BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Sistem
perkemihan terdiri dari organ ginjal, ureter, vesika urinaria (kandung
kemih) dan uretra membentuk sistem urinarius. Fungsi utama ginjal adalah
mengatur cairan serta elektrolit dan komposisi asam- basa cairan tubuh,
mengeluarkan produk akhir metabolic dari dalam darah, dan mengatur tekanan
darah.
Sebanyak 80 %, nefrosis pada masa anak-anak
merupakan sindrom nefrotik yang responsive terhadap steroid, yang menimbulkan
minimal change secara histologist, SNRS terjadi pada umur 2-5 tahun dengan
manifestasi edema, proteinuria berat dan hipoalbuminemia tetapi kadar kreatinin
plasma dan komponen plasma normal Kadang-kadang disertai hematuri, hipertensi
dan menurunnya kecepatan filtrasi glomerulus.Sebab pasti belum jelas, dianggap
sebagai suatu penyakit autoimun.
Secara umum etiologi dibagi menjadi nefrotic
syndrome bawaan, sekunder, idiopatik dan sklerosis glomerulus.Penyakit ini
biasanya timbul pada 2/100000 anak setiap tahun.Primer terjadi pada anak pra
sekolah dan anak laki-laki lebih banyak daripada anak perempuan.
Peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan
sangat penting karena pada pasien syndrome nefrotic sering timbul berbagai
masalah yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan manusia.Perawat diharapkan
memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang memadai.Fokus asuhan keperawatan
adalah mengidentifikasi masalah yang timbul, merumuskan diagnosa keperawatan,
membuat rencana keperawatan, melaksanakan dan mengevaluasi tindakan yang telah
diberikan apakah sudah diatasi atau belum atau perlu modifikasi.
B. Rumusan
Masalah
Dari latar belakang di atas,
masalah yang dapat kami kaji dalam
makalah ini diantaranya:
1. Bagaimana
konsep dasar penyakit syndromnefrotik ?
2. Bagaimana
asuhan keperawatan syndromnefrotik ?
C. Tujuan
Penulisan
Dalam
pembuatan tugas ini, adapun tujuan yang hendak dicapai penulis yaitu:
1. Untuk
mengetahui konsep dasar penyakit syndromnefrotik ?
2. Untuk
mengetahui asuhan keperawatan syndromnefrotik ?
D. Metode
Penulisan
Metode
yang kami gunakan dalam menulis makalah ini, yaitu :
1. Metode
Kepustakaan
Adalah metode
pengumpulan data yang digunakan penulis dengan mempergunakan buku atau refrensi
yang berkaitan dengan masalah yang sedang dibahas
2. Metode
Media Informatika
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Konsep Dasar Penyakit
Syndrom Nefrotik
1.
Pengertian
a
Sindrom
Nefrotik adalah gangguan klinik yang ditandai dengan peningkatan protein urine
(proteinuria), edema, penurunan albumin dalam darah (hipoalbuminemia), dan
kelebihan lipid dalam darah (hiperlipidemia). Kejadian ini diakibatkan oleh
kelebihan pecahan plasma protein ke dalam urine karena peningkatan
permeabilitas membran kapiler glomerulus.
b
Sindrom
nefrotik merupakan gangguan klinis ditandai oleh peningkatan protein, penurunan
albumin dalam darah (hipoalbuminemia), edema dan serum kolesterol yang tinggi
dan lipoprotein densitas rendah (hiperlipidemia).
c
Sindrom
nefrotik adalah keadaan klinik dengan proteinuria masif (>3,5 g/hari),
hipoalbuminemia, edema dan hiperlipidimia, biasanya kadar BUN normal. Disertai
penyakit glomerulus (idiopatik) primer atau mungkin berkaitan dengan berbagai
gangguan sistemik dengan ginjal yang terserang secara sekunder.
Jadi,
sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria,
hipoalbuminemia, dan hiperkolesterolemia.Kadang-kadang terdapat hematuria,
hipertensi dan penurunan fungsi ginjal.
2.
Epidemiologi
Sindrom
nefrotik paling banyak terjadi pada anak umur 3-4 tahun dengan perbandingan
pasien wanita dan pria adalah 1 : 2
3.
Etiologi/ faktor
predisposisi
Sebab penyakit
sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap sebagai
suatu penyakit autoimun. Jadi merupakan suatu reaksi antigen-antibodi. Umumnya
para ahli membagi etiologinya menjadi:
a
Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena
reaksi maternofetal. Gejalanya adalah edema pada masa neonatus. Sindrom
nefrotik jenis ini resisten terhadap semua pengobatan. Salah satu cara yang bisa
dilakukan adalah pencangkokan ginjal pada masa neonatus namun tidak berhasil.
Prognosis buruk dan biasanya penderita meninggal dalam bulan-bulan pertama
kehidupannya.
b
Sindrom nefrotik sekunder
Disebabkan oleh:
1) Malaria
kuartana atau parasit lain.
2) Penyakit
kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid.
3) Glumeronefritis
akut atau glumeronefritis kronis, trombisis vena renalis.
4) Bahan kimia
seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, sengatan lebah, racun
oak, air raksa.
5) Amiloidosis,
penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis
membranoproliferatif hipokomplementemik.
c
Sindrom nefrotik idiopatik ( tidak
diketahui sebabnya )
Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi
ginjal dengan pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop elektron, Churg dkk
membagi dalam 4 golongan yaitu: kelainan minimal,nefropati membranosa,
glumerulonefritis proliferatif dan glomerulosklerosis fokal segmental.
d
Glomeruloskerosis
fokal segmental
Pada
kelainan ini yang mencolok sclerosis glomerulus, sering disertai atrofi
tubulus.
4.
Patofisiologi
Penyebab dari sindrom nefrotik
terdiri dari primer dan sekunder, penyebab secara primer berkaitan
dengan berbagai penyakit ginjal, seperti: Glomerulonefritis,Nefrotik sindrom
perubahan minimal.Sedangkan secara sekunder yaitu akibat infeksi, penggunaan
obat, dan penyakit sistemik lain, seperti: Diabetes mellitus disertai
glomerulosklerosis interkapiler, Sistema lupus eritematosus, Amyloidosis, dan
trombosis vena renal. Kondisi dari sindrom nefrotik adalah hilangnya plasma
protein, terutama albumin ke dalam urine. Meskipun hati mampu meningkatkan
produksi albumin, namun organ ini tidak mampu untuk terus mempertahankannya
jika albumin terus-menerus hilang melalui ginjal sehingga terjadi
hipoalbuminemia.
Terjadi penurunan tekanan onkotik
menyebabkan edema generalisata akibat cairan yang berpindah dari sistem
vaskuler ke dalam ruang caiaran ekstraseluler. Penurunan sirkulasi volume darah
mengaktifkan sistem renin-angiotensin menyebabkan retensi natrium dan edema
lebih lanjut. Manifestasi hilangnya protein dalam serum akan menstimulasi
sintesis lipoprotein di hati dan terjadi peningkatan konsentrasi lemak dalam
darah (hiperlipidemia).
Sindrom nefrotik dapat terjadi di
hampir setiap penyakit renal intrinsik atau sistemik yang
memengaruhi glomerulus. Meskipun secara umum penyakit ini dianggap menyerang
anak-anak, namun sindromnefrotik juga terjadi pada orang dewasa
termasuk lansia..Respon perubahan patologis pada glomerulus secara
fungsional akan memberikan berbagai masalah keperawatan pada pasien yang
mengalami glomerulus progresif cepat
Kelainan yang terjadi pada sindrom
nefrotik yang paling utama adalah proteinuria sedangkan yang lain dianggap
sebagai manifestasi sekunder. Kelainan ini disebabkan oleh karena kenaikan
permeabilitas dinding kapiler glomerulus yang sebabnya belum diketahui yang
terkait dengan hilangnya muatan negative gliko protein dalam dinding kapiler.
Pada sindrom nefrotik keluarnya protein terdiri atas campuran albumin dan
protein yang sebelumnya terjadi filtrasi protein didalam tubulus terlalu banyak
akibat dari kebocoran glomerolus dan akhirnya diekskresikan dalam urin.
Pada sindrom nefrotik protein hilang
lebih dari 2 gram perhari yang terutama terdiri dari albumin yang mengakibatkan
hipoalbuminemia, pada umumnya edema muncul bila kadar albumin serum turun
dibawah 2,5 gram/dl. Mekanisme edema belum diketahui secara fisiologi tetapi
kemungkinan edema terjadi karena penurunan tekanan onkotik/ osmotic
intravaskuler yang memungkinkan cairan menembus keruang intertisial, hal ini
disebabkan oleh karena hipoalbuminemia. Keluarnya cairan keruang intertisial
menyebabkan edema yang diakibatkan pergeseran cairan. Akibat dari pergeseran
cairan ini volume plasma total dan volume darah arteri menurun dibandingkan
dengan volume sirkulasi efektif, sehingga mengakibatkan penurunan volume
intravaskuler yang mengakibatkan menurunnya tekanan perfusi ginjal. Hal ini
mengaktifkan system rennin angiotensin yang akan meningkatkan konstriksi
pembuluh darah dan juga akan mengakibatkan rangsangan pada reseptor volume atrium
yang akan merangsang peningkatan aldosteron yang merangsang reabsorbsi natrium
ditubulus distal dan merangsang pelepasan hormone anti diuretic yang
meningkatkan reabsorbsi air dalam duktus kolektifus. Hal ini mengakibatkan
peningkatan volume plasma tetapi karena onkotik plasma berkurang natrium dan
air yang direabsorbsi akan memperberat edema.
Stimulasi renis angiotensin,
aktivasi aldosteron dan anti diuretic hormone akan mengaktifasi terjadinya
hipertensi. Pada sindrom nefrotik kadar kolesterol, trigliserid, dan
lipoprotein serum meningkat yang disebabkan oleh hipoproteinemia yang
merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati, dan terjadinya katabolisme
lemak yang menurun karena penurunan kadar lipoprotein lipase plasma. Hal ini
dapat menyebabkan arteriosclerosis.
Pada status nefrosis hampir semua
kadar lemak (kolesterol, trigliserida) dan lipoprotein serum meningkat.
Hipoproteinemia merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati, termasuk
lipoprotein dan katabolisme lemak menurun, karena penurunan kadar lipoprotein
lipase plasma. Sistem enzim utama yang mengambil lemak dari plasma. Apakah
lipoprotein plasma keluar melalui urin belum jelas Sindrom nefrotik dapat terjadi dihampir setiap
penyakit renal intrinsik atau sistemik yang mempengaruhi glomerulus. Meskipun
secara umum penyakit ini dianggap menyerang anak-anak, namun sindrom nefrotik
juga terjadi pada orang dewasa termasuk lansia. Respon perubahan patologis
pada glomerulus secara fungsional akan memberikan berbagai masalah keperawatan
pada pasien yang mengalami glomerulus progresif cepat.
Pathway
5.
Klasifikasi
Whaley
dan Wong (1999 : 1385) membagi tipe-tipe sindrom nefrotik:
a.
Sindrom Nefrotik Lesi Minimal ( MCNS :
minimal change nephrotic syndrome).
Kondisi yang sering menyebabkan sindrom nefrotik pada
anak usia sekolah. Anak dengan sindrom nefrotik ini, pada biopsi ginjalnya
terlihat hampir normal bila dilihat dengan mikroskop cahaya.
b. Sindrom
Nefrotik Sekunder
Terjadi selama
perjalanan penyakit vaskuler seperti lupus eritematosus sistemik, purpura
anafilaktik, glomerulonefritis, infeksi system endokarditis, bakterialis dan
neoplasma limfoproliferatif
c.
Sindrom Nefrotik Kongenital
Factor herediter sindrom nefrotik disebabkan oleh gen
resesif autosomal. Bayi yang terkena sindrom nefrotik, usia gestasinya pendek
dan gejala awalnya adalah edema dan proteinuria. Penyakit ini resisten terhadap
semua pengobatan dan kematian dapat terjadi pada tahun-yahun pertama kehidupan
bayi jika tidak dilakukan dialysis.
6.
Gejala klinis
Manifestasi
utama sindrom nefrotik adalah edema. Edema biasanya bervariasi dari bentuk
ringan sampai berat (anasarka). Edema biasanya lunak dan cekung bila ditekan
(pitting), dan umumnya ditemukan disekitar mata (periorbital) yang tampak pada
pagi hari, dan berlanjut ke abdomen terjadi penumpukan cairan pada rongga
pleura yang menyebabkan efusi pleura, daerah genitalia dan ekstermitas bawah
yaitu pitting (penumpukan cairan) pada kaki bagian atas, penumpukan cairan pada
rongga peritoneal yang menyebabkan asites.
a
Penurunan jumlah urin : urine gelap,
berbusa, volume urin berkurang, warna agak keruh dan berbusa, selama
beberapa minggu mungkin terdapat hemturia dan oliguri terjadi karena
penurunan volume cairan vaskuler yang menstimulli sistem renin-angio-tensin,
yang mengakibatkan disekresinya hormon anti diuretik (ADH)
b
Pucat
c
Hematuri
d
Anoreksia dan diare disebabkan karena
edema mukosa usus.
e
Sakit kepala, malaise, nyeri abdomen,
berat badan meningkat dan keletihan umumnya terjadi.
f
Gagal tumbuh dan pelisutan otot (jangka
panjang)
g
Proteinuria > 3,5 gr/hr pada dewasa
atau 0,05 g/kg BB/hr pada anak-anak
h
Hipoalbuminemia < 30 gr/l
i
Hiperlipidemia, umumnya ditemukan
hiperkolesterolemia
j
Hiperkoagulabilitas, yang akan
meningkatkan risiko trombosis vena dan arteri
k
Kenaikan berat badan secara progresif
dalam beberapa hari/minggu.
l
klien mudah lelah atau lethargie tapi
tidak kelihatan sakit payah.
m Hipertensi
(jarang terjadi) karena penurunan voulume intravaskuler yang mengakibatkan
menurunnya tekanan perfusi renal yang mengaktifkan sistem renin angiotensin
yang akan meningkatkan konstriksi pembuluh darah.
n
Pembengkakan jaringan akibat penimbunan
garam dan air
7.
Pemeriksaan Diagnostic
a. Laboratorium
1)
Urine
Volume
biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguria). Warna urine kotor, sediment
kecoklatan menunjukkan adanya darah, hemoglobin, mioglobin,
porfirin. Berat jenis kurang dari 1,020 menunjukkan penyakit ginjal.
Contoh glomerulonefritis, pielonefritis dengan kehilangan kemampuan untuk
meningkatkan, menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal berat. pH lebih
besar dari 7 ditemukan pada infeksi saluran kencing, nekrosis tubular ginjal
dan gagal ginjal kronis (GGK). Protein urin meningkat (nilai normal negatif).
2)
Darah
Hemoglobin
menurun karena adanya anemia. Hematokrit menurun. Natrium biasanya meningkat,
tetapi dapat bervariasi. Kalium meningkat sehubungan dengan retensi seiring
dengan perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel
darah merah). Klorida, fsfat dan magnesium meningkat. Albumin. Kimia serum
: protein total dan albumin menurun, kreatinin meningkat atau normal,
trigliserida meningkat dan gangguan gambaran lipid. Penurunan pada kadar
serum dapat menunjukkan kehilangan protein dan albumin melalui urin,
perpindahan cairan, penurunan pemasukan dan penurunan sintesis karena
kekurangan asam amino essensial. Kolesterol serum meningkat (umur 5-14
tahun : kurang dari atau sama dengan 220 mg/dl). Pemeriksaan urin dan darah
untuk memastikan proteinuria, proteinemia, hipoalbuminemia, dan hiperlipidemia.
b. Biosi
ginjal dilakukan untuk memperkuat diagnosa. Biopsi dengan memasukkan jarum
kedalam ginjal : pemeriksaaan histology jaringan ginjal untuk menegakkan
diagnosis.
c. Pemeriksaan
penanda Auto-immune (ANA, ASOT, C3, cryoglobulins, serum electrophoresis).
8.
Penatalaksanaan
a.
Sindrom nefrotik serangan pertama.
Perbaiki keadaan umum penderita :
1)
Diet
tinggi kalori, tinggi protein, rendah garam, rendah lemak. Rujukan ke bagian
gizi diperlukan untuk pengaturan diet terutama pada pasien dengan penurunan
fungsi ginjal.
2)
Tingkatkan
kadar albumin serum, kalau perlu dengan transfusi plasma atau albumin
konsentrat.
3)
Berantas infeksi.
4)
Lakukan
work-up untuk diagnostik dan untuk mencari komplikasi.
5)
Berikan
terapi suportif yang diperlukan: Tirah baring bila ada edema anasarka. Diuretik
diberikan bila ada edema anasarka atau mengganggu aktivitas. Jika ada
hipertensi, dapat ditambahkan obat antihipertensi.
6)
Terapi
prednison sebaiknya baru diberikan selambat-lambatnya 14 hari setelah diagnosis
sindrom nefrotik ditegakkan untuk memastikan apakah penderita mengalami remisi
spontan atau tidak. Bila dalam waktu 14 hari terjadi remisi spontan, prednison
tidak perlu diberikan, tetapi bila dalam waktu 14 hari atau kurang terjadi
pemburukan keadaan, segera berikan prednison tanpa menunggu waktu 14
hari.
b.
Sindrom nefrotik kambuh (relapse)
1)
Berikan
prednison sesuai protokol relapse, segera setelah diagnosis relapse ditegakkan.
2)
Perbaiki keadaan umum penderita.
c.
Sindrom nefrotik kambuh tidak sering
Adalah sindrom nefrotik yang kambuh < 2 kali dalam masa
6 bulan atau < 4 kali dalam masa 12 bulan.
1)
Induksi
Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg
BB/hari) maksimal 80 mg/hari, diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari
selama 3 minggu.
2)
Rumatan
Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 40 mg/m2/48
jam, diberikan selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah
4 minggu, prednison dihentikan.
d.
Sindromnefrotik
kambuh sering
Adalah sindrom nefrotik yang kambuh > 2 kali
dalam masa 6 bulan atau > 4 kali dalam masa 12 bulan.
1)
Induksi
Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg
BB/hari) maksimal 80 mg/hari, diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari
selama 3 minggu.
2)
Rumatan
Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 60 mg/m2/48
jam, diberikan selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu.
Setelah 4 minggu, dosis prednison diturunkan menjadi 40 mg/m2/48 jam
diberikan selama 1 minggu, kemudian 30 mg/m2/48 jam selama 1 minggu,
kemudian 20 mg/m2/48 jam selama 1 minggu, akhirnya 10 mg/m2/48
jam selama 6 minggu, kemudian prednison dihentikan.
Pada
saat prednison mulai diberikan selang sehari, siklofosfamid oral 2-3 mg/kg/hari
diberikan setiap pagi hari selama 8 minggu. Setelah 8 minggu siklofosfamid
dihentikan. Indikasi untuk merujuk ke dokter spesialis nefrologi anak adalah bila
pasien tidak respons terhadap pengobatan awal, relapse frekuen, terdapat
komplikasi, terdapat indikasi kontra steroid, atau untuk biopsi ginjal.
Penatalaksanaan
Keperawatan
a. Tirah
baring
Menjaga
pasien dalam keadaan tirah baring selama beberapa harimungkin diperlukan untuk
meningkatkan diuresis guna mengurangi edema. Baringkan pasien setengah duduk,
karena adanya cairan di rongga thoraks akan menyebabkan sesak nafas. Berikan
alas bantal pada kedua kakinya sampai pada tumit (bantal diletakkan memanjang,
karena jika bantal melintang maka ujung kaki akan lebih rendah dan akan
menyebabkan edema hebat).
b. Terapi
cairan
Jika
klien dirawat di rumah sakit, maka intake dan output diukur secara cermat da
dicatat. Cairan diberikan untuk mengatasi kehilangan cairan dan berat badan
harian.
c. Perawatan
kulit
Edema
masif merupakan masalah dalam perawatan kulit. Trauma terhadap kulit dengan
pemakaian kantong urin yang sering, plester atau verban harus dikurangi sampai
minimum. Kantong urin dan plester harus diangkat dengan lembut, menggunakan
pelarut dan bukan dengan cara mengelupaskan. Daerah popok harus dijaga tetap
bersih dan kering dan scrotum harus disokong dengan popok yang tidak
menimbulkan kontriksi, hindarkan menggosok kulit.
d. Perawatan
mata
Tidak
jarang mata anak tertutup akibat edema kelopak mata dan untuk mencegah alis
mata yang melekat, mereka harus diswab dengan air hangat.
e. Penatalaksanaan
krisis hipovolemik.
Anak
akan mengeluh nyeri abdomen dan mungkin juga muntah dan pingsan. Terapinya
dengan memberikan infus plasma intravena. Monitor nadi dan tekanan darah.
f. Pencegahan
infeksi.
Anak
yang mengalami sindrom nefrotik cenderung mengalami infeksi dengan pneumokokus
kendatipun infeksi virus juga merupakan hal yang menganggu pada anak dengan
steroid dan siklofosfamid.
g. Perawatan
spesifik meliputi: mempertahankan grafik cairan yang tepat, penimbnagan harian,
pencatatan tekanan darah dan pencegahan dekubitus.
h. Dukungan
bagi orang tua dan anak. Orang tua dan anak sering kali tergangu dengan
penampilan anak. Pengertian akan perasan ini merupakan hal yang penting.
Penyakit ini menimbulkan tegangan yang berta pada keluarga dengan masa remisi,
eksaserbasi dan masuk rumah sakit secara periodik. Kondisi ini harus
diterangkan pada orang tua sehingga mereka mereka dapat mengerti perjalanan
penyakit ini. Keadaan depresi dan frustasi akan timbul pada mereka karena
mengalami relaps yang memaksa perawatan di rumahn sakit.
i.
Bila pasien seorang anak laki-laki,
berikan ganjal dibawah skrotum untuk mencegah pembengkakan skrotum karena
tergantung (pernah terjadi keadaan skrotum akhirnya pecah dan menjadi penyebab
kematian pasien).
9.
Prognosis
a.
Prognosis
umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai berikut :
1)
Menderita
untuk pertamakalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas 6 tahun.
2)
Disertai
oleh hipertensi.
3)
Disertai hematuria.
4)
Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder.
5)
Gambaran
histopatologik bukan kelainan minimal.
Pada
umumnya sebagian besar (+ 80%) sindrom nefrotik primer memberi respons
yang baik terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50% di
antaranya akan relapse berulang dan sekitar 10% tidak memberi respons
lagi dengan pengobatan steroid.
10. Komplikasi
a. Infeksi
sekunder mungkin karena kadar imunoglobulin yang rendah akibat hipoalbuminemia.
b. Shock hipovolemik:
terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (< 1 gram/100ml) yang
menyebabkan hipovolemia berat sehingga menyebabkan shock.
c. Trombosis
vaskuler : mungkin akibat gangguan sistem koagulasi sehingga terjadi peninggian
fibrinogen plasma.
d. Komplikasi
yang bisa timbul adalah malnutrisi atau kegagalan ginjal.
e. Trombosis
vena, akibat kehilangan anti-thrombin 3, yang berfungsi untuk mencegah
terjadinya trombosis vena ini sering terjadi pada vena renalis. Tindakan yang
dilakukan untuk mengatasinya adalah dengan pemberian heparin.
f. Gagal
ginjal akut akibat hipovolemia. Disamping terjadinya penumpukan cairan di dalam
jaringan, terjadi juga kehilangan cairan di dalam intravaskuler.
g. Edema
pulmonal, akibat kebocoran cairan, kadang-kadang masuk kedalam paru-paru yang
menyebabkan hipoksia dan dispnea.
h. Perburukan
pernafasan (berhubungan dengan retensi cairan)
i.
Kerusakan kulit
j.
Peritonitis (berhubungan dengan asites)
k. Hipovolemia
l.
Komplikasi tromboemboli- terombosis vena
renal, trombosis vena dan arteri ekstremitas dan trombosis arteri serebral
B.
Konsep Dasar Asuhan
Keperawatan
1.
Pengkajian
Dasar
data pengkajian pasien:
a.
Aktivitas / Istirahat
Gejala : Keletihan, kelemahan, malaise
Tanda : Kelemahan otot, kehilangan tonus
b.
Sirkulasi
Tanda:
Hipotensi/ hipertensi( termasuk hipertensi malignan, hipertensi akibat
kehamilan/ eklampsia)\
Disritmia
jantung
Nadi
lemah/halus, hipotensi ortostatik( hipovolemia)
Nadi
kuat( hipervolemia)
Edema
jaringan umum( termasuk area periorbital, mata kaki, sakrum)
Pucat,
kecenderungan perdarahan
c.
Eleminasi
Gejala:
Perubahan pola berkemih biasanya : peningkatan frekuensi, polyuria
(kegagalan dini), atau penurunan frekuensi/ oliguria(fase akhir)
Disuria,
ragu- ragu, dorongan, dan retensi( inflamasi,/ obstruksi, infeksi).
Abdomen
kembung, diare, atau konstipasi
Tanda;
Perubahan warna urine contoh kuning pekat, merah, coklat, berawan
Oliguria(
biasanya 12-21 hari); poliuria(2-6 L/hari)
d.
Makananan/ Cairan
Gejala : Peningkatan berat badan(edema),
penurunan berat badan( dehidrasi), mual,
muntah, anoreksia, nyeri ulu hati.
Tanda : Perubahan turgor kulit,/ kelembaban. Edema
(umum, bagian bawah)
e.
Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, pengelihatan kabur
Kram otot/ kejang; sindrom”
kaki gelisah”
Tanda :
Gangguan
status mental, contoh penurunan lapang perhatian, ketidak mampuan
berkonsentrasi,hilang memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran( azotemia,
ketidakseimbangan elektrolit/ asam/ basa)
Kejang,
aktivitas kejang, faskikulasi otot.
f.
Nyeri/ kenyamanan
Gejala : Nyeri tubuh, sakit kepala.
Tanda : Perilaku berhati- hati, gelisah
g.
Pernafasan
Gejala :
Nafas pendek
Tanda :
Takipnea,
dispnea, peningkatan frekuensi, kedalaman (pernafasan Kussmaul); nafas amonia.
Batuk
produktif dengan sputum kental merah muda ( edema paru).
h.
Keamanan
Gejala : Adanya reaksi transfusi
Tanda : Demam(sepsis, dehidrasi)
Pretekie,
area kulit ekimosis
Pruritus,
kulit kering
i.
Penyuluhan/ Pembelajaran
Gejala : Riwayat penyakit polikistik keluarga,
nefritis herediter, batu urinarius,
malignansi.
2. Diagnosa
keperawatan
a. Kelebihan
volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein sekunder akibat peningkatan
permiabilitas glomerulus ditandai dengan pasien mengalami edema
b. Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak
adekuat
c. Kelelahan
berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik.
d.
Kurang
pengetahuan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi.
e. Resiko
tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh yang menurun.
3. Perencanaan
Keperawatan
Hari/Tgl
|
No Dx
|
Rencana
Perawatan
|
TTD
|
||
Tujuan
dan Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
|||
1
|
Setelah diberikan
tindakan asuhan keperawatan selama ….x24 jam
diharapkan kelebihan volume cairan dapat diatasi dengan kriteria hasil:
1.
Terbebas dari edema dan efusi
2.
Bunyi nafas bersih, tidak ada dyspneu
3.
Terbebas dari kelelahan, kecemasan,
dan bingung
4.
Menunjukan haluaran urine tepat
dengan berat jenis/ hasil laboratorium mendekati normal
5.
Berat badan stabil
|
1. Observasi
denyut jantung, TD, dan CVP
2. Catat
pemasukan dan pengeluaran akurat.Termasuk cairan” tersembunyi” seperti aditif
antibiotik. Ukur kehilangan GI dan perkirakan kehilangan tak kasat mata,
contoh
3. Berkeringat.
Awasi berat jenis urine.
4. Rencanakan
penggantian cairan pada pasien, dalam pembatasan multipel. Berikan minuman
yang disukai sepanjang 24 jam. Berikan bervariasi panas, dingin, beku.
5. Kaji
kulit, wajah, area tergantung untuk edema. Evaluasi derajat edema( pada skala
+1 sampai +4)
6. Kolaborasi:
siapkan untuk dialisis sesuai indikasi
7. Kolaborasi
dalam pemberian obat sesuai indikasi( msl diuretik, antihipertensif)
|
1. Takikardi
dan hipertensi terjadi karena : Kegagalan ginjal dalam mengeluarkan urine,
pembatasan cairan berlebihan selama mengobati hipovolemia/ hipotensi ,
perubahan pada sistem renin- angiotensin.
2. Perlu
untuk menentukan fungsi ginjal, kebutuhan penggantian cairan, dan penurunan
risiko kelebihan cairan
3. Membantu
menghindari periode tanpa cairan, meminimalkan kebosanan pilihan yang
terbatas dan menurunkan rasa kekurangan dan haus.
4. Edema
terjadi terutama pada jaringan yang tergantung pada tubuh, contoh tangan,
kaki, area lumbosakral.
5. Dilakukan
untuk memperbaiki kelebihan volume, ketidakseimbangan elektrolit, asam/basa,
dan untuk menghilangkan toksin.
6. Diuretik
diberikan untuk meningkatkan volume urine adekuat.
7. Antihipertensif
diberikan untuk mengatasi hipertensi dengan efek berbalikan dari penurunan
aluran darah ginjal, dan/atau kelebihan volume sirkulasi.
|
|
|
|
2
|
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ….x24 jam masalah
diharapkan intake nutrisi pasien terpenuhi dengan kriteria hasil:
1. Klien mengatakan mual dan anoreksia
berkuarang / hilang
2.
Masukan makanan adekuat dan kelemahan hilang
3. BB dalam rentang normal
(BMI menurut Depkes RI :
BMI = BB (kg)/ tinggi2 (m)
a
Sangat
kurus <16,00
b
Kurus
<18,50
c
Normal
18,50 -24,99
d
Gemuk
>=25,00
e
Obesitas
>= 30,00
|
1.
Kaji status nutrisi klien, turgor kulit,
derajat penurunan berat badan, integritas mukosa oral, kemampuan menelan,
riwayat mual/muntah, dan diare.
2.
Fasilitasi klien untuk memperoleh diet biasa
yang disukai klien (sesuai indikasi)
3.
Lakukan dan ajarkan perawatan mulut sebelum dan
sesudah makan serta sebelum dan sesudah pemeriksaan peroral
4.
Anjurkan makan dengan porsi sedikit tetapi
sering dan tidak makan makanan yang merangsang pembentukan HCl seperti
terlalu panas, dingin, pedas
5.
Kolaborasi dengan ahli diet untuk menentukan
komposisi diet
6.
Kolaborasi untuk pemberian multivitamin
|
1.
Memvalidasi dan menetapkan derajat masalah
untuk menetapkan pilihan intervensi yang tepat.
2.
Memperhitungkan keinginan individu dapat
memperbaiki intake gizi
3.
Menurunkan rasa tidak enak karena sisa makaan,
sisa sputum atau obat pada pengobatan sistem pernapasan yang dapat merangsang
pusat muntah.
4.
Membantu mengurangi produksi asam lambnung/HCl
akibat faktor-faktor perangsang dari luar tubuh
5.
Memberikan
bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi yang adekuat untuk kebutuhan
metabolik dan diet
6.
Multivitamin
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan vitamin yang tinggi sekunder dari
peningkatan laju metabolisme umum.
|
|
|
3
|
Setelah diberikan
asuhan keperawatan …x 24 jam diharapkan
kelelahan dapat teratasi dengan kriteria hasil :
1.
Peningkatan tingkat energy
2.
Kemampuan untuk berpatrisipasi dalam aktivitas yang
diinginkan
|
1. Pantau
nadi, frekwensi pernapasan dan tekanan darah sebelum atau sesudah melakukan
aktivitas.
2. Berikan
aktivitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup atau tanpa di ganggu
3. Diskusikan
cara menghemat kalori selama mandi, berpindah tempat dan sebagainya
4. Diskusikan dengan pasien kebutuhan akan aktivitas.
5. Kolaborasi:
awasi kadar elektrolit termasuk kalsium, magnesium, dan kalium
|
1. Mengidentifikasi
tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi secara fisiologis.
2. Mencegah
kelelahan yang berlebihan.
3. Pasien
akan dapat melakukan lebih banyak kegiatan dengan penurunan kebutuhan energy
pada setiap kegiatan.
4. Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan
tingkat aktivitas meskipun pasien mungkin sangat lemah.
5. Ketidakseimbangan
dapat mengganggu fungsi neuromuskular yang memerlukan peningkatan penggunaan
energi untuk menyelesaikan tugas dan potensial perasaan lelah.
|
|
|
4
|
Setelah
diberikan asuhan keperawatan selama …x 24 jam diharapkan pasien mengerti
tentang penyakit yang diderita dengan dengan kriteria hasil :
1. Pasien
dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan
program pengobatan.
2. Pasien
dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar
3. Pasien
dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim
kesehatan lainnya
|
1. Kaji
ulang rencana diet/ pembatasan. Termasuk lembar daftar makanan yang dibatasi
2. Kaji
tingkat pengetahuan pasien dan keluarga
3. Sediakan
bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat
4. Berikan
gambaran dan penjelasan proses penyakit dengan tepat
5. Dorong
pasien untuk mengobservasi karakteristik urine dan jumlah/ frekuensi
pengeluaran
6. Diskusikan/
kaji ulang pengguanaan obat. Dorong pasien untuk mendiskusikan semua obat(
termasuk obat dijual bebas) dengan dokter
7. Tekankan
perlunya perawatan evaluasi, pemeriksaan laboratorium
8. Kolaborasi
dengan dokter dalam penjelasan pengobatan yang akan dilakukan kepada pasien
|
1. Nutrisi
adekuat perlu untuk meningkatkan penyembuhan / regenerasi jaringan dan
kepatuhan pada pembatasan dapat mencegah komplikasi
2. Mengetahui
sejauh mana pengetahuan yang dimiki pasien dan keluarga dan kebenaran
informasi yang didapat.
3. Penyediaan
informasi yang baik memudahkan keluarga untuk mendapat informasi tentang
kondisi pasien
4. Penjelasan
yang tepat tentang kondisi yang sedang dialami dapat membantu
menambah wawasan pasien dan keluarga
5. Perubahan
dapat menunjukan gangguan fungsi ginjal/ kebutuhan dialysis
6. Obat
yang terkonsentrasi/ dikeluarkan oleh ginjal dapat menyebabkan reaksi toksik
kumulatif dan/ atau kerusakan permanen pada ginjal
7. Fungsi
ginjal dapat lambat sampai gagal akut( sampai 12 bulan) dan defisit dapat
menetap, memerlukan perubahan dalam terapi untuk menghindari kekambuhan/
komplikasi
8. Menambah
pemahaman keluarga tentang medikasi yang diberikan
|
|
|
5
|
Setelah
diberikan asuhan keperawatan selama …x 24 jam diharapkan pasien mengerti tentang
penyakit yang diderita dengan dengan kriteria hasil :
1) Tidak
mengalami tanda/ gejala infeksi
|
1. Tingkatkan
cuci tangan yang baik pada pasien dan staf
2. Hindari
prosedur invansif, instrumen, dan manipulasi kateter tak menetap, kapanpun
mungkin, gunakan teknik aseptik bila merawat / memanipulasi IV / area
invansif. Ubah sisi/ balutan protokol.
Perhatikan edema, drainase purulen
3. Dorong
nafas dalam, batuk dan pengubahan posisi sering.
