BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Demam
rematik atau demam rematik akut adalah penyakit inflamasi yang mengenai
jantung, sendi, sistem saraf pusat, dan jaringan subkutan. Akibat paling
signifikan dari demam rematik adalah penyakit jantung rematik (PJR) (Wong,
dkk, 2008). Saat ini diperkirakan insiden demam reumatik di Amerika
Serikat adalah 0,6 per 100.000 penduduk pada kelompok usia 5 sampai 19 tahun.
Insidens yang hampir sama dilaporkan di negara Eropa Barat. Angka tersebut
menggambarkan penurunan tajam apabila dibandingkan angka yang dilaporkan pada
awal abad ini, yaitu 100-200 per 100.000 penduduk.
Insidens
penyakit ini di negara maju telah menurun dengan tajam selama 6 dekade
terakhir, meskipun begitu dalam 10 tahun terakhir ini telah terjadi peningkatan
kasus demam reumatik yang mencolok di beberapa negara bagian Amerika Serikat.
Hal tersebut mengingatkan kita bahwa demam reumatik belum seluruhnya dapat
ditangani, dan selalu terdapat kemungkinan untuk menimbulkan masalah kesehatan
masyarakat baik di negara berkembang maupun negara maju.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas adapun masalah yang dapat kami kaji dalam makalah ini yaitu:
- Apa
pengertian dari demam reumatik?
- Bagaimana
epidemiologi dari demam reumatik?
- Bagaimana
etiologi dari demam reumatik?
- Apa saja
faktor predisposisi demam reumatik?
- Bagaimana
patofisiologi dari demam reumatik
- Apa saja
klasifikasi dari demam reumatik?
- Bagaimana
gejala klinis dari demam reumatik ?
- Bagaimana
pemeriksaan fisik dari demam reumatika?
- Bagaimana
pemeriksaan diagnostik dari demam reumatik?
- Bagaimana
prognosis dari demam reumatik
- Apa saja
terapi untuk demam reumatik?
- Bagaimana
konsep asuhan keperawatan demam reumatik?
C. Tujuan
Dalam pembuatan makalah
ini, adapun tujuan yang hendak dicapai penulis yaitu:
- Untuk mengetahui apa pengertian dari demam reumatik.
- Untuk
mengetahui bagaimana epidemiologi dari demam reumatik.
- Untuk
mengetahui bagaimana etiologi dari demam reumatik.
- Untuk
mengetahui apa saja faktor predisposisi dari demam reumatik.
- Untuk
mengetahui bagaimana patofisiologi dari demam reumatik.
- Untuk
mengetahui apa saja klasifikasi dari demam reumatik.
- Untuk
mengetahui bagaimana gejala klinis dari demam reumatik.
- Untuk
mengetahui bagaimana pemeriksaan fisik dari demam reumatik.
- Untuk
mengetahui bagaimana pemeriksaan diagnostik dari demam reumatik.
- Untuk
mengetahui bagaimana prognosis dari demam reumatik.
- Untuk
mengetahui apa saja terapi untuk demam reumatik.
- Untuk
mengetahui bagaimana konsep asuhan keperawatan demam reumatik.
D.
Manfaat
Adapun
manfaat dari pembuatan makalah ini semoga makalah ini bisa membantu mahasiswa
untuk lebih mengetahui tentang demam reumatik dan menambah wawasan pengetahuan
mahasiswa tentang bagaimana pemberian asuhan keperawatan pada pasien demam
reumatik
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Konsep
Dasar Penyakit
- Pengertian
Demam rematik adalah suatu penyakit
radang yang terutama menyerang sendi dan jantung dan jarang menyerang susunan
saraf pusat, kulit dan jaringan subkutis. Penyakit cenderung kambuh, serangan
awal maupun serangan kambuhan merupakan komplikasi nonsupuratif akibat infeksi
streptokokus grup A pada saluran pernafasan bagian atas ( Ilmu Kesehatan Anak,
h. 930 ).
Demam rematik merupakan penyakit
peradangan akut yang dapat menyertai faringitis yang disebabkan oleh
Streptokokus beta-hemolytikus grup A. Demam rematik yang menimbulkan gejala
sisa pada katub jantung disebut sebagai penyakit jantung rematik ( Kapita
Selekta, h. 454 ).
- Epidemologi
Saat ini diperkirakan insidens demam
reumatik di Amerika Serikat adalah 0,6 per 100.000 penduduk pada kelompok usia
5 sampai 19 tahun. Insidens yang hampir sama dilaporkan di negara Eropa Barat.
Angka tersebut menggambarkan penurunan tajam apabila dibandingkan angka yang
dilaporkan pada awal abad ini, yaitu 100-200 per 100.000 penduduk.
Sebaliknya insidens demam reumatik
masih tinggi di negara berkembang. Data dari negara berkembang menunjukkan
bahwa prevalensi demam reumatik masih amat tinggi sedang mortalitas penyakit
jantung reumatik sekurangnya 10 kali lebih tinggi daripada di negara maju. Di Srilangka
insidens demam reumatik pada tahun 1976 dilaporkan lebih kurang 100-150 kasus
per 100.000 penduduk. Di India, prevalensi demam reumatik dan penyakit jantung
reumatik pada tahun 1980 diperkirakan antara 6-11 per 1000 anak. Di Yemen,
masalah demam reumatik dan penyakit jantung reumatik sangat besar dan merupakan
penyakit kardiovaskular pertama yang menyerang anak-anak dan menyebabkan
morbiditas dan mortalitas yang tinggi . Di Yogyakarta pasien dengan
demam reumatik dan penyakit jantung reumatik yang diobati di Unit Penyakit Anak
dalam periode 1980-1989 sekitar 25-35 per tahun, sedangkan di Unit Penyakit
Anak RS. Cipto Mangunkusumo tercatat rata-rata 60-80 kasus baru per tahun1,3.
Insidens penyakit ini di negara
maju telah menurun dengan tajam selama 6 dekade terakhir, meskipun begitu dalam
10 tahun terakhir ini telah terjadi peningkatan kasus demam reumatik yang
mencolok di beberapa negara bagian Amerika Serikat. Hal tersebut mengingatkan
kita bahwa demam reumatik belum seluruhnya terberantas, dan selalu terdapat
kemungkinan untuk menimbulkan masalah kesehatan masyarakat baik di negara
berkembang maupun negara maju.
Suatu faktor penting yang mempengaruhi
insidens demam reumatik adalah ketepatan diagnosis dan pelaporan penyakit.
Sampai sekarang belum tersedia uji spesifik yang tepat untuk menegakkan
diagnosis demam reumatik akut. Terdapat kesan terdapatnya overdiagnosis demam
reumatik, sehingga diharapkan dengan kriteria diagnosis yang tepat, pengertian
dan kemampuan untuk mengenal penyakit ini serta kesadaran para dokter untuk
menanggulanginya merupakan hal yang sangat penting dalam menurunkan insidens
penyakit ini.
- Etiologi
Demam reumatik, seperti halnya dengan
penyakit lain merupakan akibat interaksi individu, penyebab penyakit dan faktor
lingkungan. Infeksi Streptococcus beta hemolyticus grup A pada tenggorok
selalu mendahului terjadinya demam reumatik, baik pada serangan pertama maupun
serangan ulangan. Untuk menyebabkan serangan demam reumatik, Streptokokus grup
A harus menyebabkan infeksi pada faring, bukan hanya kolonisasi superficial.
Berbeda dengan glumeronefritis yang berhubungan dengan infeksi Streptococcus di
kulit maupun di saluran napas, demam reumatik agaknya tidak berhubungan dengan
infeksi Streptococcus di kulit.
Hubungan etiologis antara kuman
Streptococcus dengan demam reumatik diketahui dari data sebagai berikut:
a.
Pada
sebagian besar kasus demam reumatik akut terdapat peninggian kadar antibodi
terhadap Streptococcus atau dapat diisolasi kuman beta-Streptococcus
hemolyticus grup A, atau keduanya.
b.
Insidens
demam reumatik yang tinggi biasanya bersamaan dengan insidens oleh
beta-Streptococcus hemolyticus grup A yang tinggi pula. Diperkirakan
hanya sekitar 3% dari individu yang belum pernah menderita demam reumatik
akan menderita komplikasi ini setelah menderita faringitis Streptococcus yang
tidak diobati.
c.
Serangan ulang demam reumatik akan sangat menurun bila
penderita mendapat pencegahan yang teratur dengan antibiotika.
- Faktor
Predisposi
Faktor predisposisi
penyebab demam reumatik antara lain:
a.
Faktor-faktor pada individu
1)
Faktor Genetik
Banyak demam
reumatik/penyakit jantung reumatik yang terjadi pada suatu keluarga maupun pada
anak-anak kembar. Meskipun pengetahuan tentang faktor genetik pada demam
reumatik ini tidak lengkap, namun pada umumnya disetujui bahwa ada faktor
keturunan pada demam reumatik ini, sedangkan cara penurunannya belum dapat
dipastikan.
2)
Faktor Jenis Kelamin
Dahulu sering
dinyatakan bahwa demam reumatik lebih sering didapatkan pada anak wanita
dibandingkan dengan anak laki-laki. Tetapi data yang lebih besar menunjukkan
tidak ada perbedaan jenis kelamin, meskipun manifestasi tertentu mungkin lebih
sering ditemukan pada salah satu jenis kelamin. Misalnya gejala korea jauh
lebih sering ditemukan pada wanita daripada laki-laki.
3)
Golongan Etnik dan Ras
Data di Amerika
Utara menunjukkan bahwa serangan pertama maupun ulang demam reumatik lebih
sering didapatkan pada orang kulit hitam dibandingkan dengan orang kulit putih.
Di negara-negara barat umumnya stenosis mitral terjadi bertahun-tahun setelah
serangan penyakit jantung reumatik akut. Tetapi data di India menunjukkan bahwa
stenosis mitral organik yang berat seringkali sudah terjadi dalam waktu yang
relatif singkat, hanya 6 bulan sampai 3 tahun setelah serangan pertama.
4)
Umur
Umur agaknya
merupakan faktor predisposisi terpenting pada timbulnya demam reumatik atau
penyakit jantung reumatik. Penyakit ini paling sering mengenai anak berumur
antara 5-15 tahun dengan puncak sekitar umur 8 tahun. Tidak biasa ditemukan
pada anak yang berumur 3-5 tahun dan sangat jarang sebelum anak berumur 3 tahun
atau setelah 20 tahun. Distribusi umur ini dikatakan sesuai dengan insidensi
infeksi Streptokokus pada anak usia sekolah. Tetapi Markowitz menemukan bahwa
40% penderita infeksi Streptokokus adalah mereka yang berumur antara 2-6 tahun.
Mereka ini justru jarang menderita demam reumatik. Mungkin diperlukan infeksi
berulang-ulang sebelum dapat timbul komplikasi demam reumatik.7
5)
Keadaan Gizi dan lain-lain
Keadaan gizi
anak serta adanya penyakit-penyakit lain belum dapat ditentukan apakah
merupakan faktor predisposisi untuk timbulnya demam reumatik. Hanya sudah
diketahui bahwa penderita anemia sel sabit (sickle cell anemia) jarang yang
menderita demam reumatik/penyakit jantung reumatik.
b.
Faktor-faktor lingkungan
1)
Keadaan Sosial Ekonomi yang Buruk
Keadaan sosial
ekonomi yang buruk ialah sanitasi lingkungan yang buruk, rumah-rumah dengan
penghuni padat, rendahnya pendidikan sehingga pengertian untuk segera mengobati
anak yang menderita sakit sangat kurang, pendapatan yang rendah sehingga biaya
untuk perawatan kesehatan kurang dan lain-lain. Semua hal ini merupakan
faktor-faktor yang memudahkan timbulnya demam reumatik.
2)
Iklim dan Geografi
Demam reumatik
adalah penyakit kosmopolit. Penyakit ini terbanyak didapatkan di daerah yang
beriklim sedang, tetapi data akhir-akhir ini menunjukkan bahwa daerah tropis
pun mempunyai insidensi yang tinggi, lebih tinggi daripada yang diduga semula.
Di daerah yang letaknya tinggi agaknya insidensi demam reumatik lebih tinggi
daripada di dataran rendah.
3)
Cuaca
Perubahan cuaca
yang mendadak sering mengakibatkan insidensi infeksi saluran nafas bagian atas
meningkat, sehingga insidensi demam reumatik juga meningkat.
- Patofisiologi
Streptococcus diketahui dapat menghasilkan tidak kurang
dari 20 produk ekstrasel; yang terpenting diantaranya ialah streptolisin O,
streptolisin S, hialuronidase, streptokinase, disfosforidin
nukleotidase, deoksiribonuklease serta streptococcal erythrogenic
toxin. Produk-produk tersebut merangsang timbulnya antibodi.
Demam reumatik diduga merupakan akibat kepekaan tubuh
yang berlebihan terhadap beberapa produk ini. Kaplan mengemukakan hipotesis
tentang adanya reaksi silang antibodi terhadap Streptococcus dengan otot
jantung yang mempunyai susunan antigen mirip antigen streptococcus, hal inilah
yang menyebabkan reaksi autoimun.
ASTO (anti streptolisin O) merupakan antibodi yang
paling dikenal dan paling sering digunakan untuk indikator terdapatnya infeksi
streptococcus. Lebih kurang 80% penderita demam reumatik/penyakit jantung
reumatik akut menunjukkan kenaikan titer ASTO ini; bila dilakukan pemeriksaan
atas 3 antibodi terhadap Streptococcus, maka pada 95% kasus demam
reumatik/penyakit jantung reumatik didapatkan peninggian atau lebih antibodi
terhadap Streptococcus.
Penelitian menunjukkan bahwa komponen streptokokus yang
lain memiliki reaktivitas bersama dengan jaringan lain. Ini meliputi reaksi
silang imunologik di antara karbohidrat streptokokus dan glikoprotein katup, di
antara membran protoplasma streptokokus dan jaringan saraf subtalamus serta
nuklei kaudatus dan antara hialuronat kapsul dan kartilago artikular.
Reaktivitas silang imunologik multiple tersebut dapat menjelaskan keterlibatan
organ multiple pada demam reumatik.
Peran antibodi sebagai mediator cedera jaringan belum
sepenuhnya diterima. Adanya antibodi bereaksi silang yang serupa pada serum
pasien tanpa demam reumatik mendorong penelitian mediator imun lain. Data
muthakir menunjukkan pada sitotoksitas yang ditengahi oleh sel sebagai mekanisme
alternatife untuk cedera jaringan. Penelitian menunjukkan bahwa limfosit darah
perifer pasien dengan karditis reumatik akut adalah sitotoksik terhadap sel
miokardium yang dibiak in vitro, dan bahwa serum penderita demam reumatik
menghapuskan pengaruh sitotoksik tersebut. Ini memberi kesan bahwa antibodi
yang bereaksi silang dapat mempunyai pengaruh protektif dalam pejamu tersebut.
Sekarang hipotesis yang paling banyak dipercaya adalah bahwa mekanisme
imunologik, humoral atau selular, menyebabkan cedera jaringan pada demam
reumatik.
f. Pathway
Stereptococus
20
produk ekstrasel
Streptolisin(o) treptolisin(S) hialuronidase streptokinase disfosforidin
nukleotidase deoksiribonuklease
streptococca
erythrogenic
toxin.
Antibodi
Sensitivitas
Sel B Antibodi
Imun Kompleks Sarcolema
Cardiac
Respon peradangan Mycardiak dan vascular
Katup Mitaral
Star Kerusakan
Permanen
2- 6 minggu tidak ada pengobatan
Infeksi saluran napas Kuman Beta-Hemolitic
Streptococus
Phrynx
Hasil respon imunologi abnormal
Demam
Reumatik
- Manifestasi Klinis
Perjalanan
klinis penyakit demam reumatik/penyakit jantung reumatik dapat dibagi dalam 4
stadium:
Stadium I
Stadium ini berupa infeksi saluran napas bagian atas oleh
kuman beta-Streptococcus hemolyticus grup A. Keluhan biasanya berupa demam,
batuk, rasa sakit waktu menelan, tidak jarang disertai muntah dan bahkan pada
anak kecil dapat terjadi diare.
Pada pemeriksaan fisik sering didapatkan eksudat di
tonsil yang menyertai tanda-tanda peradangan lainnya. Kelenjar getah bening
submandibular seringkali membesar. Infeksi ini biasanya berlangsung 2-4 hari
dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan.
Para peneliti mencatat 50-90% riwayat infeksi saluran
napas bagian atas pada penderita demam reumatik/penyakit jantung reumatik, yang
biasanya terjadi 10-14 hari sebelum manifestasi pertama demam reumatik/penyakit
jantung reumatik.
Stadium II
Stadium ini disebut juga periode laten, ialah masa antara
infeksi Streptococcus dengan permulaan gejala demam reumatik, biasanya periode
ini berlangsung 1-3 minggu, kecuali korea yang dapat timbul 6 minggu atau
bahkan berbulan-bulan kemudian.
Stadium
III
Merupakan fase akut demam reumatik, saat timbulnya
berbagai manifestasi klinik demam reumatik/penyakit jantung reumatik.
Manifestasi klinik tersebut dapat digolongkan dalam gejala
peradangan
umum (gejala minor) dan manifestasi spesifik (gejala mayor) demam
reumatik/penyakit jantung reumatik.
Stadium IV
Disebut
juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik tanpa kelainan
jantung atau penderita penyakit jantung reumatik tanpa gejala sisa katup tidak
menunjukkan gejala apa-apa. Pada penderita penyakit jantung reumatik
dengan gejala sisa kelainan katup jantung, gejala yang timbul sesuai dengan
jenis serta beratnya kelainan. Pada fase ini baik penderita demam reumatik
maupun penyakit jantung reumatik sewaktu-waktu dapat mengalami reaktivasi
penyakitnya.
Manifestasi Klinis Mayor
a. Sakit Persendian
Bisa berupa artralgia,
yaitu nyeri persendian dengan tanda-tanda obyektif radang. Arthritis ialah
radang persendian dengan tanda – tanda panas, merah, bengkak atau nyeri tekan
dan keterbatasan gerak persendian. Athritis terjadi pada 70 % pasien dengan
demam rematik dan mengenai beberapa persendian secara bergantian selama
beberapa hari dalam seminggu ( poliarthritis migrans ). Arthritis sering
dimulai pada kaki dan menjalar ke lengan. Tanpa pengobatan, poliarthritis
biasanya menghilang dalam 3 minggu tanpa meninggalkan bekas.
b. Pankarditis
Pankarditis berupa endokarditis, miokarditis dan perikarditis.
Karditis terjadi pada 50 % demam rematik pertama. Gejala awal adalah rasa
lelah, pucat dan anoreksia. Tanda klinis karditis meliputi takikardi,
disritmia, bising jantung patologis, kardiomegali yang secara radiologi makin
lama makin membesar, adanya gagal jantung, dan tanda perikarditis (nyeri
sekitar umbilikus karena pembengkakan hati dan terdengar friction rub). Jika
aktivitas rematik sudah menurun, yang sering menetap adalah tanda -tanda
kerusakan katub.
c. Eritema Marginatum
Eritema marginatum
biasanya timbul pada awal penyakit, dapat hilang-timbul tidak menentu.
Ditemukan pada kurang lebih 5 % pasien, dan biasanya timbul hanya pada pasien
dengan karditis. Eritema ini tidak gatal, dengan tepi eritema menjalar
mengelilingi kulit yang tampak normal dengan sentrumnya berwarna pucat.
Tersering pada batang tubuh dan tungkai proksimal, serta tidak melibatkan
wajah.
d. Nodul Subkutan
Ditemukan pada sekitar 5 –
10 % pasien, biasanya timbul dalam minggu-minggu pertama dan hanya pada pasien
dengan karditis. Nodul berukurang antara 0,5 – 2 cm, tidak nyeri dan dapat
bebas digerakkan, serta kulit yang menutupinya tidak menunjukkan tanda radang.
Umumnya terdapat pada permukaan ekstensor sendi, terutama siku, ruas jari,
lutut, dan persendian kaki.
e. Chorea Sydenham ( St. Vitus dance )
Chorea mengenai 15 %
pasien demam rematik, dan dianggap sebagai bentuk neurologis demam rematik.
Chorea berupa gerakan yang tidak disengaja dan tidak bertujuan atau
inkoordinasi muskular, biasanya pada otot wajah dan ekstremitas, serta emosi
yang labil. Gerakan yang timbul adalah sekonyong-konyong dan tidak dapat
diulang lagi, tonus otot menghilang. Gerakan chorea menghilang pada waktu
tidur.
Manifestasi
Klinis Minor
a. Demam
Demam tidak khas, bisa berlangsung sampai berkali-kali dengan tanda-tanda berupa malaise, astenia, penurunan BB. Demam biasanya terdapat pada saat permulaan terjadinya poliarthritis, tipe demam adalah remittent, tetapi umumnya tidak sering melampaui 390 C dan akan kembali normal dalam 2 – 3 minggu, walaupun bila tidak diobati.
Demam tidak khas, bisa berlangsung sampai berkali-kali dengan tanda-tanda berupa malaise, astenia, penurunan BB. Demam biasanya terdapat pada saat permulaan terjadinya poliarthritis, tipe demam adalah remittent, tetapi umumnya tidak sering melampaui 390 C dan akan kembali normal dalam 2 – 3 minggu, walaupun bila tidak diobati.
b. Nyeri abdomen.
c. Mual, muntah dan anoreksia
d. Efusi pleura
- Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
Pemeriksaan
diagnostik/penunjang pada diagnosis demam rematik akut dibagi atas 3 golongan ,
walaupun pada kenyataannya pemeriksaan laboratorium baik yang tunggal maupun
kombinasi belum ada yang memungkinkan diagnosis spesifik demam rematik akut.
a.
Golongan
pertama
Meliputi
uji radang jaringan akut, yakni reaktan fase akut sbb :
1)
Laju
Endap Darah ( LED ).
Mempunyai variasi lebar
antara normal dan abnormal dan dapat meninggi sampai jauh di atas 100 mm.
Banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal seperti anemia. Anemia ringan –
sedang ( normositik normokrom ) lazim ditemukan pada penderita demam rematik
akut.
2)
Protein
C – Reaktif ( PCR ).
Dapat digunakan untuk
ukuran beratnya proses. Pada pasien demam rematik akut ditemukan C – Reaktif
protein positif.
3)
Leukositosis
Leukositosis umumnya
sedang dan non – spesifik.
b.
Golongan
kedua
Uji bakteriologis dan
serologis yang membuktikan infeksi streptokokus sebelumnya yaitu : Tes antibodi
terhadap streptokokus. Kurang lebih 80 % penderita akan memperlihatkan kenaikan
titer anti streptolisin O ( ASO ). Titer yang berkisar dari 200 – 300 unit saja
yang dianggap normal.
c.
Golongan
ketiga
Meliputi
pemeriksaan sbb :
1)
Pemeriksaan
radiologis (Rontgen)
Untuk menemukan adanya
kardiomegali dan efusi pericardial
2)
Elektrokardiografi
(EKG)
Perpanjangan interval P –
R terdapat pada 28 – 40 % pasien., kelainan ini dapat dipakai dalam diagnosis
demam rematik. Perubahan EKG lain mencakup gelombang T yang datar/terbalik
karena miokarditis dan elevasi S–T akibat perikarditis.
3)
Ekokardiografi
Ekokardiografi adalah tes ultrasound non invasif yang digunakan untuk memeriksa ukuran, bentuk dan pergerakan struktur jantung. Cara ini menggunakan pemancaran gelombang suara frekuensi tinggi ke jantung melalui dinding dada dan mencatat sinyal yang kembali.
Ekokardiografi adalah tes ultrasound non invasif yang digunakan untuk memeriksa ukuran, bentuk dan pergerakan struktur jantung. Cara ini menggunakan pemancaran gelombang suara frekuensi tinggi ke jantung melalui dinding dada dan mencatat sinyal yang kembali.
- Prognosis
Demam
reumatik tidak akan kambuh bila infeksi Streptokokus diatasi. Prognosis sangat
baik bila karditis sembuh pada saat permulaan serangan akut demam reumatik.
Selama 5 tahun pertama perjalanan penyakit demam reumatik dan penyakit jantung
reumatik tidak membaik bila bising organik katup tidak menghilang, (Feinstein
AR dkk, 1964). Prognosis memburuk bila gejala karditisnya lebih berat dan
ternyata demam reumatik akut dengan payah jantung akan sembuh 30% pada 5 tahun
pertama dan 40% setelah 10 tahun.
Dari
data penyembuhan ini akan bertambah bila pengobatan pencegahan sekunder
dilakukan secara baik. Ada penelitian melaporkan bahwa stenosis mitralis sangat
tergantung pada beratnya karditis, sehingga kerusakkan katup mitral selama 5
tahun pertama sangat mempengaruhi angka kematian demam reumatik ini. (Irvington
House Group & U.K and U.S 1965). Penelitian selama 10 tahun yang mereka
lakukan menemukan adanya kelompok lain terutama kelompok perempuan dengan
kelainan mitral ringan yang menimbulkan payah jantung yang berat tanpa
diketahui adanya kekambuhan demam reumatik atau infeksi streptokokus.
(Stresser, 1978).
Prognosis
demam rematik juga tergantung pada stadium saat diagnosis ditegakkan, umur, ada
tidaknya dan luasnya kelainan jantung, pengobatan yang diberikan, serta jumlah
serangan sebelumnya. Prognosis pada umumnya buruk pada penderita dengan
karditis pada masa kanak-kanak. Serangan ulang dalam waktu 5 tahun pertama
dapat dialami oleh sekitar 20% penderita dan kekambuhan semakin jarang terjadi
setelah usia 21 tahun.
- Penatalaksanaan
Penatalaksanaan
demam reumatik meliputi:
a.
Tirah Baring
Semua penderita
demam reumatik harus tinggal di rumah sakit. Penderita dengan artritis atau
karditis ringan tanpa mengalami gagal jantung tidak perlu menjalani tirah
baring secara ketat. Akan tetapi, apabila terdapat karditis yang berat dengan
gagal jantung, penderita harus tirah baring total paling tidak selama
pengobatan kortikosteroid. Lama tirah baring yang diperlukan sekitar 6-8
minggu, yang paling menentukan lamanya tirah baring dan jenis aktivitas yang boleh
dilakukan adalah penilaian klinik dokter yang merawat. Sebagai pedoman, tirah
baring sebaiknya tetap diberlakukan sampai semua tanda demam reumatik akut
telah mereda, suhu kembali normal saat tirah baring tanpa pemberian obat
antipiretik, denyut nadi kembali normal dalam keadaan istirahat, dan pulihnya
fungsi jantung secara optimal.
b.
Eradikasi Kuman Streptokokus
Eradikasi harus
secepatnya dilakukan segera setelah diagnosis demam reumatik dapat ditegakkan.
Obat pilihan pertama adalah penisilin G benzatin karena dapat diberikan dalam
dosis tunggal, sebesar 600.000 unit untuk anak di bawah 30 kg dan 1 ,2 juta
unit untuk penderita di atas 30 kg.
c.
Obat Antiradang
Salisilat
memiliki efek dramatis dalam meredakan artritis dan demam. Obat ini dapat
digunakan untuk memperkuat diagnosis karena artritis demam reumatik memberikan
respon yang cepat terhadap pemberian salisi1at. Natrium salisilat diberikan
dengan dosis 100-120 mg/kg/hari dalam 4-6 dosis terbagi selama 2-4 minggu,
kemudian 8 diturunkan menjadi 75 mg/kg/hari selama 4-6 minggu. Aspirin dapat
dipakai untuk mengganti salisilat dengan dosis 100 mg/kg/hari dalam 4-6 dosis
terbagi selama seminggu, untuk kemudian diturunkan menjadi separuhnya.
Prednison dapat diberikan dengan dosis 2 mg/kg/hari dalam 3-4 dosis terbagi
selama 2 minggu, kemudian diturunkan menjadi 1 mg/kg/hari selama minggu ke 3
dan 4.
Pengobatan demam
reumatik akut pengobatan dan profilaksis infeksi Streptococcus beta hemolyticus
group A yaitu Benzatine Penisilin 1, 2 juta unit intramuskular tiap bulan.
Pengobatan
Supresif :
a.
Tanpa Kelainan Jantung :
1)
Aspirin 100 mg/kg/hari dalam dosis terbagi empat
2)
Turunkan dosis bila kadar salisilat melebihi 25
mg/100 ml
3)
Turunkan dosis bila timbul gejala tinitus
4)
Turunkan dosis 25% setelah satu minggu bila respon
kliniknya baik dan lanjutkan sampai 6-8 minggu, turunkan dosis pada 2 minggu
terakhir.
b.
Dengan kelainan Katup :
1)
Prednison 2,0 mg/kg/hari selama 2 minggu, kemudian
berangsur-angsur turunkan dosis selama 2 minggu.
2)
Bila respon baik, mulai aspirin 75 mg/kg/hari pada
minggu ke 3 dan lanjutkan samapai minggu ke 8, berangsur-angsur turunkan pada 2
minggu terakhir.
3)
Tingkatkan dosis supresi bila gejala kambuh kembali
atau laju endap darah meningkat.
B.
ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a.
Identitas.
1)
Identitas pasien meliputi
nama, umur, agama, jenis kelamin, status, pendidikan, pekerjaan, suku
bangsa, alamat, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register
dan dx.medis.
2) Identitas
penanggung jawab meliputi nama, umur, hubungan dengan pasien, pekerjaan dan
alamat.
b.
Riwayat
Kesehatan.
·
Keluhan
utama.
Badan panas,
nyeri, dan pembengkakan sendi
·
Riwayat
penyakit dahulu.
Tidak pernah
mengalami penyakit yang sama, hanya demam biasa
·
Riwayat
penyakit sekarang.
Kardiomegali, bunyi jantung muffled dan perubahan EKG
c.
Riwayat
kesehatan keluarga.
Tidak ada riwayat penyakit dari
keluarga
d.
Riwayat
kehamilan dan persalinan.
Tidak ada hubungan dengan penyakit
e.
Riwayat
kesehatan lingkungan.
- Keadaan
sosial ekonomi yang buruk
- Iklim dan geografi
- Cuaca
- Sanitasi buruk
f.
Imunisasi.
Tidak ada hubungan.
g. Riwayat nutrisi.
Adanya penurunan
nafsu makan selama sakit sehingga dapat mempengaruhi status nutrisi berubah.
h. Pengkajian persistem.
1) Sistem pernapasan.
Adanya takipneu, suara tambahan dan
cuping hidung.
2)
Sistem
kardiovaskuler.
Biasanya pada pasien yang mengalami Rheumatic Heart
Disease ditemukan suara abnormal yaitu murmur, kemudian adanya takikardi.
3) Sistem persarafan.
Apakah kesadaran
itu penuh atau apatis, somnolen atau koma pada
penderita RHD.
4) Sistem perkemihan.
Apakah di dalam
penderita RHD mengalami konstipasi, produksi kemih mengalami oligurie.
5) Sistem pencernaan.
Adanya gangguan
pencernaan karena disebabkan perubahan pola makan akibat anorexsia.
6) Sistem muskuloskeletal.
Apakah ada gangguan pada ekstermitas
atas maupun ekstermitas bawah.
7) Sistem integumen.
Integritas
turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak.
8) Sistem endokrin
Pada
penderita RHD tidak ditemukan pembesaran kelenjar tiroid.
i. Persepsi orang tua
Kecemasan
orang tua terhadap kondisi anaknya
j.
Pemeriksaan Fisik
1)
Breathing
Inspeksi : terdapat
sesak nafas, adanya otot bantu pernapasan, adanya cuping hidung
Auskultasi : terdapat
penumpukan cairan ( krekels ), adanya efusi pleura.
Palpasi : terdapat retraksi interkosta.
Perkusi : terdapat suara redup.
2)
Blood
Inspeksi : adanya
sianosis.
Auskultasi : terdapat
suara jantung murmur.
Palpasi : akral dingin, tekanan darah., kapileir
refill.
Perkusi : terdapat pergeseran suara jantung.
3)
Brain
Inspeksi : tidak
tampak
Palapsi : tampak
4)
Blader
-
Kaji
adanya poliurine
-
Urine
apakah ada keton.
5)
Bowel
-
BAB
berapa kali.
-
Jumlah
input dan output
-
Apakah ada kelainan
pada organ pencernaan.
6)
Bone
-
Adanya nyeri sendi/kelemahan sendi karena tirah baring
7) Diet pada Penyakit Demam Rhematik
a)
Tujuan Diit :
Memberikan makanan secukupnya tanpa memberatkan kerja jantung, mencegah
penimbunan garam atau air
b)
Syarat – syarat Diit :
(1)
Energi cukup untuk mempertahankan BB normal
(2) Protein cukup, 0,8 gram/kg BB
(3) Lemak sedang, 25 – 30 % kebutuhan
total kalori (10 % lemak jenuh, 15 % lemak tak jenuh)Vitamin dan mineral cukup
(4) Rendah garam, 2-3 gram perhari
(5) Cairan cukup 2 liter perhari
(6)
Bila makanan per oral tdk cukup berikan enteral atau
parenteral
(7) Bentuk makanan sesuai keadaan pasien
(8) Cara menghidangkan menarik
8) Pemeriksaan Penunjang
a)
Pemeriksaan
laboratorium darah
b)
Foto
rontgen menunjukkan pembesaran jantung
c)
Elektrokardiogram
menunjukkan aritmia E
d)
Echokardiogram
menunjukkan pembesaran jantung dan lesi
2. Diagnosa Keperawatan
a.
Hypertermi berhubungan dengan kerusakan kontrol suhu
sekunder akibat infeksi penyakit.
b.
Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada membran
synovial
c.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan peningkatan asam
lambung akibat kompensasi sistem saraf simpatis.
d.
Defisiensi pengetahuan orang tua / anak berhubungan
dengan kurangnya informasi tentang penyakit anaknya.
3. Perencanaan Keperawatan
Hari/Tgl
|
No Dx
|
Rencana Perawatan
|
TTD
|
||
Tujuan dan Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
|||
1
|
Setelah diberikan
asuhan keperawatan selama ….x24 jam
diharapkan masalah hipertermia teratasi dengan kriteria hasil:
· TTV pasien normal (Suhu:
36,5-37,5ºC, Nadi (60-80x/mnt, RR 12-20x/menit, TD 110/80-140/90 mmHg).
|
·
Kaji
suhu tubuh klien dan ukur tanda-tanda vital lain seperti nadi, TD dan
respirasi
·
Berikan klien kompres hangat pada lipatan tubuh
·
Beri edukasi dan ajarkan klien untuk minum 2 liter/hari
jika memungkinkan
·
Kolaborasi untuk pemberian antipiretik dan antiradang
seperti salisilat/ prednison serta pemberian Benzatin penicillin, ASA
(aspirin), asetaminofen (Tylenol).
|
·
Mengetahui data dasar terhadap perencanaan tindakan
yang tepat
·
Membantu meberikan evek vasodilatasi pembuluh darah
sehingga pengeluaran panas terjadi
secara evaporasi
·
Peningkatan suhu juga dapat meyebabkan kehilangan
cairan akibat evaporasi
·
Mengurangi proses peradangan sehingga peningkatan suhu
tidak terjadi serta streptococus hemolitikus b grup A akan mampu dimatikan
|
|
|
|
2
|
Setelah
diberikan asuhan keperawatan selama ….x24 jam diharapkan masalah nyeri teratasi
dengan kriteria hasil:
·
Skala nyeri 0-1
·
Tanda-tanda vital dalam rentang normal (Suhu: 36,5-37,5ºC, Nadi
(60-80x/mnt, RR 12-20x/menit, TD 110/80-140/90 mmHg).
·
Klien tidak mengeluh nyeri tidak ada nyeri tekan dan
klien tidak membatasi gerakanya.
·
Klien
tampak rileks
|
·
Kaji keluhan nyeri. Perhatikan intensitas ( skala 1-10
)
·
Observasi
tanda-tanda vital (TD, Nadi, RR , suhu).
·
Pertahankan
posisi daerah sendi yang nyeri dan beri posisi yang nyaman
·
Ajarkan teknik relaksasi progresif ( napas dalam, Guid
imageri,
visualisasi
)
·
Kolaborasi
untuk pemberian analgetik
|
·
Memberikan informasi sebagai dasar dan pengawasan
intervensi
·
Mengetahui keadaan umum dan memberikan informasi
sebagai dasar dan pengawasan intervensi
·
Menurunkan spasme/ tegangan sendi dan jaringan sekitar.
·
Membantu menurunkan spasme sendi-sendi, meningkatkan
rasa kontrol dan mampu mengalihkan nyeri.
·
Menghilangkan
nyeri
|
|
|
3
|
Setelah
diberikan asuhan keperawatan selama ….x24 jam masalah diharapkan
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan dapat teratasi dengan kriteria hasil:
·
Klien
mengatakan mual dan anoreksia berkuarang / hilang
·
Masukan makanan adekuat dan kelemahan hilang
·
BB
dalam rentang normal.
|
·
Kaji status nutrisi klien, turgor kulit, derajat
penurunan berat badan, integritas mukos oral, kemampuan menelan, riwayat
mual/muntah, dan diare.
·
Fasilitasi klien untuk memperoleh diet biasa yang
disukai klien (sesuai indikasi)
·
Lakukan dan ajarkan perawatan mulut sebelum dan sesudah
makan serta sebelum dan sesudah pemeriksaan peroral
·
Anjurkan makan dengan porsi sedikit tetapi sering dan
tidak makan makanan yang merangsang pembentukan HCl seperti terlalu panas,
dingin, pedas
·
Kolaborasi untuk pemberian multivitamin
|
· Memvalidasi
dan menetapkan derajat masalah untuk menetapkan pilihan intervensi yang
tepat.
· Memperhitungkan
keinginan individu dapat memperbaiki intake gizi
·
Menurunkan rasa tidak enak karena sisa makaan, sisa
sputum atau obat pada pengobatan sistem pernapasan yang dapat merangsang
pusat muntah.
·
Membantu mengurangi produksi asam lambnung/HCl akibat
faktor-faktor perangsang dari luar tubuh
·
Multivitamin
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan vitamin yang tinggi sekunder dari
peningkatan laju metablisme umum.
|
|
|
4
|
Setelah
dilakukan asuhan keperawatan selama ….x24 jam diharapkan pengetahuan orang tua
/anak bertambah dengan kriteria hasil:
·
Pasien
dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis, dan program pengobatan
·
Pasien
dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar
|
·
Kaji
kemampuan klien untuk mengikuti pembelajaran (tingkat kecemasan, kelelahan umum,
pengetahuan klien sebelumnya dan suasana yang tepat)
·
Berikan terapi bermain yang sesuai dan tidak membuat
lelah.
·
Ajarkan keluarga untuk membatasi aktivitas anak sampai
manifestasi klinis demam reumatik tidak ada dan berikan periode istirahat
·
Kolaborasi
pemberian antibiotik sesuai program.
|
·
Keberhasilan proses pembelajaran dipengaruhi oleh
kesiapan fisik,emosional dan lingkungan yang kondusif
·
Membantu untuk mengurangi nyeri saat beraktivitas.
·
Mencegah penularan bakteri atau virus.
·
Membantu anak agar lupa dengan nyerinya.
|
|
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah melaksanakan intervensi
keperawatan. Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan yaitu
kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk
mencapai tujuan dan kriteria hasil yang diperlukan dari asuhan keperawatan
dilakukan dan diselesaikan. Implementasi mencakup melakukan membantu dan
mengarahkan kerja aktivitas kehidupan sehari-hari. Implementasi keperawatan
sesuai dengan intervensi yang telah dibuat.
5.
Evaluasi Keperawatan
No
|
Hari/Tgl
Jam
|
No Dx
|
Evaluasi
|
TTd
|
1
2
3
4
|
1
2
3
4
|
·
S:
Diharapkan pasien mengatakan demamnya
sudah berkurang
·
O
: Diharapkan TTV klien dalam batas normal (Suhu: 36,5-37,5ºC, Nadi
(60-80x/mnt, RR 12-20x/menit, TD 110/80-140/90 mmHg)
·
A
: Masalah teratasi
·
P
: Pertahankan kondisi klien
·
S: Diharapkan pasien mengatakan nyerinya sudah berkurang
·
O:
Diharapkan pasien sudah mulai bisa beraktifitas
·
A
: masalah teratasi sebagian.
·
P
: Lanjutkan intervensi dan pertahankan kondisi pasien.
·
S: Diharapkan pasien mengatakan nafsu makannya sudah kembali
normal
·
O:
Diharapkan pasien bisa makan dengan porsi makanan yang terus meningkat (dari
¼ piring menjadi ½ piring)
·
A:
Masalah teratasi sebagian
·
P
: Lanjutkan intervensi dan pertahankan kondisi pasien.
·
S: Diharapkan pasien dan keluarganya mengatakan pengetahuan tentang penyakit
demam reumatiknya bertambah.
·
O:
Diharapkan pasien dan keluarga menerapkan saran dan edukasi yang sudah
diberikan
·
A:
Masalah teratasi
·
P
: Lanjutkan intervensi
|
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Demam
rematik adalah suatu penyakit radang yang terutama menyerang sendi dan jantung
dan jarang menyerang susunan saraf pusat, kulit dan jaringan subkutis. Demam
reumatik, seperti halnya dengan penyakit lain merupakan akibat interaksi
individu, penyebab penyakit dan faktor lingkungan. Infeksi Streptococcus
beta hemolyticus grup A pada tenggorok selalu mendahului terjadinya demam
reumatik, baik pada serangan pertama maupun serangan ulangan. Untuk menyebabkan
serangan demam reumatik, Pemeriksaan diagnostik/penunjang pada diagnosis demam
rematik akut dibagi atas 3 golongan , Demam reumatik tidak akan kambuh bila
infeksi Streptokokus diatasi. Prognosis sangat baik bila karditis sembuh pada
saat permulaan serangan akut demam reumatik.Asuhan keperawatan pada demam
rematik yaitu pengkajian,diagnosa, perencanaan implementasi dan evaluasi
B. Saran
Kita
sebagai seorang perawat perlu mengetahui tentang demam rematik selain untuk
menambah wawasan pengetahuan kita sebagai seorang perawat, juga untuk berbagi
kepada masyarakat tentang informasi tentang demam rematik. Makalah ini masih
jauh dari sempurna, diharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk
kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Amin Huda Nuratif, Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC.
Yogyakarta
Baradero Mery spc. MN.dkk.2008 Klien
Gangguan Kardiovaskuler Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 3 Penerbit Gaya
Baru ,Jakarta
Brunner & Suddarth. 2001. Buku
Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Volume 2 Jakarta:
EGC.
Doenges, Marilynn E, dkk. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC
Huon H. Gray,
Keith D. Dawkins, John M.Morgan, Ianian A.Simpson. 2005. Lecture Notes Kardiologi Edisi Keempat.
Wong Donna L.2004. Pedoman
Klinis Keperawan Pediatrik.Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran. EGC.
Jakarta.
http://www.ichrc.org/610-demam-reumatik-akut
Tidak ada komentar:
Posting Komentar