Laman

Welcome to My Blog | RistaLikestar.blogspot.com | it's fun blog | Sharing | thank's for your visit |

Selasa, 07 Juni 2016

asuhan keperawatan sindrom nefrotik

BAB I

PENDAHULUAN


A.        Latar Belakang


Sistem perkemihan terdiri dari organ ginjal, ureter, vesika urinaria (kandung kemih) dan uretra membentuk sistem urinarius. Fungsi utama ginjal adalah mengatur cairan serta elektrolit dan komposisi asam- basa cairan tubuh, mengeluarkan produk akhir metabolic dari dalam darah, dan mengatur tekanan darah.
Sebanyak 80 %, nefrosis pada masa anak-anak merupakan sindrom nefrotik yang responsive terhadap steroid, yang menimbulkan minimal change secara histologist, SNRS terjadi pada umur 2-5 tahun dengan manifestasi edema, proteinuria berat dan hipoalbuminemia tetapi kadar kreatinin plasma dan komponen plasma normal Kadang-kadang disertai hematuri, hipertensi dan menurunnya kecepatan filtrasi glomerulus.Sebab pasti belum jelas, dianggap sebagai suatu penyakit autoimun.
Secara umum etiologi dibagi menjadi nefrotic syndrome bawaan, sekunder, idiopatik dan sklerosis glomerulus.Penyakit ini biasanya timbul pada 2/100000 anak setiap tahun.Primer terjadi pada anak pra sekolah dan anak laki-laki lebih banyak daripada anak perempuan.
Peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan sangat penting karena pada pasien syndrome nefrotic sering timbul berbagai masalah yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan manusia.Perawat diharapkan memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang memadai.Fokus asuhan keperawatan adalah mengidentifikasi masalah yang timbul, merumuskan diagnosa keperawatan, membuat rencana keperawatan, melaksanakan dan mengevaluasi tindakan yang telah diberikan apakah sudah diatasi atau belum atau perlu modifikasi.

B.        Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, masalah  yang dapat kami kaji dalam makalah ini diantaranya:
1.      Bagaimana konsep dasar penyakit syndromnefrotik ?
2.      Bagaimana asuhan keperawatan syndromnefrotik ?

C.        Tujuan Penulisan

Dalam pembuatan tugas ini, adapun tujuan yang hendak dicapai penulis yaitu:
1.      Untuk mengetahui konsep dasar penyakit syndromnefrotik ?
2.      Untuk mengetahui asuhan keperawatan syndromnefrotik ?

D.        Metode Penulisan

Metode yang kami gunakan dalam menulis makalah ini, yaitu :
1.      Metode Kepustakaan
Adalah metode pengumpulan data yang digunakan penulis dengan mempergunakan buku atau refrensi yang berkaitan dengan masalah yang sedang dibahas
2.      Metode Media Informatika
Adalah metode dengan mencari data melalui situs-situs di internet

 

 

 

 

 




BAB II

PEMBAHASAN


A.    Konsep Dasar Penyakit Syndrom Nefrotik

1.      Pengertian

a         Sindrom Nefrotik adalah gangguan klinik yang ditandai dengan peningkatan protein urine (proteinuria), edema, penurunan albumin dalam darah (hipoalbuminemia), dan kelebihan lipid dalam darah (hiperlipidemia). Kejadian ini diakibatkan oleh kelebihan pecahan plasma protein ke dalam urine karena peningkatan permeabilitas membran kapiler glomerulus.
b        Sindrom nefrotik merupakan gangguan klinis ditandai oleh peningkatan protein, penurunan albumin dalam darah (hipoalbuminemia), edema dan serum kolesterol yang tinggi dan lipoprotein densitas rendah (hiperlipidemia).
c         Sindrom nefrotik adalah keadaan klinik dengan proteinuria masif (>3,5 g/hari), hipoalbuminemia, edema dan hiperlipidimia, biasanya kadar BUN normal. Disertai penyakit glomerulus (idiopatik) primer atau mungkin berkaitan dengan berbagai gangguan sistemik dengan ginjal yang terserang secara sekunder.
       Jadi, sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbuminemia, dan hiperkolesterolemia.Kadang-kadang terdapat hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal.

2.      Epidemiologi

            Sindrom nefrotik paling banyak terjadi pada anak umur 3-4 tahun dengan perbandingan pasien wanita dan pria adalah 1 : 2


3.      Etiologi/ faktor predisposisi

            Sebab penyakit sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun. Jadi merupakan suatu reaksi antigen-antibodi. Umumnya para ahli membagi etiologinya menjadi:

a         Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Gejalanya adalah edema pada masa neonatus. Sindrom nefrotik jenis ini resisten terhadap semua pengobatan. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah pencangkokan ginjal pada masa neonatus namun tidak berhasil. Prognosis buruk dan biasanya penderita meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya.
b        Sindrom nefrotik sekunder
Disebabkan oleh:
1)      Malaria kuartana atau parasit lain.
2)      Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid.
3)      Glumeronefritis akut atau glumeronefritis kronis, trombisis vena renalis.
4)      Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, sengatan lebah, racun oak, air raksa.
5)      Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membranoproliferatif  hipokomplementemik.
c         Sindrom nefrotik idiopatik ( tidak diketahui sebabnya )
Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dengan pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop elektron, Churg dkk membagi dalam 4 golongan yaitu: kelainan minimal,nefropati membranosa, glumerulonefritis proliferatif dan glomerulosklerosis fokal segmental.
d        Glomeruloskerosis fokal segmental
Pada kelainan ini yang mencolok sclerosis glomerulus, sering disertai atrofi tubulus.

4.      Patofisiologi

            Penyebab dari sindrom nefrotik terdiri dari  primer dan sekunder, penyebab secara primer berkaitan dengan berbagai penyakit ginjal, seperti: Glomerulonefritis,Nefrotik sindrom perubahan minimal.Sedangkan secara sekunder yaitu akibat infeksi, penggunaan obat, dan penyakit sistemik lain, seperti: Diabetes mellitus disertai glomerulosklerosis interkapiler, Sistema lupus eritematosus, Amyloidosis, dan trombosis vena renal. Kondisi dari sindrom nefrotik adalah hilangnya plasma protein, terutama albumin ke dalam urine. Meskipun hati mampu meningkatkan produksi albumin, namun organ ini tidak mampu untuk terus mempertahankannya jika albumin terus-menerus hilang melalui ginjal sehingga terjadi hipoalbuminemia.
            Terjadi penurunan tekanan onkotik menyebabkan edema generalisata akibat cairan yang berpindah dari sistem vaskuler ke dalam ruang caiaran ekstraseluler. Penurunan sirkulasi volume darah mengaktifkan sistem renin-angiotensin menyebabkan retensi natrium dan edema lebih lanjut. Manifestasi hilangnya protein dalam serum akan menstimulasi sintesis lipoprotein di hati dan terjadi peningkatan konsentrasi lemak dalam darah (hiperlipidemia).
            Sindrom nefrotik dapat terjadi di hampir  setiap penyakit renal intrinsik atau sistemik yang memengaruhi glomerulus. Meskipun secara umum penyakit ini dianggap menyerang anak-anak, namun sindromnefrotik juga terjadi pada orang dewasa termasuk  lansia..Respon perubahan patologis pada glomerulus secara fungsional akan memberikan berbagai masalah keperawatan pada pasien yang mengalami glomerulus progresif cepat
            Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling utama adalah proteinuria sedangkan yang lain dianggap sebagai manifestasi sekunder. Kelainan ini disebabkan oleh karena kenaikan permeabilitas dinding kapiler glomerulus yang sebabnya belum diketahui yang terkait dengan hilangnya muatan negative gliko protein dalam dinding kapiler. Pada sindrom nefrotik keluarnya protein terdiri atas campuran albumin dan protein yang sebelumnya terjadi filtrasi protein didalam tubulus terlalu banyak akibat dari kebocoran glomerolus dan akhirnya diekskresikan dalam urin.
            Pada sindrom nefrotik protein hilang lebih dari 2 gram perhari yang terutama terdiri dari albumin yang mengakibatkan hipoalbuminemia, pada umumnya edema muncul bila kadar albumin serum turun dibawah 2,5 gram/dl. Mekanisme edema belum diketahui secara fisiologi tetapi kemungkinan edema terjadi karena penurunan tekanan onkotik/ osmotic intravaskuler yang memungkinkan cairan menembus keruang intertisial, hal ini disebabkan oleh karena hipoalbuminemia. Keluarnya cairan keruang intertisial menyebabkan edema yang diakibatkan pergeseran cairan. Akibat dari pergeseran cairan ini volume plasma total dan volume darah arteri menurun dibandingkan dengan volume sirkulasi efektif, sehingga mengakibatkan penurunan volume intravaskuler yang mengakibatkan menurunnya tekanan perfusi ginjal. Hal ini mengaktifkan system rennin angiotensin yang akan meningkatkan konstriksi pembuluh darah dan juga akan mengakibatkan rangsangan pada reseptor volume atrium yang akan merangsang peningkatan aldosteron yang merangsang reabsorbsi natrium ditubulus distal dan merangsang pelepasan hormone anti diuretic yang meningkatkan reabsorbsi air dalam duktus kolektifus. Hal ini mengakibatkan peningkatan volume plasma tetapi karena onkotik plasma berkurang natrium dan air yang direabsorbsi akan memperberat edema.
            Stimulasi renis angiotensin, aktivasi aldosteron dan anti diuretic hormone akan mengaktifasi terjadinya hipertensi. Pada sindrom nefrotik kadar kolesterol, trigliserid, dan lipoprotein serum meningkat yang disebabkan oleh hipoproteinemia yang merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati, dan terjadinya katabolisme lemak yang menurun karena penurunan kadar lipoprotein lipase plasma. Hal ini dapat menyebabkan arteriosclerosis.
            Pada status nefrosis hampir semua kadar lemak (kolesterol, trigliserida) dan lipoprotein serum meningkat. Hipoproteinemia merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati, termasuk lipoprotein dan katabolisme lemak menurun, karena penurunan kadar lipoprotein lipase plasma. Sistem enzim utama yang mengambil lemak dari plasma. Apakah lipoprotein plasma keluar melalui urin belum jelas  Sindrom nefrotik dapat terjadi dihampir setiap penyakit renal intrinsik atau sistemik yang mempengaruhi glomerulus. Meskipun secara umum penyakit ini dianggap menyerang anak-anak, namun sindrom nefrotik juga terjadi pada orang dewasa termasuk lansia. Respon perubahan patologis pada glomerulus secara fungsional akan memberikan berbagai masalah keperawatan pada pasien yang mengalami glomerulus progresif cepat.

 




Pathway























5.      Klasifikasi

Whaley dan Wong (1999 : 1385) membagi tipe-tipe sindrom nefrotik:
a.    Sindrom Nefrotik Lesi Minimal ( MCNS : minimal change nephrotic syndrome).
Kondisi yang sering menyebabkan sindrom nefrotik pada anak usia sekolah. Anak dengan sindrom nefrotik ini, pada biopsi ginjalnya terlihat hampir normal bila dilihat dengan mikroskop cahaya.
b.    Sindrom Nefrotik Sekunder
Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler seperti lupus eritematosus sistemik, purpura anafilaktik, glomerulonefritis, infeksi system endokarditis, bakterialis dan neoplasma limfoproliferatif
c.    Sindrom Nefrotik Kongenital
Factor herediter sindrom nefrotik disebabkan oleh gen resesif autosomal. Bayi yang terkena sindrom nefrotik, usia gestasinya pendek dan gejala awalnya adalah edema dan proteinuria. Penyakit ini resisten terhadap semua pengobatan dan kematian dapat terjadi pada tahun-yahun pertama kehidupan bayi jika tidak dilakukan dialysis.

6.      Gejala klinis

            Manifestasi utama sindrom nefrotik adalah edema. Edema biasanya bervariasi dari bentuk ringan sampai berat (anasarka). Edema biasanya lunak dan cekung bila ditekan (pitting), dan umumnya ditemukan disekitar mata (periorbital) yang tampak pada pagi hari, dan berlanjut ke abdomen terjadi penumpukan cairan pada rongga pleura yang menyebabkan efusi pleura, daerah genitalia dan ekstermitas bawah yaitu pitting (penumpukan cairan) pada kaki bagian atas, penumpukan cairan pada rongga peritoneal yang menyebabkan asites.

a         Penurunan jumlah urin : urine gelap, berbusa, volume urin berkurang, warna agak keruh dan berbusa, selama beberapa minggu mungkin terdapat hemturia dan oliguri terjadi karena penurunan volume cairan vaskuler yang menstimulli sistem renin-angio-tensin, yang mengakibatkan disekresinya hormon anti diuretik (ADH)
b        Pucat
c          Hematuri
d        Anoreksia dan diare disebabkan karena edema mukosa usus.
e         Sakit kepala, malaise, nyeri abdomen, berat badan meningkat dan keletihan umumnya terjadi.
f         Gagal tumbuh dan pelisutan otot (jangka panjang)
g        Proteinuria > 3,5 gr/hr pada dewasa atau 0,05 g/kg BB/hr pada anak-anak
h        Hipoalbuminemia < 30 gr/l
i          Hiperlipidemia, umumnya ditemukan hiperkolesterolemia
j          Hiperkoagulabilitas, yang akan meningkatkan risiko trombosis vena dan arteri
k        Kenaikan berat badan secara progresif dalam beberapa hari/minggu.
l          klien mudah lelah atau lethargie tapi tidak kelihatan sakit payah.
m      Hipertensi (jarang terjadi) karena penurunan voulume intravaskuler yang mengakibatkan menurunnya tekanan perfusi renal yang mengaktifkan sistem renin angiotensin yang akan meningkatkan konstriksi pembuluh darah.
n        Pembengkakan jaringan akibat penimbunan garam dan air

7.    Pemeriksaan Diagnostic

a.       Laboratorium

1)      Urine
Volume biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguria). Warna urine kotor, sediment kecoklatan menunjukkan adanya darah, hemoglobin, mioglobin, porfirin. Berat jenis kurang dari 1,020 menunjukkan penyakit ginjal. Contoh glomerulonefritis, pielonefritis dengan kehilangan kemampuan untuk meningkatkan, menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal berat. pH lebih besar dari 7 ditemukan pada infeksi saluran kencing, nekrosis tubular ginjal dan gagal ginjal kronis (GGK). Protein urin meningkat (nilai normal negatif).
2)      Darah
Hemoglobin menurun karena adanya anemia. Hematokrit menurun. Natrium biasanya meningkat, tetapi dapat bervariasi. Kalium meningkat sehubungan dengan retensi seiring dengan perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah merah). Klorida, fsfat dan magnesium meningkat. Albumin. Kimia serum : protein total dan albumin menurun, kreatinin meningkat atau normal, trigliserida meningkat dan gangguan gambaran lipid. Penurunan pada kadar serum dapat menunjukkan kehilangan protein dan albumin melalui urin, perpindahan cairan, penurunan pemasukan dan penurunan sintesis karena kekurangan asam amino essensial. Kolesterol serum meningkat (umur 5-14 tahun : kurang dari atau sama dengan 220 mg/dl). Pemeriksaan urin dan darah untuk memastikan proteinuria, proteinemia, hipoalbuminemia, dan hiperlipidemia.