4. Awasi
TTV
5. Kolaborasi:
Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh SDP dengan diferensial
|
1. Menurunkan
risiko kontaminasi silang
2. Membatasi
introduksi bakteri ke dalam tubuh. Deteksi dini/ pengobatan terjadinya
infeksi dapat mencegah sepsis.
3. Mencegah
atelektasis dan memobilisasi sekret untuk menurunkan risiko infeksi paru
4. Demam
dengan peningkatan nadi dan pernafasan adalah tanda peningkatan laju
metabolik dari proses inflamasi, meskipun sepsis dapat terjadi tanpa respon
demam
5. Meskipun
peningkatan SDP dapat mengindikasikan infeksi umum, leukositosis umum
terlihat pada GGA dan dapat menunjukan inflamasi/ cedera pada ginjal,
perpindahan diferensial ke kiri menunjukan infeksi.
|
|
4. Implementasi
Implementasi
dilaksanakan sesuai dengan intervensi yang sudah dibuat.
5. Evaluasi
a
Dx 1 : Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan berhubungan dengan malnutrisi sekunder terhadap kehilangan protein
dan kurangnya intake nutrisi
Evaluasi: Nutrisi pasien terpenuhi
b
Dx 2 : Kelebihan volume cairan
berhubungan dengan kehilangan protein sekunder akibat peningkatan permiabilitas
glomerulus ditandai dengan pasien mengalami edema
Evaluasi: Menunjukan keseimbangan
cairan adekuat
c
Dx 3 : Kelelahan
berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik.
Evaluasi : Menunjukan kemampuan
untuk mempertahankan aktivitas yang
biasa/ normal
d
Dx 4 : Resiko tinggi infeksi berhubungan
dengan imunitas tubuh yang menurun.
Evaluasi : Daya imunitas tubuh
normal, tidak terjadi tanda/ gejala infeksi
e
Dx 5: Kurang
pengetahuan kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan
kurangnya sumber informasi
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Sindrom Nefrotik adalah gangguan
klinik yang ditandai dengan peningkatan protein urine (proteinuria), edema,
penurunan albumin dalam darah (hipoalbuminemia), dan kelebihan lipid dalam
darah (hiperlipidemia). Kejadian ini diakibatkan oleh kelebihan pecahan plasma
protein ke dalam urine karena peningkatan permeabilitas membran kapiler
glomerulus.
2. Etiologinya
antara lain sindrom nefrotik bawaan, sindrom nefrotik sekunder
dan
sindrom nefrotik idiopatik ( tidak diketahui sebabnya )
3. Klasifikasi
sindrom nefrotik antara lain sindrom nefrotik lesi minimal ( mcns : minimal
change nephrotic syndrome), sindrom nefrotik sekunder dan sindrom nefrotik
kongenital
4. Manifestasi
utama sindrom nefrotik adalah edema, penurunan jumlah urin, pucat, hematuri,
anoreksia dan diare disebabkan karena edema mukosa usus.
5. Pemeriksaan
diagnostic antara lain laboratorium, biosi ginjal dan pemeriksaan penanda
auto-immune (ANA, ASOT, C3, cryoglobulins, serum electrophoresis).
6. Penatalaksanaan
keperawatan antara lain tirah baring, terapi cairan, perawatan kulit, perawatan
mata, penatalaksanaan krisis hipovolemik dan pencegahan infeksi.
7. Komplikasi
antara lain infeksi sekunder, shock hipovolemik, trombosis vaskuler,
komplikasi yang bisa timbul adalah malnutrisi atau kegagalan ginjal, trombosis
vena, gagal ginjal akut akibat hipovolemia
B.
Saran
Dalam
pembuatan makalah ini penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kesalahan,
kekurangan serta kejanggalan baik dalam penulisan maupun dalam pengonsepan
materi. Untuk itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
agar kedepan lebih baik dan penulis berharap kepada semua pembaca mahasiswa
khususnya, untuk lebih ditingkatkan dalam pembuatan makalah yang akan datang.
Brunner
& Sudarth. 2001.Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah edisi :8 vol:3.Jakarta: EGC
Donna
L, Wong. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan
Anak, alih bahasa: Monica Ester. Jakarta: EGC.
Doengoes,
Marilyinn E, Mary Frances Moorhouse. 2000. Nursing
Care Plan: Guidelines for Planning and Documenting Patient Care (Rencana Asuhan
Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien),
alih bahasa: I Made Kariasa. Jakarta: EGC.
Linda
Juall Carpenito-moyet. 2006. Buku Saku
Diagnosis Keperawatan Edisi 10. EGC: Jakarta
Mutaqqin,
Arif dan Sari, Kumala. 2011. Asuhan
Keperawatan Gangguan Sistem Integumen. Jakarta: Salemba Medika
Ngastiyah.
2005. Perawatan Anak Sakit Edisi 2.
ECG: Jakarta.
Nurarif,
Amin Huda & Kusuma, Harif.2013.Aplikasi
Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Mediadan NANDA NIC-NOC Jilid 2.Yogyakarta:
Med Action Publishing
Syaifuddin.2011.Anatomi Fisiologi Kurikulum Berbasis
Kompetensi untuk Keperawatan dan Kebidanan Edisi 4.Jakarta: EGC
Sloane
Ethel.2003.Anatomi dan Fisiologi.Jakarta.EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar