemah dengan kriteria hasil:
·
Ekstremitas tidak tampak lemah
·
Klien meningkat dalam aktivitas fisik seperti
ekstremitas yang lemah dapat diangkat dan digerakkan secara mandiri,
ekstremitas yang lemah dapat menahan posisi tubuh saat miring kanan atau kiri
·
Mengerti
tujuan dari peningkatan mobilitas
|
· Kaji
tanda-tanda vital pasien
· Observasi
kemampuan mobilitas pasien
·
Ubah posisi pasien tiap 2 jam
·
Ajarkan pasien untuk melakukan latihan gerak
aktif pada ekstrimitas yang sakit
·
Anjarkan pasien melakukan gerak pasif pada
ekstrimitas yang tidak sakit
·
Jelaskan pada pasien dan keluarga akibat dari
terjadinya imobilitas fisik
·
Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk
latihan fisik klien
|
·
Mengetahui keadaan umum pasien &
intervensi selanjutnya
·
Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan gerak
pasien setelah di lakukan latihan dan untuk menentukan intervensi selanjutnya
·
Menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan
akibat sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang tertekan
·
Gerakan aktif memberikan dan memperbaiki
massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung dan
pernapasan
·
Mencegah otot volunter kehilangan tonus dan
kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakkan
·
Imobilitas fisik akan menyebabkan otot-otot
menjadi kaku sehingga penting diberikan latihan gerak.
·
Peningkatan kemampuan daam mobilisasi
ekstremitas dapat ditingkatkan dengan latihan fisik dari tim fisioterapi
|
|
|
4
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ….x24 jam
diharapkan proses komunikasi klien dapat berfungsi secara optimal dengan
kriteria hasil:
·
Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan
klien dapat terpenuhi
·
Klien mampu merespon setiap berkomunikasi
secara verbal maupun isyarat.
|
·
Dengarkan dan antisipasi setiap kebutuhan
klien saat berkomunikasi
·
Berikan metode alternatif komunikasi misalnya
bahasa isyarat
·
Bicaralah dengan klien secara pelan dan
gunakan pertanyaan yang jawabannya “ya” atau “tidak”
·
Ajarkan kepada keluarga untuk tetap
berkomunikasi dengan klien
·
Konsultasikan dengan dokter untuk kebutuhan
terapi wicara
|
·
Mencegah rasa putus asa dan ketergantungan
pada orang lain
·
Memenuhi kebutuhan komunikasi sesuai dengan
kemampuan klien
·
Mengurangi kecemasan dan kebinggunan pada saat
berkomunikasi.
·
Mengurangi rasa isolasi sosial dan
meningkatkan komunikasi yang efektif
·
Melatih klien berbicara secara mandiri dengan
baik dan bena
|
|
|
5
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ….x24 jam
diharapkan pasien mampu mempertahankan
keutuhan kulit, dengan kriteria hasil :
·
Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan
(sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi, pigmentasi)
·
Tidak ada luka/lesi pada kulit
·
Pasien dan keluarga menunjukkan pemahaman
dalam proses perbaikan kulit dan pencegahan cidera berulang
·
Mampu melindungi kulit dan mempertahankan
kelembapan kulit
|
·
Monitor aktivitas dan mobilisasi klien
·
Observasi terhadap eritema, kepucatan dan
palpasi area sekitar terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan tiap mengubah
posisi
·
Mobilisasi pasien (ubah posisi) setiap 2 jam
sekali
·
Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
dan oleskan body lotion .baby oil pada daerah yang tertekan
·
Ajarkan pasien dan keluarga untuk melakukan
latihan mobilisasi
·
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat
sesuai indikasi
|
·
Mobilisasi dapat membantu mencegah luka yang
berlanjut pada area yang tidak terluka.
·
Mempertahankan keutuhan kulit
·
Menghindari tekanan yang berlebihan pada
daerah yang menonjol
·
Meningkatkan rasa nyaman dan menghindari
kerusakan-kerusakan kapiler
·
Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran
darah.
·
Pemberian obat sesuai indikasi akan membantu
dalam proses kesembuhan pasien
|
|
|
6
|
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama …x
24jam diharapkan pasien mengerti tentang penyakit yang diderita dengan dengan
kriteria hasil :
·
Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman
tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan.
·
Pasien dan keluarga mampu
melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar
·
Pasien dan keluarga mampu
menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya
|
·
Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga
·
Sediakan bagi keluarga informasi tentang
kemajuan pasien dengan cara yang tepat
·
Berikan gambaran dan penjelasan proses
penyakit dengan tepat
·
Kolaborasi dengan dokter dalam penjelasan
pengobatan yang akan dilakukan kepada pasien
|
·
Mengetahui sejauh mana
pengetahuan yang dimiki pasien dan keluarga dan kebenaran informasi yang
didapat.
·
Penyediaan informasi yang baik
memudahkan keluarga untuk mendapat informasi tentang kondisi pasien
·
Penjelasan yang
tepat tentang kondisi yang sedang dialami dapat membantu menambah
wawasan pasien dan keluarga
·
Menambah pemahaman keluarga
tentang medikasi yang diberikan
|
|
4.
Implementasi Keperawatan
Implementasi
keperawatan adalah melaksanakan intervensi keperawatan. Implementasi merupakan komponen
dari proses keperawatan yaitu kategori dari perilaku keperawatan dimana
tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan kriteria hasil yang
diperlukan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan. Implementasi
mencakup melakukan membantu dan mengarahkan kerja aktivitas kehidupan
sehari-hari. Implementasi keperawatan sesuai dengan intervensi yang telah
dibuat.
5. Evaluasi Keperawatan
a.
Diagnosa 1 :
Pola nafas kembali efektif
b.
Diagnosa 2 :
Proses perfusi jaringan tercapai secara optimal
c.
Diagnosa 3 :Hambatan
mobilitas fisik tidak terjadi, klien mampu meningkatkan aktivitas fisik yang
sakit atau lemah
d.
Diagnosa 4 :
Proses komunikasi klien dapat berfungsi secara optimal
e.
Diagnosa 5 :
Gangguan integritas kulit berkurang, diharapkan
pasien mampu mempertahankan keutuhan kulit,
f.
Diagnosa 6 :
Defisiensi pengetahuan tidak terjadi, pasien mengerti tentang penyakit yang
diderit
DAFTAR PUSTAKA
Amin Huda
Nuratif, Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi
Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jilid 2.
Yogyakarta.
Brunner &
Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah.Volume 3 Jakarta: EGC.
Efendi
dan Makfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan
Komunitas: teori dan Praktik dalam Keperawatan. Jakarta. Salemba Medika
Doenges,
Marilynn E, dkk. 2001. Rencana
Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan
Pasien. Jakarta : EGC
http://hiburan.metrotvnews.com/read/2014/05/21/244211/hati-hati-stroke-penyebab-utama-kematian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar