Laman

Welcome to My Blog | RistaLikestar.blogspot.com | it's fun blog | Sharing | thank's for your visit |

Senin, 21 Maret 2016

KONSEP DASAR ASKEP TUBERKULOSIS



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu taha terhadap asam pada pewarnaan, Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA), kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat Dormant, tertidur lama selama beberapa tahun. Micobacterium tuberculosis (TB) telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia, menurut WHO sekitar 8 juta penduduk dunia diserang TB dengan kematian 3 juta orang per tahun (WHO, 1993).
Di negara berkembang kematian ini merupakan 25% dari kematian penyakit yang sebenarnya dapat diadakan pencegahan. Di Indonesia TB kembali muncul sebagai penyebab kematian utama setelah penyakit jantung dan saluran pernafasan. Penyakit TB paru, masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Hasil survey kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1995 menunjukkan bahwa tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernapasan pada semua golongan usia dan nomor I dari golongan infeksi. Dalam makalah ini akan dibahas tentang Tuberkulosis dan bagaimana asuhan keperawatan pada pasien tuberculosis.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, adapun rumusan masalahnya yaitu:
1.        Apakah yang dimaksud dengan tuberkulosis?
2.        Bagaimana epidemologi tuberkulosis?
3.        Apakah etiologi dari tuberkulosis?
4.        Apa sajakah faktor predisposisi dari tuberkulosis?
5.        Bagaimana patofisiologi dari tuberkulosis?
6.        Apa sajakah klasifikasi dari tuberkulosis?
7.        Bagaimana manifestasi klinis dari tuberkulosis?
8.        Bagaimanakah pemeriksaan fisik pada tuberkulosis?
9.        Apa saja pemeriksaan diagnostik tuberkulosis?
10.    Bagaimana prognosis dari tuberkulosis?
11.    Bagaimana penatalaksanaan tuberkulosis?
12.    Bagaimana konsep dasar asuhan keperawatan pada klien dengan tuberkulosis?

C.    Tujuan
1.      Tujuan umum
Menjelaskan tentang tuberkulosis dan asuhan keperawatan pada klien dengan kasus tuberkulosis.
2.      Tujuan khusus
a.       Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan tuberkulosis.
b.      Untuk mengetahui bagaimana epidemologi tuberkulosis.
c.       Untuk mengetahui apakah etiologi dari tuberkulosis.
d.      Untuk mengetahui apa saja faktor predisposisi dari tuberkulosis.
e.       Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi dari tuberkulosis.
f.       Untuk mengetahui apa saja klasifikasi dari tuberkulosis.
g.      Untuk mengetahui bagaimana manifestasi klinis dari tuberkulosis.
h.      Untuk mengetahui bagaimana pemeriksaan fisik pada tuberkulosis.
i.        Untuk mengetahui apa saja pemeriksaan diagnostik tuberkulosis.
j.        Untuk mengetahui bagaimana prognosis dari tuberkulosis.
k.      Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan tuberkulosis.
l.        Untuk mengetahui bagaimana konsep dasar asuhan keperawatan pada klien dengan tuberkulosis.

D.    Manfaat
Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini semoga makalah ini bisa membantu mahasiswa untuk lebih mengetahui tentang penyakit tuberculosis dan menambah wawasan pengetahuan mahasiswa tentang bagaimana pemberian asuhan keperawatan pada pasien tuberculosis
BAB II
PEMBAHASAN

A.    KONSEP DASAR PENYAKIT
1.      Definisi
Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang umum, dan dalam banyak kasus bersifat mematikan. Tuberkulosis adalah infeksi saluran napas bawah.yang disebabkan oleh mikro-organisme Mycobacterium Tuberculosis (disingkat "M.Tuberkulosis" atau "M. Tuberkulosisc")., yang biasanya ditularkan melalui inhalasi percikan ludah (droplet), orang ke orang, dan mengkolonisasi bronkiolus atau alveolus. (Elishabeth, 2001: hal 414). Tuberculosis adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkin paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, terutama meninges, ginjal, tulang, dan nodus limfe (Brunner dan Suddat, 2003: hal 584). Penyakit tuberkulosis dapat menyerang pada siapa saja tak terkecuali pria, wanita, tua, muda, kaya dan miskin serta dimana saja.

2.      Epidemologi
Pada tahun 2007, prevalensi tuberkulosis per 100.000 orang tertinggi di Afrika sub-Sahara, dan relatif tinggi di Asia. Kurang lebih sepertiga dari populasi dunia pernah terinfeksi “Microbacterium tuberculosis.” Satu infeksi baru muncul setiap detik dalam skala global. Bagaimanapun, kebanyakan infeksi oleh “Microbacterium tuberculosis” tidak menyebabkan penyakit tuberkulosis, dan 90–95% dari infeksi tetap asimptomati. Pada tahun 2007, diperkirakan ada 13,7 juta kasus kronis aktif. Pada tahun 2010, terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis yang didiagnosis, dan 1,45 juta kematian, kebanyakan dari jumlah ini terjadi di negara-negara berkembang. Dari seluruh 1,45 juta kematian, sekitar 0.35 juta terjadi pada penderita yang juga terinfeksi HIV.  
Tuberkulosis merupakan penyebab umum kematian yang kedua yang disebabkan oleh infeksi (setelah kematian oleh HIV/AIDS). Angka pasti dari kasus tuberkulosis ("prevalensi") sudah menurun sejak tahun 2005. Kasus tuberkulosis baru ("kejadian") telah menurun sejak tahun 2002. Cina khususnya telah menunjukkan kemajuan yang luar biasa. Cina telah menurunkan laju kematian akibat tuberkulosis mendekati 80% antara tahun 1990 dan 2010. Tuberkulosis lebih umum muncul di negara berkembang. Kurang lebih 80% dari populasi di berbagai negara Asia dan Afrika memberikan tes tuberkulin positif, tetapi hanya 5–10% dari populasi di AS memberikan hasil tes positif.
Para ahli berharap bahwa tuberkulosis dapat dikendalikan secara penuh. Bagaimanapun, sejumlah faktor menyebabkan pengendalian tuberkulosis menjadi tidak mungkin. Vaksin yang efektif sangat sulit dikembangkan. Sangat mahal dan memakan waktu lama untuk mendiagnosis penyakitnya. Pengobatan memerlukan waktu beberapa bulan. Lebih banyak orang yang terinfeksi HIV menderita tuberkulosis. T uberkulosis yang resisten terhadap obat muncul pada tahun 1980an.
Angka tahunan laporan kasus baru tuberkulosis. Data dari WHO. Pada tahun 2007, negara dengan perkiraan tingkat insiden tertinggi adalah Swaziland, dengan 1.200 kasus per 100.000 orang. India memiliki total insiden terbesar, dengan estimasi 2,0 juta kasus baru. Di negara maju, tuberculosis tidak umum dan kebanyakan ditemukan di wilayah urban. Pada tahun 2010, laju tuberkulosis per 100.000 orang di berbagai tempat di dunia adalah di Afrika 332, Amerika 36, Mediterania Timur 173, Eropa 63, Asia Tenggara 278, dan Pacifik Barat 139. Di Kanada dan Australia, tuberkulosis seringkali lebih umum terdapat di antara penduduk aborigin, terutama di wilayah yang terpencil. Di Amerika Serikat, para Aborigin mengalami laju mortalitas akibat tuberkulosis lima kali lebih besar.
Insiden tuberkulosis bervariasi sesuai usia. Di Afrika, hal ini utamanya mempengaruhi penduduk berusia antara 12-18 tahun dan dewasa muda. Bagaimanapun, di negara yang laju insidennya sudah menurun dengan tajam (seperti Amerika Serikat), tuberkulosis umumnya merupakan penyakit pada orang yang lebih tua dan mereka dengan sistem imun rentan.

3.      Etiologi
Penyebab tuberculosis adalah Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/µm dan tebal 0.3-0.6/ µm.  Jenis bakteri ini pertama kali ditemukan oleh seseorang yang bernama Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882. Untuk mengenang jasa beliau maka bakteri tersebut diberi nama baksil Koch. Bahkan penyakit TBC pada paru-paru pun dikenal juga sebagai Koch Pulmonum (KP).
Sebagian besar dinding kuman terdiri dari asam lemak (lipid), yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam alcohol) sehingga disebut dengan bakteri tahan asam (BTA). Kuman dapat hidup di udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant yang memungkinkan kuman bangkit kembali dan menjadikan penyakit tuberculosis menjadi aktif lagi. (Sudoyo et al 2006).

4.      Faktor Predisposisi
Tubercolosis ditularkan oleh droplet dari individu yang terinfeksi ke individu oleh transmisi melalui udara. Individu terinsfeksimelalui berbicara, batuk, bersin, tertawa atau bernyanyi, melepaskan droplet besar ( lebih besar dari 100u ) dan kecil ( 1 sampai 5 u ). Droplet yang besar menetap, sementara droplet yang kecil tertahan diudara dan tertiup oleh individu yang rentan. Individu yang beresiko tinggi untuk tertular tuberculosis adalah sebagai berikut:
a.    Mereka yang kontak dekat dengan seseorang yang mempunyai TB aktif.
b.    Individu imunosupresif (Termasuk lansia, pasien dengan kanker, mereka yang dalam terapi kortikosteroid atau mereka yang terinfeksi dengan HIV ).
c.    Pengguna obat-obatan IV dan alkoholik.
d.   Setiap individu tanpa perawatan kesehatan yang adekuat ( tunawisma,tahanan, etnik dan ras minoritas terutama anak-anak dibawah usia 15 tahun atau dewasa muda antara yang berusia 15-44 tahun ).
e.    Setiap individu dengan gangguan medis yang sudah ada sebelumnya ( misalny diabetes, gagal ginjal kronis, silikosis, penyimpangan gizi, bypass gasterektomi yeyunoileal ).
f.     Imigran dari negara dengan insiden TB yang tinggi ( Asia tenggara, Afrika, Amerika latin, karibia ).
g.    Setiap individu yang tinggal di institusi ( misalnya fasilitas perawatan jangka panjang, institusi psikiatrik, penjara ).
h.    Indivudi yang tinggal didaerah perumahan substandart kumuh.


5.      Patofisiologi
Tempat masuk kuman M. Tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi tuberkulosis (TBC) terjadi melalui udara, yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi.
Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel. Sel efektorya adalah makrofag, sedangkan limfosit ( biasanya sel T ) adalah sel imunoresponsifnya. Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil ; gumpalan yang lebih besar cenderung tertahan di saluran hidung dan cabang besar bronkhus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang alveolus, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan memfagosit bakteri namun tidak membunuh organisme tersebut. Setelah hari-hari pertama leukosit diganti oleh makrofag.
Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang tertinggal, atau proses dapat juga berjalan terus, dan bakteri terus difagosit atau berkembang-biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke kelenjar getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid, yang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini membutuhkan waktu 10 – 20 hari .
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti keju, isi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Bagian ini disebut dengan lesi primer. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast, menimbulkan respon yang berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.
   Lesi primer paru-paru dinamakan fokus Ghon dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks Ghon. Respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkhus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk kedalam percabangan trakheobronkial. Proses ini dapat terulang kembali di bagian lain di paru-paru, atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah, atau usus. Lesi primer menjadi rongga-rongga serta jaringan nekrotik yang sesudah mencair keluar bersama batuk. Bila lesi ini sampai menembus pleura maka akan terjadi efusi pleura tuberkulosa.
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen bronkhus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat perbatasan rongga bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung sehingga kavitas penuh dengan bahan perkejuan, dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas. Keadaan ini dapat menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos melalui kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, yang kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran limfohematogen, yang biasanya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan tuberkulosis milier. Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk kedalam sistem vaskuler dan tersebar ke organ-organ tubuh.


Pathway

M. Tuberculosis
 
Droplet infeksi       Masuk lewat jalan nafas       Menempel dan menetap pada paru     Terjadi proses peradangan                                                
                                                                                                                           Leukosit polimorfonuklear bakteri             
                                                     
                                                                                                                                                                                                                              Fagositosis       
 

                                                                                                                                                            Leukosit digantikan oleh makrofag
                                                                                                           
                                                                                                            Makrofag mengadakan infiltrasi                                   
 

                                                           


 
                                                                                                            Konsolidasi alveoli                         
                                                                                                           
                                                                                                                        Lesi Paru Primer (Fokus Ghon)
                                                                       
                                                                                                                                                            Menyebar ke organ lain melalui media
                                                       
Pertahanan Primer tidak adekuat                                                                      Radang tahunan di bronkus
`                                             
Kerusakan membran alveolar        Pembentukan tuberkel                                                       Berkembang menghancurkan jaringan ikat
 

Menurunnya permukaan              Pembentukan sputum berlebih                                                    Nekrosis
          efek paru
Flowchart: Alternate Process: Ketidakefektifan Besihan Jalan Nafas                                                                                                                                                                      Membentuk jaringan keju

Alveolus mengalami                                                                                                                                        Sekret keluar saat batuk
Konsolidasi & eksudasi                                                                                                                     
Batuk produktif
Flowchart: Alternate Process: Gangguan Pertukaran gas
 

                                                                                                                        Batuk berat                                                                                                                                                      Droplet infeksi
                                                                                                            Distensi Abdomen                                          Terhirup orang sehat

Mual muntah                                             Penurunan imunitas

Flowchart: Alternate Process: Resiko Infeksi                                                                                                             Penurunan nafsu makan
                                                                                                            
                                                                                                             Intake nutrisi berkurang
Flowchart: Alternate Process: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
 






6.      Klasifikasi
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberculosis memerlukan suatu “definisi kasus” yang meliputi empat hal , yaitu:
1)      Lokasi atau organ tubuh yang sakit: paru atau ekstra paru;
2)      Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis): BTA positif atau BTA negatif;
3)      Tingkat keparahan penyakit: ringan atau berat.
4)      Riwayat pengobatan TB sebelumnya: baru atau sudah pernah diobati
Manfaat dan tujuan menentukan klasifikasi dan tipe adalah:
1)      Menentukan paduan pengobatan yang sesuai
2)      Registrasi kasus secara benar
3)      Menentukan prioritas pengobatan TB BTA positif
4)      Analisis kohort hasil pengobatan

1)      Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
a)      Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
b)     Tuberkulosis ekstra paru adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
2)      Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada TB Paru:
a)      Tuberkulosis paru BTA positif
(1)   Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
(2)   1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
(3)   menunjukkan gambaran tuberkulosis.
(4)   1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.
(5)   1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS
(6)   pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada
(7)   perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.


b)     Tuberkulosis paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
(1)   Minimal 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
(2)   Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis
(3)   Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
(4)   Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan
3)      Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit.
a)      TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses “far advanced”), dan atau keadaan umum pasien buruk.
b)      TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:
(1)   TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
(2)   TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih dan alat kelamin.
4)      Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi beberapa tipe pasien, yaitu:
a)      Kasus Baru adalah pasien yang BELUM PERNAH diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
b)     Kasus Kambuh (Relaps) adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
c)      Kasus Putus Berobat (Default/Drop Out/DO) adalah pasien TB yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.
d)     Kasus Gagal (Failure) adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
e)      Kasus Pindahan (Transfer In) adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.
f)       Kasus lain adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.
5)      Pada tahun 1974 American Thoracic Society memberikan klasifikasi baru yang diambil berdasarkan  aspek kesehatan masyarakat dalam beberapa kategori sebagai berikut (Sudoyo et al 2006) :
(a)    Kategori 0     : Tidak pernah terpajan, dan tidak terinfeksi, riwayat kontak       negative, dan tes tuberculin negatif
(b)   Kategori I      :  Terpajan tuberkulosis, tapi tidak terbukti ada infeksi, riwayat kontak positif dan tes tuberculin negative.
(c)    Kategori II     : Terinfeksi tubekulosis, tetapi tidak sakit. Tes tuberkulin positif, radiologis dan sputum negatif
(d)   Kategori III    :  Terinfeksi tuberkulosis dan sakit


7.      Manifestasi Klinis
Tuberkulosis sering dijuluki “the great imitator” yaitu suatu penyakit banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan kadang-kadang asimtomatik. Gambaran klinik TB dapat dibagi menjadi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan gejala sistemik:
a.       Gejala respiratorik, meliputi:
1)      Batuk: Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
2)      Batuk darah: Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak darah, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darah terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darag tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
3)      Sesak napas: Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai efusi pleura, pneumothoraks, anemia, dll.
4)      Nyeri dada: Nyeri dada pada TB termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini tibul apabila sistem persarafan di pleura terkena.
b.      Gejala sistemik, meliputi:
1)      Demam: Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari mirip demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya sedang masa bebas serangan makin pendek.\
2)      Gejala sistemik lain: Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta malaise.
3)      Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa  minggu-bulan, akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, serta sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia.

8.      Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada klien TB paru meliputi pemeriksaan fisik umum per sistem dari observasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital, B1 (Breathing), B2 (Blood), B3 (Brain), B4 (Bladder), B5(Bowel), dan B6 (Bone) serta pemeriksaan yang fokus pada B1 dengan pemeriksaan yang menyeluruh pada sistem pernafasan.
a.       Keadaan Umum dan Tanda Vital
Keadaan umum pada pasien Tb paru dapat dilakukan dengan selintas pandang dengan menilai keadaan fisik tiap bagian tubuh. Selain itu, perlu dinilai secara umum tentang kesadaran klien yang terdiri atas compos mentis, apatis, somnolen, sopor, soporokoma, atau koma. Perlu juga dilakukan pengukuran GCS secara tepat. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien dengan TB paru biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh secara signifikan, frekuensi nafas meningkat apabila disertai dengan sesak nafas, denyu nadi biasanya meningkat seirama dengan peningkatan suhu tubuh dan frekuensi pernafasan, dan tekanan darah biasanya sesuai dengan adanya penyakit penyulit seperti hipertensi.
1)      B1 (Breathing)
Pemeriksaan fisik pada klien TB paru merupakan pemeriksaan fokus yang terdiri atas inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
a)      Inspeksi
Bentuk dada dan gerakan pernafasan. Sekilas pandang biasanya pasien TB paru biasanya tampak kurus sehingga terlihat adanya penurunan proporsidiameter bentuk dadaantero-posterior dibandingkan proporsi diameter lateral. Apabila adanya penyulit dari TB paru seperti adanya efusi pleura yang masif, maka terlihata adanya ketidaksimetrisan rongga dada, pelebaran intercostal space (ICS) pada sisi yang sakit.
Pada klien TB paru minimal dan tanpa komplikasi, biasanya gerakan pernafasan tidak mengalami perubahan. Meskipun demikian, jika terdapat komplikasi yang melibatkan kerusakan luas pada parenkim paru biasanya pasien akan terlihat sesak nafas, peningkatan frekuensi nafas, dan menggunakan otot bantu nafas. Tanda lainnya adalah klien dengan TB paru juga mengalami efusi pleurayang masif, pneumothoraks, abses paru masif, dan hidropneumothoraks. Tanda-tanda tersebut membuat gerakan pernafasan menjadi tidak simetris, sehingga yang terlihat adalah pada sisi yang sakit pergerakan dadanya tertinggal.
Batuk dan sputum. Saat melakukan pengakajian batuk pada klien TB paru, biasanya didapatkan batuk produktif yang disertai adanya peningkatan produksi sekret dan sekresi sputum yang purulen. Periksa jumlah produksi sputum, terutama bila TB paru disertai adanya bronkhiektasis yang membuat klien akan mengalami peningkatan produksi sputum yang sangat banyak. Perawat perlu mengukur jumlah produksi sputum per hari sebagai penunjang evaluasi terhadap intervensi keperawatan yang telah diberikan.
b)      Palpasi
Palpasi trakhea. Adanya pergeseran trakhea menunjukkan –meskipun tetapi tidak spesifik—penyakit dari lobus atas paru. Pada TB paru yang disertai adanya efusi pleura masif dan pneumothoraks akan mendorong posisi trkhea ke arah berlawanan dari sisi sakit.
Gerakan dinding thoraks anterior/erskrusi pernafasan. Tb paru dapat komplikasi saat dilakukan palpasi, gerakan dada saat bernafas biasanya normal dan seimbang antara bagian kanan dan kiri. Adanya penurunan gerakan dinding pernafasan biasanya ditemukan pada klien TB paru dengan kerusakan parenkim yang luas.
Getaran suara (fremitus vokal). Getaran yang terasa ketika perawat meletakkan tangannya di dada klien saat berbicara adalah bunyi yang dibangkitkan oleh penjalaran dalam laring arah distal sepanjang pohon bronkhial untuk membuat dinding dada dalam gerakan resonan, terutama pada bunyi konsonan. Kapasitas untuk merasakan bunyi pada dinding dada disebut taktil fremitus. Adanya penurunan taktil premitus pada klien dengan TB paru biasanya ditemukan pada klien yang disertai komplikasi efusi pleura masif, sehingga hantaran suara menurun karena transmisi getaran suara harus melewati cairan yang berakumulasi di rongga pleura.
c)      Perkusi
Pada klien dengan TB paru minimal tanpa komplikasi, baiasanya akan didapatkan bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Pada klien dengan TB paru yang disertai komplikasi seperti efusi pleura akan didapatkan bunyi redup sampai pekak pada sisi yang sakit sesuai sesuai banyaknya akumulasi cairan di rongga pleura. Apabila disertai pneumothoraks, maka didapatkan bunyi hiperresonan terutama jika pneumothoraks ventil yang mendorong posisi paru ke posisi yang sehat.
d)     Auskultasi
Pada klien dengan TB  paru didapatkan bunyi nafas tambahan (ronkhi) Pda sisi yang sakit. Penting bagi perawat pemeriksa untuk mendokumentasikan hasil auskultasi di daerah mana didapatkan adanya ronkhi. Bunyi yang terdengar melalui stetoskop ketika klien berbicara disebut resonan vokal. Klien dengan TB paru yang disertai komplikasi seperti efusi pleura dan pneumothoraks akan didapatkan penurunan resonan vokal pada sisi yang sakit.

2)      B2 (Blood)
        Pada klien dengan TB  paru pengkajian yang didapat meliputi:
Inspeksi  :  inspeksi tetnatang adanya parut dan keluhan kelemahan fisik
Palpasi   :  denyut nadi perifer melemah
Perkusi  : batas jantung mengalami pergeseran pada TB paru dengan efusi pleura masih mendorong ke sisi yang sehat.
Auskultasi: tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung tambahan biasanya tidak didapatkan.
3)      B3 (Brain)
Kesadaran biasanya compos mentis, ditemukan adanya sianosis perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat. Pada pengkajian objektif, klien tampak dengan wajah meringis, menangis, merintih, meregang dan menggeliat. Saat dilakukan pengkajian pada mata, biasanya didapatkan adanya konjungtiva anemis pada TB paru dengan hemoptoe masiv dan kronis, dan sklera ikterik pada TB paru dengan gangguan fungsi hati.
       
4)      B4 (Baldder)
        Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan. Oleh karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syock. Klien diinformasikan agar terbiasa dengan urine yang berwarna jingga pekat dan berbau yang menandakan fungsi ginjal masih normal sebagai ekskresi karena meminum OAT terutama Rifampisin.

5)      B5 (Bowel)
Klien biasanya mengalami mual, muntah, penurunan nafsu makan dan penurunan BB

6)      B6 (Bone)
Aktivitas sehari-hari berkurang banyak pada klien dengan TB paru. Gejala yang muncul antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia, pola hidup menetap, dan jadwal olahraga yang

9.      Pemeriksaan Diagnostik/Pemeriksaan Laboratorium
Diagnosis terbaik dari penyakit tuberculosis diperoleh dengan pemeriksaan mikrobiologi melalui isolasi bakteri. Bahan pemeriksaan untuk isolasi Mycobacterium tuberculosis berupa:
Jenis Pemeriksaan
Interprestasi Hasil
1.      Sputum
·         Kultur




·         Ziehl-Neelsen

Sputum dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa dahak
·         S(sewaktu): Dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.
·         P(Pagi): Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.
·         S(sewaktu): Dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi.


·         Mycobacterium tuberculosis positif pada tahap aktif, peting untuk menetapkan diagnosa pasti dan melakukan uji kepekaan terhadap obat

·         BTA positif
2.      Tes Kulit (PPD, Mantoux, Vollmer)
Reaksi positif (area indurasi 10mm atau lebih menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya antibodi tetapi tidak berarti untuk menunjukkan keaktivan penyakit)
3.      Foto thorax
Dapat menunjukan infiltrasi lesi awal pada area paru, simpanan kalsium lesi sembuh primer, efusi cairan, akumulasi udara, area cavitas, area fibrosa dan penyimpanan teratur mediastinal
4.      Histologi atau kultur jaringan (termasuk bilasan lambung, urine, cairan serebrospinal, biopsy kulit)
Hasil positif dapat menunjukkan serangan ekstrapulmonal
5.      Biopsi jarum pada jaringan paru
Positif untuk granuloma TB, adanya giant cell menunjukkan nekrosis
6.      Darah
·         LED




·         Limfosit


·         Elektrolit


·         Analisa Gas Darah

·         Indikator stabilitas biologic penderita, respon terhadap pengobatan dan predeksi tingkat penyembuhan. Sering meningkat pada proses aktif
·         Menggambarkan status imunitas penderita (normal atau supresi)
·         Hiponatremia dapat terjadi akibat retensi cairan pada TB paru kronis luas
·         Hasil bervariasi tergantung laktat dan beratnya kerusakan paru
7.      Tes Faal Paru
Penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan rasio udara residu dan kapasitas paru total, penurunan saturasi O2 sebagai akibat dari infiltrasi parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural
Jika pemeriksaan data diteliti secara mikroskopis dengan membuat sediaan dan diwarnai dengan pewarnaan tahan asam serta diperiksa dengan lensa rendam minyak. Hasil pemeriksaan mikroskopik dilaporkan sebagai berikut:
1)      Bila setelah pemeriksaan teliti selama 10 menit tidak ditemukan bakteri tahan asam, maka diberikan label (penanda): “Bakteri tahan asam negatif atau BTA (-)”
2)      Bila ditemukan bakteri tahan asam 1-3 batang pada seluruh sediaan, maka jumlah yang ditemukan harus disebut, dan sebaiknya dibuat sediaan ulangan.
3)      Bila ditemukan bakteri-bakteri tahan asam maka harus diberi label : Bakteri tahan asam positif atau BTA (+)”

10.  Prognosis
Tuberculosis paru dapat disembuhkan secara total dengan pemberian obat antituberculosis (OAT) yang di konsumsi selama ± 6 bulan secara rutin. (Sylvia,  1995)

11.  Penatalaksanaan
Zain (2001) membagi penatalaksanaan tuberculosis menjadi tiga bagian yaitu pencegahan, pengobatan dan penemuan penderita (active case finding).
a.       Pencegahan tuberculosis paru
1)      Pemeriksaan kontak yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat dengan penderita tuberculosis paru BTA positif. Pemeriksaan meliputi tes tuberculin, klinis dan radiologis. Bila tes tuberculin positif, maka pemeriksaan radiologis foto thoraks diulang pada 6 dan 12 bulan mendatang. Bila masih negatif, diberikan BCG vaksinasi. Bila positif, berarti terjadi konversi hasil tes tuberculin dan diberikan kemoprofilaksis.
2)      Mass chest X-Ray yaitu pemeriksaan missalnya terhadap kelompok-kelompok populasi tertentu misalnya:
·         Karyawan rumah sakit
·         Penghuni rumah tahanan
·         Siswi-siswi pesantren
3)      Vaksinasi BCG
4)      Kemoprofilaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6-12 bulan dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi polpulasi bakteri yang masih sedikit. Indikasi kemoprofilaksis primer atau utama ialah bayi yang menyusui pada ibu dengan BTA positif, sedangkan kemoprofilaksis sekunder diperlukan bagi kelompok berikut:
·         Bayi < 5tahun dengan hasil tes tuberculin positif karena risiko timbulnya TB milier dan meningitis TB,
·         Anak dan remaja di bawah 20 tahun dengan hasil tes tuberculin positif yang bergaul erat denan pendetita TB yang menular,
·         Individu yang menunjukkan konversi hasil tes tuberculin dari negatif menjadi positif,
·         Penderita yang menerima pengobatan steroid atau obat imunosupresif jangka panjang
·         Penderita diabetes militus.
5)      Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang penyakiit tuberculosis kepada masyarakat di tingkat puskesmas maupun di tingkat rumah sakit oleh petugas pemerintahan maupun petugas LSM (misalnya Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Paru Indonesia-PPTI)

b.      Pengobatan tuberculosis
Pengobatan tuberculosis terbagi menjadi 2 fase yaitu intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang digunakan sesuai terdiri atas obat utama dan obat tambahan jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid, Streptomisin dan Etambutol.
Menurut (Widuyono, 2008: hal 18), pengobatan  yang dapat diberikan pada klien dengan tuberculosis , yaitu :
1)      Kategori I (2 HRZE/4 H3R3) untuk pasien TB baru.
2)      Kategori II (2 HRZES / HRZE/5 H3R3E3) untuk pasien ulangan (pasien yang pengobatan kategori 1 nya gagal).
3)      Kategori III (2 HR/ 4H3R3) untuk pasien yang baru dengan BTA negative RO positif
4)      Sisipan (HRZE) digunakan sebagai tambahan bila ada pemeriksaan akhir tahap intensif dari pengobatan dengan kategori I atau kategori II ditemuukan BTA positif. Obat diminum sekaligus 1 jam sebelum sarapan pagi.
Dosis pemberian obat kategori 1:
1)      Tahap permulaan diberikan setiap hari selama 2 bulan (2 HRZE) :
a)      INH (H)              : 300 mg – 1 tablet.
b)      Rimfapisin (R)     : 450 mg  - 1 kaplet
c)      Pirazinamid (P)    :1500 mg -  3 kaplet @ 500 mg
d)     Ethambutol (E)   : 750 mg – 3 kaplet @250 mg
Obat tersebut diminum setiap hari secara intensif sebanyak 60 kali regimen ini di sebut kombipak II
2)      Tahap lanjutan diberikan tiga kali dalam semingggu selan 4 bulan (4 H3R3) :
a)      INH (H)              : 600 mg – 2 tablet @ 300 mg
b)      Rimfapisin (R)    : 450 mg – 1 kaplet
Obat tersebut diminum 3 kali dalam seminggu (intermiten) sebanyak 54 kali regimen ini disebut kombipak III.

Obat Anti TB Esensial
Aksi
Potensi
Rekomendasi Dosis (mg/kg BB)
Per Hari
Per Minggu
3x
2x
Isoniazid (H)
Bakterisidal
Tinggi
5
10
15
Rifampisin (R)
Bakterisidal
Tinggi
10
10
10
Pirasinamid (Z)
Bakterisidal
Rendah
25
35
50
Streptomisin (S)
Bakterisidal
Rendah
15
15
15
Etambutol (E)
Bakteriostatik
Rendah
15
30
45

Tujuan pengobatan pada penderita TB paru selain mengobati, juga mencegah kematian, kekambuhan, resistensi terhadap OAT, serta memutuskan mata rantai penularan. Untuk penatalaksanaan pengobatan tuberculosis, berikut beberapa hal yang penting untuk diketahui
Mekanisme kerja Obat anti-Tuberkulosis (OAT)
1)      Aktivitas bakterisidal, untuk bakteri yang membelah cepat.
(a)    Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan adalah Rifampisin (R) dan Streptomisin (S)
(b)   Intraseluler, jenis obat yang digunakan adalah Rifampisin dan Isoniazid (INH)
2)      Aktivitas sterilisasi, terhadap the persisters (bakteri semidormant).
(a)    Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan adalah Rifampisin dan Isoniazid
(b)   Intraseluler, untuk  slowly growing bacilli digunakan Rifampisin dan Isoniazid. Untuk very slowly growing bacilli, digunakan Pirazinamid (Z).
3)      Aktivitas bakteriostatis, obat-obatan yang mempunyai aktivitas bakteriostatis terhadap bakteri tahan asam.
(a)    Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan adalah Etambutol (E), asam para-amino salisilik (PAS) dan sikloserine.
(b)   Intraseluler, kemungkinan masih dapat dimusnahkan oleh Isoniazid adalam keadaan telah terjadi resistensi sekunder.


B.     KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN TUBERKULOSIS
1.      Pengkajian Keperawatan
1.      Riwayat Keperawatan dan Pengkajian Fisik
Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat keperawatan yang perlu dikaji adalah:
1)      Aktivitas/istirahat:
Gejala:
-          Kelelelahan umum dan kelemahan
-          Dispnea saat kerja maupun istirahat
-          Kesulitan tidur pada malam hari atau demam pada malam hari, menggigil dan atau berkeringat
-          Mimpi buruk
Tanda:
-          Takikardia, takipnea/dispnea pada saat kerja
-          Kelelahan otot, nyeri, sesak (tahap lanjut)

2)      Sirkulasi
Gejala:
-          Palpitasi
Tanda:
-          Takikardia, disritmia
-          Adanya S3 dan S4, bunyi gallop (gagal jantung akibat effusi)
-          Nadi apikal (PMI) berpindah oleh adanya penyimpangan mediastinal
-          Tanda Homman (bunyi rendah denyut jantung akibat adanya udara dalam mediatinum)
-          TD: hipertensi/hipotensi
-          Distensi vena jugularis

3)      Integritas ego:
Gejala:
-          Gejala-gejala stres yang berhubungan lamanya perjalanan penyakit, masalah keuangan, perasaan tidak berdaya/putus asa, menurunnya produktivitas.
Tanda:
-          Menyangkal (khususnya pada tahap dini)
-          Ansietas, ketakutan, gelisah, iritabel.
-          Perhatian menurun, perubahan mental (tahap lanjut)

4)      Makanan dan cairan:
Gejala:
-          Kehilangan napsu makan
-          Penurunan berat badan
Tanda:
-          Turgor kulit buruk, kering, bersisik
-          Kehilangan massa otot, kehilangan lemak subkutan

5)      Nyeri dan Kenyamanan:
Gejala:
-          Nyeri dada meningkat karena pernapsan, batuk berulang
-          Nyeri tajam/menusuk diperberat oleh napas dalam, mungkin menyebar ke bahu, leher atau abdomen.
Tanda:
-          Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, gelisah.

6)      Pernapasan:
Gejala:
-          Batuk (produktif atau tidak produktif)
-          Napas pendek
-          Riwayat terpajan tuberkulosis dengan individu terinfeksi
Tanda:
-          Peningkatan frekuensi pernapasan
-          Peningkatan kerja napas, penggunaan otot aksesori pernapasan pada dada, leher, retraksi interkostal, ekspirasi abdominal kuat
-          Pengembangan dada tidak simetris
-          Perkusi pekak dan penurunan fremitus, pada pneumothorax perkusi hiperresonan di atas area yang telibat.
-          Bunyi napas menurun/tidak ada secara bilateral atau unilateral
-          Bunyi napas tubuler atau pektoral di atas lesi
-          Crackles di atas apeks paru selama inspirasi cepat setelah batuk pendek (crackels posttussive)
-          Karakteristik sputum hijau purulen, mukoid kuning atau bercak darah
-          Deviasi trakeal

7)      Keamanan:
Gejala:
-          Kondisi penurunan imunitas secara umum memudahkan infeksi sekunder.
Tanda:
-          Demam ringan atau demam akut.

8)      Interaksi Sosial:
Gejala:
-          Perasaan terisolasi/penolakan karena penyakit menular
-          Perubahan aktivitas sehari-hari karena perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran.

9)      Penyuluhan/pembelajaran:
Gejala:
-          Riwayat keluarga TB
-          Ketidakmampuan umum/status kesehatan buruk
-          Gagal untuk membaik/kambuhnya TB
-          Tidak berpartisipasi dalam terapi.
2.      Diagnosis Keperawatan
a.       Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar kapiler.
b.      Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan adanya pembentukan sputum yang berlebih
c.       Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi menurun
d.      Risiki infeksi berhubungan dengan penurunan imunitas

3.      Perencanaan Keperawatan
Hari/Tgl
No Dx
Rencana Perawatan
TTD
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Rasional
1
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ….x24 jam diharapkan tidak terjadi gangguan pertukaran gas dengan kriteria hasil:
·         Klien menunjukkan tidak ada gejala distress pernapasan.
·         TTV dalam rentang normal (Suhu: 36,5-37,5ºC, Nadi (60-80x/mnt, RR 12-20x/menit, TD 100/80-120/80  mmHg).
·         Kaji status pernafasan, catat peningkatan respirasi atau perubahan pola nafas
·         Tingkatkan tirah baring, batasi aktivitas, dan bantu kebutuhan perawatan diri sehari-hari sesuai keadaan klien
·         Ajarkan dan jelaskan tujuan penggunaan oksigen
·         Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian oksigen sesuai indikasi
·         Kolaborasi pemeriksaan AGD


·         Takipneu adalah mekanisme kompensasi untuk hipoksemia dan peningkatan usaha nafas


·         Menurunkan konsumsi oksigen selama periode penurunan penapasan dan dapat menurunkan beratnya gejala


·         Edukasi yang baik akan membuat pasien lebih mengerti tentang tindakan yang diberikan perawat
·         Memaksimalkan pertukaran oksigen secara terus menerus dengan tekanan yang sesuai


·         Penurunan kadan O2 (PO2) dan/ atau saturasi dan peningkatan PCO2 menunjukkan kebutuhan untuk intervensi/perubahan program terapi


2
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ….x24 jam diharapkan jalan napas kembali efektif dengan kriteria hasil:
·         Pernapasan klien normal (16-20x/menit)
·         Bunyi napas normal, Rh -/- dan pergerakan pernapasan normal
·         Kaji fungsi pernapasan (bunyi napas, kecepatan, irama dan kedalaman dan penggunaan otot aksesori)




·         Pertahanakan masukan cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali kontraindikasi

·         Ajarkan pasien untuk batuk efektif




·         Kolaborasi pemberian oksigen
·         Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi (Agen mukolitik, Bronkodilator, Kortikostreroid)
·         Penurunan bunyi napas dapat menunjukkan atelectasis. Ronki, mengi menunjukkan akumulasi secret/ketidakmampuan untuk membersihkan jalan napas yang dapat menimbulkan penggunaan otot aksesori pernapasan dan peningkatn kerja pernapasan
·         Pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengencerkan secret, membuatnya mudah untuk dikeluarkan.

·         Batuk adalah mekanisme pembersihan jalan nafas alami untuk mempertahankan jalan nafas paten.

·         Mencegah pengeringan membran mukosa,

·         Agen mukolitik menurunkan kekentalan dan perlengketan secret paru untuk memudahkan pembersihan. Bronkodilator meningkatkan ukuran lumen percabangan trakeobronkial, sehingga menurunkan tahanan terhadap aliran udara. Berguna pada adanya keterlibatan luas dengan hipoksemia dan bila respons inflamasi mengancam hidup.
m


3
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ….x24 jam masalah diharapkan intake nutrisi pasien terpenuhi dengan kriteria hasil:
·         Klien mengatakan mual dan anoreksia berkuarang / hilang
·         Masukan makanan adekuat dan kelemahan hilang
·         BB dalam rentang normal.


·         Kaji status nutrisi klien, turgor kulit, derajat penurunan berat badan, integritas mukosa oral, kemampuan menelan, riwayat mual/muntah, dan diare.
·         Fasilitasi klien untuk memperoleh diet biasa yang disukai klien (sesuai indikasi)
·         Lakukan dan ajarkan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan serta sebelum dan sesudah pemeriksaan peroral
·         Anjurkan makan dengan porsi sedikit tetapi sering dan tidak makan makanan yang merangsang pembentukan HCl seperti terlalu panas, dingin, pedas
·         Kolaborasi dengan ahli diet untuk menentukan komposisi diet


·         Kolaborasi untuk pemberian multivitamin

·     Memvalidasi dan menetapkan derajat masalah untuk menetapkan pilihan intervensi yang tepat.






·     Memperhitungkan keinginan individu dapat memperbaiki intake gizi



·         Menurunkan rasa tidak enak karena sisa makaan, sisa sputum atau obat pada pengobatan sistem pernapasan yang dapat merangsang pusat muntah.



·         Membantu mengurangi produksi asam lambnung/HCl akibat faktor-faktor perangsang dari luar tubuh





·         Memberikan bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi yang adekuat untuk kebutuhan metabolik dan diet


·         Multivitamin bertujuan untuk memenuhi kebutuhan vitamin yang tinggi sekunder dari peningkatan laju metabolisme umum.


4
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ….x24 jam diharapkan klien menyatakan pemahaman penyebab/faktor risiko individu, dengan kriteria hasil:
·         Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
·         Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
·         Menunjukkan perilaku hidup sehat

·         Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal.

·         Dorong masukan nutrisi, cairan dan istirahat yang cukup.


·         Anjurkan pasien untuk batuk/bersin dan mengeluarkan pada tissue dan menghindari meludah.
·         Kolaborasi untuk pemberian agen antiinfeksi sesuai indikasi,
·         Untuk mengetahui apakah pasien mengalami infeksi dan menentukan tindakan keperawatan selanjutnya.
·         Menurunkan konsumsi/kebutuhan keseimbangan oksigen dan memperbaiki pertahanan pasien terhadap infeksi, meningkatkan penyembuhan.
·     Perilaku yang diperlukan untuk mencegah penyebaran infeksi.




·     Kombinasi agen antiinfeksi digunakan, contoh 2 obat primer atau satu primer tambah 1 dan obat sekunder.

                             
                                         
4.      Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah melaksanakan intervensi keperawatan. Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan yaitu kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan kriteria hasil yang diperlukan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan. Implementasi mencakup melakukan membantu dan mengarahkan kerja aktivitas kehidupan sehari-hari. Implementasi keperawatan sesuai dengan intervensi yang telah dibuat.

5.      Evaluasi Keperawatan
No
Hari/Tgl
Jam
No Dx
Evaluasi
TTd









1.       






2.       











3.







4.

·         S: Diharapkan pasien mengatakan lebih mudah untuk bernafas
·         O : Diharapkan tidak ada tanda-tanda distress pernapasan
·         A : Masalah teratasi
·         P : Pertahankan kondisi klien


·         S: Diharapkan pasien mengatakan tidak mengalami susah dalam bernapas
·         O : Diharapkan pasien dapat mengeluarkan sputum tanpa hambatan
·         A : Masalah teratasi
·         P : Pertahankan kondisi klien


·         S:  Diharapkan pasien  mengatakan nafsu makannya sudah kembali normal
·         O: Diharapkan pasien bisa makan dengan porsi makanan yang terus meningkat (dari ¼ piring menjadi ½ piring)
·         A: Masalah teratasi sebagian
·         P : Lanjutkan intervensi dan pertahankan kondisi pasien.


·         S: Diharapkan pasien mengatakan tidak mengalami gejala infeksi baru.
·         O: Diharapkan pasien tidak menunjukkan gejala-gejala infeksi dan dapat menerapkan perilaku hidup sehat.
·         A: Masalah teratasi sebagian
·         P : Lanjutkan intervensi dan pertahankan kondisi pasien






















BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpula

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang umum, dan dalam banyak kasus bersifat mematikan. Tubercolosis ditularkan dari orang ke orang oleh transmisi melalui udara. Individu terinsfeksimelalui berbicara, batuk, bersin, tertawa atau bernyanyi, melepaskan droplet besar (>100u) dan kecil (1-5 u). Tuberkulosis sering dijuluki “the great imitator” yaitu suatu penyakit banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum seperti lemah dan demam.
Pemeriksaan fisik pada klien TB paru meliputi pemeriksaan fisik umum per sistem dari observasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital, B1 (Breathing), B2 (Blood), B3 (Brain), B4 (Bowel), dan B6 (Bone) serta pemeriksaan yang fokus pada B1 dengan pemeriksaan yang menyeluruh pada sistem pernafasan. Diagnosis terbaik dari penyakit tuberculosis diperoleh dengan pemeriksaan mikrobiologi melalui isolasi bakteri. Tuberculosis paru dapat disembuhkan secara total dengan pemberian obat antituberculosis (OAT) yang di konsumsi selama ± 6 bulan secara rutin. Penatalaksanaan tuberculosis menjadi tiga bagian yaitu pencegahan, pengobatan dan penemuan penderita (active case finding). Konsep dasar asuhan keperawatan tuberculosis yaitu pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi.


B.     Saran
Kita sebagai seorang perawat perlu mengetahui tentang penyakit tuberkulosis selain untuk menambah wawasan pengetahuan kita sebagai seorang perawat, juga untuk berbagi kepada masyarakat tentang informasi tentang penyakit tuberkulosis. Dalam merawat pasien tuberculosis seorang perawat juga harus memperhatikan keselamatan diri sendiri dengan selalu menggunakan APD lengkap dan tidak lupa memperhatikan keselamatan pasien. Makalah ini masih jauh dari sempurna, diharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk kesempurnaan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA


Amin Huda Nuratif, Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jilid 2. Yogyakarta.
Andra Saferi Wijaya, S.Kep.,Ns, Yessie Mariza Puti, S.Kep.,Ns. 2013. KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah (Keperawatan Dewasa)
Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Volume 2 Jakarta: EGC.
Doenges, Marilynn E, dkk.  2001.  Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika. Yogyakarta. Nuha Medika
Somantri Irma. Asuhan Keperawatan PD Pasien dgn Gangguan Sistem Pernapasan. Salemba
Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta:EGC
http://medicastore.com/tbc/uji_tbc.htm

















                                                     











Tidak ada komentar:

Posting Komentar