b.      Biosi ginjal dilakukan untuk memperkuat diagnosa. Biopsi dengan memasukkan jarum kedalam ginjal : pemeriksaaan histology jaringan ginjal untuk menegakkan diagnosis.

c.       Pemeriksaan penanda Auto-immune (ANA, ASOT, C3, cryoglobulins, serum electrophoresis).


8.    Penatalaksanaan

a.    Sindrom nefrotik serangan pertama.
Perbaiki keadaan umum penderita :
1)   Diet tinggi kalori, tinggi protein, rendah garam, rendah lemak. Rujukan ke bagian gizi diperlukan untuk pengaturan diet terutama pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal.
2)   Tingkatkan kadar albumin serum, kalau perlu dengan transfusi plasma atau albumin konsentrat.
3)   Berantas infeksi.
4)   Lakukan work-up untuk diagnostik dan untuk mencari komplikasi.
5)   Berikan terapi suportif yang diperlukan: Tirah baring bila ada edema anasarka. Diuretik diberikan bila ada edema anasarka atau mengganggu aktivitas. Jika ada hipertensi, dapat ditambahkan obat antihipertensi.
6)   Terapi prednison sebaiknya baru diberikan selambat-lambatnya 14 hari setelah diagnosis sindrom nefrotik ditegakkan untuk memastikan apakah penderita mengalami remisi spontan atau tidak. Bila dalam waktu 14 hari terjadi remisi spontan, prednison tidak perlu diberikan, tetapi bila dalam waktu 14 hari atau kurang terjadi pemburukan keadaan, segera berikan prednison tanpa menunggu waktu  14 hari.
b.    Sindrom nefrotik kambuh (relapse)
1)   Berikan prednison sesuai protokol relapse, segera setelah diagnosis relapse ditegakkan.
2)   Perbaiki keadaan umum penderita.
c.    Sindrom nefrotik kambuh tidak sering
Adalah sindrom nefrotik yang kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan atau < 4 kali dalam masa 12 bulan.
1)   Induksi
Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80 mg/hari, diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu.
2)   Rumatan
Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 40 mg/m2/48 jam, diberikan selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu, prednison dihentikan.
d.      Sindromnefrotik kambuh sering
Adalah sindrom nefrotik yang kambuh > 2 kali dalam masa 6 bulan atau > 4 kali dalam masa 12 bulan.
1)   Induksi
Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80 mg/hari, diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu.
2)   Rumatan
Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 60 mg/m2/48 jam, diberikan selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu, dosis prednison diturunkan menjadi 40 mg/m2/48 jam diberikan selama 1 minggu, kemudian 30 mg/m2/48 jam selama 1 minggu, kemudian 20 mg/m2/48 jam selama 1 minggu, akhirnya 10 mg/m2/48 jam selama 6 minggu, kemudian prednison dihentikan.
     Pada saat prednison mulai diberikan selang sehari, siklofosfamid oral 2-3 mg/kg/hari diberikan setiap pagi hari selama 8 minggu. Setelah 8 minggu siklofosfamid dihentikan. Indikasi untuk merujuk ke dokter spesialis nefrologi anak adalah bila pasien tidak respons terhadap pengobatan awal, relapse frekuen, terdapat komplikasi, terdapat indikasi kontra steroid,  atau untuk biopsi ginjal.
Penatalaksanaan Keperawatan
a.       Tirah baring
       Menjaga pasien dalam keadaan tirah baring selama beberapa harimungkin diperlukan untuk meningkatkan diuresis guna mengurangi edema. Baringkan pasien setengah duduk, karena adanya cairan di rongga thoraks akan menyebabkan sesak nafas. Berikan alas bantal pada kedua kakinya sampai pada tumit (bantal diletakkan memanjang, karena jika bantal melintang maka ujung kaki akan lebih rendah dan akan menyebabkan edema hebat).
b.      Terapi cairan
       Jika klien dirawat di rumah sakit, maka intake dan output diukur secara cermat da dicatat. Cairan diberikan untuk mengatasi kehilangan cairan dan berat badan harian.
c.       Perawatan kulit
       Edema masif merupakan masalah dalam perawatan kulit. Trauma terhadap kulit dengan pemakaian kantong urin yang sering, plester atau verban harus dikurangi sampai minimum. Kantong urin dan plester harus diangkat dengan lembut, menggunakan pelarut dan bukan dengan cara mengelupaskan. Daerah popok harus dijaga tetap bersih dan kering dan scrotum harus disokong dengan popok yang tidak menimbulkan kontriksi, hindarkan menggosok kulit.
d.      Perawatan mata
       Tidak jarang mata anak tertutup akibat edema kelopak mata dan untuk mencegah alis mata yang melekat, mereka harus diswab dengan air hangat.
e.       Penatalaksanaan krisis hipovolemik.
       Anak akan mengeluh nyeri abdomen dan mungkin juga muntah dan pingsan. Terapinya dengan memberikan infus plasma intravena. Monitor nadi dan tekanan darah.
f.       Pencegahan infeksi.
       Anak yang mengalami sindrom nefrotik cenderung mengalami infeksi dengan pneumokokus kendatipun infeksi virus juga merupakan hal yang menganggu pada anak dengan steroid dan siklofosfamid.
g.      Perawatan spesifik meliputi: mempertahankan grafik cairan yang tepat, penimbnagan harian, pencatatan tekanan darah dan pencegahan dekubitus.
h.      Dukungan bagi orang tua dan anak. Orang tua dan anak sering kali tergangu dengan penampilan anak. Pengertian akan perasan ini merupakan hal yang penting. Penyakit ini menimbulkan tegangan yang berta pada keluarga dengan masa remisi, eksaserbasi dan masuk rumah sakit secara periodik. Kondisi ini harus diterangkan pada orang tua sehingga mereka mereka dapat mengerti perjalanan penyakit ini. Keadaan depresi dan frustasi akan timbul pada mereka karena mengalami relaps yang memaksa perawatan di rumahn sakit.
i.        Bila pasien seorang anak laki-laki, berikan ganjal dibawah skrotum untuk mencegah pembengkakan skrotum karena tergantung (pernah terjadi keadaan skrotum akhirnya pecah dan menjadi penyebab kematian pasien).

9.      Prognosis

a.    Prognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai berikut :
1)   Menderita untuk pertamakalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas 6 tahun.
2)   Disertai oleh hipertensi.
3)    Disertai hematuria.
4)    Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder.
5)   Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal.
Pada umumnya sebagian besar (+ 80%) sindrom nefrotik primer memberi respons yang baik terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50% di antaranya akan relapse berulang dan sekitar 10%  tidak memberi respons lagi dengan pengobatan steroid. 
10.  Komplikasi
a.       Infeksi sekunder mungkin karena kadar imunoglobulin yang rendah akibat hipoalbuminemia.
b.      Shock hipovolemik: terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (< 1 gram/100ml) yang menyebabkan hipovolemia berat sehingga menyebabkan shock.
c.       Trombosis vaskuler : mungkin akibat gangguan sistem koagulasi sehingga terjadi peninggian fibrinogen plasma.
d.      Komplikasi yang bisa timbul adalah malnutrisi atau kegagalan ginjal.
e.       Trombosis vena, akibat kehilangan anti-thrombin 3, yang berfungsi untuk mencegah terjadinya trombosis vena ini sering terjadi pada vena renalis. Tindakan yang dilakukan untuk mengatasinya adalah dengan pemberian heparin.
f.       Gagal ginjal akut akibat hipovolemia. Disamping terjadinya penumpukan cairan di dalam jaringan, terjadi juga kehilangan cairan di dalam intravaskuler.
g.      Edema pulmonal, akibat kebocoran cairan, kadang-kadang masuk kedalam paru-paru yang menyebabkan hipoksia dan dispnea.
h.      Perburukan pernafasan (berhubungan dengan retensi cairan)
i.        Kerusakan kulit        
j.        Peritonitis (berhubungan dengan asites)
k.      Hipovolemia
l.        Komplikasi tromboemboli- terombosis vena renal, trombosis vena dan arteri ekstremitas dan trombosis arteri serebral

B.     Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1.      Pengkajian

Dasar data pengkajian pasien:

a.    Aktivitas / Istirahat
     Gejala         : Keletihan, kelemahan, malaise
     Tanda         : Kelemahan otot, kehilangan tonus

b.    Sirkulasi
     Tanda: Hipotensi/ hipertensi( termasuk hipertensi malignan, hipertensi akibat kehamilan/ eklampsia)\
     Disritmia jantung
                 Nadi lemah/halus, hipotensi ortostatik( hipovolemia)
                 Nadi kuat( hipervolemia)
                 Edema jaringan umum( termasuk area periorbital, mata kaki, sakrum)
                 Pucat, kecenderungan perdarahan

c.    Eleminasi
Gejala: Perubahan pola berkemih biasanya : peningkatan frekuensi,         polyuria (kegagalan dini), atau penurunan frekuensi/ oliguria(fase akhir)
                 Disuria, ragu- ragu, dorongan, dan retensi( inflamasi,/ obstruksi, infeksi).
                 Abdomen kembung, diare, atau konstipasi
     Tanda; Perubahan warna urine contoh kuning pekat, merah, coklat, berawan
                 Oliguria( biasanya 12-21 hari); poliuria(2-6 L/hari)
                                                                                           
d.   Makananan/ Cairan
     Gejala         : Peningkatan berat badan(edema), penurunan berat badan( dehidrasi), mual, muntah, anoreksia, nyeri ulu hati.
                   Tanda         : Perubahan turgor kulit,/ kelembaban. Edema (umum, bagian bawah)

e.    Neurosensori
Gejala         : Sakit kepala, pengelihatan kabur
                   Kram otot/ kejang; sindrom” kaki gelisah”
Tanda         :
Gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian, ketidak mampuan berkonsentrasi,hilang memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran( azotemia, ketidakseimbangan elektrolit/ asam/ basa)
Kejang, aktivitas kejang, faskikulasi otot.

f.     Nyeri/ kenyamanan
     Gejala         : Nyeri tubuh, sakit kepala.
Tanda         : Perilaku berhati- hati, gelisah

g.    Pernafasan 
       Gejala : Nafas pendek
       Tanda  :
Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi, kedalaman (pernafasan Kussmaul); nafas amonia.
Batuk produktif dengan sputum kental merah muda ( edema paru).

h.    Keamanan
Gejala         : Adanya reaksi transfusi
Tanda         : Demam(sepsis, dehidrasi)
       Pretekie, area kulit ekimosis
       Pruritus, kulit kering

i.      Penyuluhan/ Pembelajaran
        Gejala  : Riwayat penyakit polikistik keluarga, nefritis herediter, batu                                  urinarius, malignansi.
                

2.      Diagnosa keperawatan

a.    Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein sekunder akibat peningkatan permiabilitas glomerulus ditandai dengan pasien mengalami edema
b.    Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat
c.    Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik.
d.   Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi.
e.    Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh yang menurun.

3.      Perencanaan Keperawatan


Hari/Tgl
No Dx
Rencana Perawatan
TTD
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Rasional
1
Setelah diberikan tindakan asuhan keperawatan selama ….x24 jam diharapkan kelebihan volume cairan dapat diatasi dengan kriteria hasil:
1.      Terbebas dari edema dan efusi
2.      Bunyi nafas bersih, tidak ada dyspneu
3.      Terbebas dari kelelahan, kecemasan, dan bingung
4.      Menunjukan haluaran urine tepat dengan berat jenis/ hasil laboratorium mendekati normal
5.      Berat badan stabil
1.      Observasi denyut jantung, TD, dan CVP









2.      Catat pemasukan dan pengeluaran akurat.Termasuk cairan” tersembunyi” seperti aditif antibiotik. Ukur kehilangan GI dan perkirakan kehilangan tak kasat mata, contoh
3.      Berkeringat. Awasi berat jenis urine.



4.      Rencanakan penggantian cairan pada pasien, dalam pembatasan multipel. Berikan minuman yang disukai sepanjang 24 jam. Berikan bervariasi panas, dingin, beku.
5.      Kaji kulit, wajah, area tergantung untuk edema. Evaluasi derajat edema( pada skala +1 sampai +4)


6.      Kolaborasi: siapkan untuk dialisis sesuai indikasi

7.      Kolaborasi dalam pemberian obat sesuai indikasi( msl diuretik, antihipertensif)
1.      Takikardi dan hipertensi terjadi karena : Kegagalan ginjal dalam mengeluarkan urine, pembatasan cairan berlebihan selama mengobati hipovolemia/ hipotensi , perubahan pada sistem renin- angiotensin.
2.      Perlu untuk menentukan fungsi ginjal, kebutuhan penggantian cairan, dan penurunan risiko kelebihan cairan



3.      Membantu menghindari periode tanpa cairan, meminimalkan kebosanan pilihan yang terbatas dan menurunkan rasa kekurangan dan haus.
4.      Edema terjadi terutama pada jaringan yang tergantung pada tubuh, contoh tangan, kaki, area lumbosakral.


5.      Dilakukan untuk memperbaiki kelebihan volume, ketidakseimbangan elektrolit, asam/basa, dan untuk menghilangkan toksin.
6.      Diuretik diberikan untuk meningkatkan volume urine adekuat.
7.      Antihipertensif diberikan untuk mengatasi hipertensi dengan efek berbalikan dari penurunan aluran darah ginjal, dan/atau kelebihan volume sirkulasi.


2
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ….x24 jam masalah diharapkan intake nutrisi pasien terpenuhi dengan kriteria hasil:
1.      Klien mengatakan mual dan anoreksia berkuarang / hilang
2.      Masukan makanan adekuat dan kelemahan hilang
3.      BB dalam rentang normal
(BMI menurut Depkes RI :
BMI = BB (kg)/ tinggi2 (m)
a         Sangat kurus <16,00
b        Kurus <18,50
c         Normal 18,50 -24,99
d        Gemuk >=25,00
e         Obesitas
>= 30,00
1.      Kaji status nutrisi klien, turgor kulit, derajat penurunan berat badan, integritas mukosa oral, kemampuan menelan, riwayat mual/muntah, dan diare.
2.      Fasilitasi klien untuk memperoleh diet biasa yang disukai klien (sesuai indikasi)
3.      Lakukan dan ajarkan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan serta sebelum dan sesudah pemeriksaan peroral

4.      Anjurkan makan dengan porsi sedikit tetapi sering dan tidak makan makanan yang merangsang pembentukan HCl seperti terlalu panas, dingin, pedas
5.      Kolaborasi dengan ahli diet untuk menentukan komposisi diet

6.      Kolaborasi untuk pemberian multivitamin

1.      Memvalidasi dan menetapkan derajat masalah untuk menetapkan pilihan intervensi yang tepat.



2.   Memperhitungkan keinginan individu dapat memperbaiki intake gizi

3.      Menurunkan rasa tidak enak karena sisa makaan, sisa sputum atau obat pada pengobatan sistem pernapasan yang dapat merangsang pusat muntah.
4.      Membantu mengurangi produksi asam lambnung/HCl akibat faktor-faktor perangsang dari luar tubuh



5.      Memberikan bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi yang adekuat untuk kebutuhan metabolik dan diet
6.      Multivitamin bertujuan untuk memenuhi kebutuhan vitamin yang tinggi sekunder dari peningkatan laju metabolisme umum.


3
Setelah diberikan asuhan keperawatan …x 24 jam diharapkan  kelelahan dapat teratasi dengan kriteria hasil :
1.      Peningkatan tingkat energy
2.      Kemampuan untuk berpatrisipasi dalam aktivitas yang diinginkan
1.      Pantau nadi, frekwensi pernapasan dan tekanan darah sebelum atau sesudah melakukan aktivitas.
2.      Berikan aktivitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup atau tanpa di ganggu
3.      Diskusikan cara menghemat kalori selama mandi, berpindah tempat dan sebagainya

4.      Diskusikan dengan pasien kebutuhan akan aktivitas.



5.      Kolaborasi: awasi kadar elektrolit termasuk kalsium, magnesium, dan kalium
1.      Mengidentifikasi tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi secara fisiologis.

2.      Mencegah kelelahan yang berlebihan.



3.      Pasien akan dapat melakukan lebih banyak kegiatan dengan penurunan kebutuhan energy pada setiap kegiatan.
4.      Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan tingkat aktivitas meskipun pasien mungkin sangat lemah.
5.      Ketidakseimbangan dapat mengganggu fungsi neuromuskular yang memerlukan peningkatan penggunaan energi untuk menyelesaikan tugas dan potensial perasaan lelah.


4
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama …x 24 jam diharapkan pasien mengerti tentang penyakit yang diderita dengan dengan kriteria hasil :
1.      Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan.
2.      Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar
3.      Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya
1.      Kaji ulang rencana diet/ pembatasan. Termasuk lembar daftar makanan yang dibatasi
2.      Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga


3.      Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat

4.      Berikan gambaran dan penjelasan proses penyakit dengan tepat



5.      Dorong pasien untuk mengobservasi karakteristik urine dan jumlah/ frekuensi pengeluaran
6.      Diskusikan/ kaji ulang pengguanaan obat. Dorong pasien untuk mendiskusikan semua obat( termasuk obat dijual bebas) dengan dokter
7.      Tekankan perlunya perawatan evaluasi, pemeriksaan laboratorium



8.      Kolaborasi dengan dokter dalam penjelasan pengobatan yang akan dilakukan kepada pasien
1.      Nutrisi adekuat perlu untuk meningkatkan penyembuhan / regenerasi jaringan dan kepatuhan pada pembatasan dapat mencegah komplikasi
2.      Mengetahui sejauh mana pengetahuan yang dimiki pasien dan keluarga dan kebenaran informasi yang didapat.
3.      Penyediaan informasi yang baik memudahkan keluarga untuk mendapat informasi tentang kondisi pasien
4.      Penjelasan yang tepat  tentang kondisi yang sedang dialami dapat membantu menambah wawasan pasien dan keluarga
5.      Perubahan dapat menunjukan gangguan fungsi ginjal/ kebutuhan dialysis

6.      Obat yang terkonsentrasi/ dikeluarkan oleh ginjal dapat menyebabkan reaksi toksik kumulatif dan/ atau kerusakan permanen pada ginjal

7.      Fungsi ginjal dapat lambat sampai gagal akut( sampai 12 bulan) dan defisit dapat menetap, memerlukan perubahan dalam terapi untuk menghindari kekambuhan/ komplikasi
8.      Menambah pemahaman keluarga tentang medikasi yang diberikan


5
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama …x 24 jam diharapkan pasien mengerti tentang penyakit yang diderita dengan dengan kriteria hasil :
1)   Tidak mengalami tanda/ gejala infeksi

1.      Tingkatkan cuci tangan yang baik pada pasien dan staf
2.      Hindari prosedur invansif, instrumen, dan manipulasi kateter tak menetap, kapanpun mungkin, gunakan teknik aseptik bila merawat / memanipulasi IV / area invansif. Ubah sisi/ balutan  protokol. Perhatikan edema, drainase purulen
3.      Dorong nafas dalam, batuk dan pengubahan posisi sering.
4.      Awasi TTV





5.      Kolaborasi: Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh SDP dengan diferensial


1.      Menurunkan risiko kontaminasi silang

2.      Membatasi introduksi bakteri ke dalam tubuh. Deteksi dini/ pengobatan terjadinya infeksi dapat mencegah sepsis.




3.      Mencegah atelektasis dan memobilisasi sekret untuk menurunkan risiko infeksi paru

4.      Demam dengan peningkatan nadi dan pernafasan adalah tanda peningkatan laju metabolik dari proses inflamasi, meskipun sepsis dapat terjadi tanpa respon demam
5.      Meskipun peningkatan SDP dapat mengindikasikan infeksi umum, leukositosis umum terlihat pada GGA dan dapat menunjukan inflamasi/ cedera pada ginjal, perpindahan diferensial ke kiri menunjukan infeksi.



4.      Implementasi

Implementasi dilaksanakan sesuai dengan intervensi yang sudah dibuat.


5.      Evaluasi

a         Dx 1 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan malnutrisi sekunder terhadap kehilangan protein dan  kurangnya intake nutrisi
Evaluasi: Nutrisi pasien terpenuhi
b        Dx 2 : Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein sekunder akibat peningkatan permiabilitas glomerulus ditandai dengan pasien mengalami edema
Evaluasi: Menunjukan keseimbangan cairan adekuat
c         Dx 3 :         Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik.
Evaluasi : Menunjukan kemampuan untuk mempertahankan aktivitas  yang biasa/ normal
d        Dx 4 : Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh yang menurun.
Evaluasi : Daya imunitas tubuh normal, tidak terjadi tanda/ gejala infeksi
e         Dx 5:          Kurang pengetahuan kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi
Evaluasi: Pasien mengetahui tentang penyakit dan pengobatannya

BAB III

PENUTUP


A.    Kesimpulan

1.      Sindrom Nefrotik adalah gangguan klinik yang ditandai dengan peningkatan protein urine (proteinuria), edema, penurunan albumin dalam darah (hipoalbuminemia), dan kelebihan lipid dalam darah (hiperlipidemia). Kejadian ini diakibatkan oleh kelebihan pecahan plasma protein ke dalam urine karena peningkatan permeabilitas membran kapiler glomerulus.
2.      Etiologinya antara lain sindrom nefrotik bawaan, sindrom nefrotik sekunder dan sindrom nefrotik idiopatik ( tidak diketahui sebabnya )
3.      Klasifikasi sindrom nefrotik antara lain sindrom nefrotik lesi minimal ( mcns : minimal change nephrotic syndrome), sindrom nefrotik sekunder dan sindrom nefrotik kongenital
4.      Manifestasi utama sindrom nefrotik adalah edema, penurunan jumlah urin, pucat, hematuri, anoreksia dan diare disebabkan karena edema mukosa usus.
5.      Pemeriksaan diagnostic antara lain laboratorium, biosi ginjal dan pemeriksaan penanda auto-immune (ANA, ASOT, C3, cryoglobulins, serum electrophoresis).
6.      Penatalaksanaan keperawatan antara lain tirah baring, terapi cairan, perawatan kulit, perawatan mata, penatalaksanaan krisis hipovolemik dan pencegahan infeksi.
7.      Komplikasi antara lain infeksi sekunder, shock hipovolemik, trombosis vaskuler, komplikasi yang bisa timbul adalah malnutrisi atau kegagalan ginjal, trombosis vena, gagal ginjal akut akibat hipovolemia

B.     Saran

Dalam pembuatan makalah ini penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kesalahan, kekurangan serta kejanggalan baik dalam penulisan maupun dalam pengonsepan materi. Untuk itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar kedepan lebih baik dan penulis berharap kepada semua pembaca mahasiswa khususnya, untuk lebih ditingkatkan dalam pembuatan makalah yang akan datang.

Brunner & Sudarth. 2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi :8 vol:3.Jakarta: EGC
Donna L, Wong. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Anak, alih bahasa: Monica Ester. Jakarta: EGC.
Doengoes, Marilyinn E, Mary Frances Moorhouse. 2000. Nursing Care Plan: Guidelines for Planning and Documenting Patient Care (Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien), alih bahasa: I Made Kariasa. Jakarta: EGC.
Linda Juall Carpenito-moyet. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 10. EGC: Jakarta
Mutaqqin, Arif dan Sari, Kumala. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen. Jakarta: Salemba Medika
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. ECG: Jakarta.
Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Harif.2013.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Mediadan NANDA NIC-NOC Jilid 2.Yogyakarta: Med Action Publishing
Syaifuddin.2011.Anatomi Fisiologi Kurikulum Berbasis Kompetensi untuk Keperawatan dan Kebidanan Edisi 4.Jakarta: EGC
Sloane Ethel.2003.Anatomi dan Fisiologi.Jakarta.EGC


Tidak ada komentar:

Posting Komentar