BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Fraktur merupakan
ancaman potensial atau aktual kepada integritas seseorang akan mengalami
gangguan fisiologis maupun psikologis yang dapat menimbulkan respon berupa
nyeri. Nyeri tersebut adalah keadaan subjektif dimana seseorang memperlihatkan
ketidak nyamanan secara verbal maupun non verbal. Respon seseorang terhadap
nyeri dipengaruhi oleh emosi, tingkat kesadaran, latar belakang budaya,
pengalaman masa lalu tentang nyeri dan pengertian nyeri. Nyeri mengganggu
kemampuan seseorang untuk beristirahat, konsentrasi, dan kegiatan yang biasa
dilakukan (Engram, 1999). Jumlah penderita mengalami fraktur di Amerika Serikat
sekitar 25 juta orang pertahun.
Femur merupakan
kejadian tertinggi. Berdasarkan observasi peneliti sejumlah pasien dengan
keluhan utama nyeri sering ditemui terutama pada pasien fraktur. Informasi yang
didapat peneliti dari perawat ruangan pada saat itu, untuk mengatasi nyeri yang
dirasakan oleh pasien diberikan obat analgetik saja dan tidak pernah diberi
kompres dingin oleh perawat untuk mengatasi nyeri yang dirasakan pasien
tersebut. Kompres dingin merupakan salah satu bentuk tindakan mandiri perawat
yang perlu dipertimbangkan terutama pada pasien yang mengalami nyeri.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi dan fisiologi
fraktur?
2. Apa saja
pengertian fraktur?
3. Apa saja
klasifikasi fraktur?
4. Bagaimana
etiologi fraktur?
5. Bagaimana
patofisiologi fraktur?
6. Bagaimana
manifestasi klinis fraktur?
7. Apa saja
pemeriksaan penunjang fraktur?
8. Bagaimana
penatalaksanaan fraktur?
9. Bagaimana
komplikasi fraktur?
10. Bagaimana
asuhan keperawatan fraktur?
C.
Tujuan
1. Tujuan
Umum
Untuk
memenuhi tugas mata perkuliahan Sistem Muskuluskeletal
2. Tujuan
Khusus
a. Untuk mengetahui Bagaimana anatomi
dan fisiologi fraktur
b. Untuk mengetahui Apa saja pengertian fraktur
c. Untuk mengetahui Apa saja klasifikasi fraktur
d. Untuk mengetahui Bagaimana
etiologi
fraktur
e. Untuk mengetahui Bagaimana patofisiologi fraktur
f. Untuk mengetahui Bagaimana manifestasi klinis fraktur
g. Untuk mengetahui Apa saja pemeriksaan penunjang fraktur
h. Untuk mengetahui Bagaimana penatalaksanaan fraktur
i.
Untuk mengetahui Bagaimana
komplikasi fraktur
j.
Untuk mengetahui Bagaimana
asuhan keperawatan fraktur
D.
Manfaat
Hasil dari pendiskusian makalah ini diharapkan dapat
memberikan manfaat kepada semua pihak, khususnya kepada mahasiswa untuk
menambah pengetahuan tentang fraktur.
.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
KONSEP
DASAR
1. Anatomi
dan Fisiologi
Struktur
tulang dan jaringan ikat menyusun kurang lebih 25% berat badan, dan otot
menyusun kurang lebih 50% kesehatan dan baiknya fungsi sistem muskuloskeletal
sangat tergantung pada sistem tubuh lain. Struktur tulang memberi perlindungan
terhadap organ vital, termasuk otak, jantung dan paru. Kerangka tulang
merupakan kerangka yang kuat untuk menyyangga struktur tubuh. Otot yang melekat
ke tulang memungkinkan tubuh bergerak. Matriks tulang menyimpan kalsium,
fodfor, magnesium, dan fluor. Lebih dari 99% kalsium tubuh total terdapat dalam
tulang. Sumsum tulang merah yang terletak dalam tulang menghasilkan sel darah
merah dan putih dalam proses yang dinamakan hematopoesis. Kontraksi otot
menghasilkan suatu usaha mekanik untuk gerakan maupun produksi panas untuk
mempertahankan temperature tubuh. (Brunner & Suddarth, 2002). Tulang
terbagi dalam empat kategori: tulang panjang (mis, femur), tulang pendek (mis,
tulang tarsial), tulang pipih (mis, sternum) dan tulang tidak teratur (mis
vertebra). Tulang tersusun oleh jaringan tulang konselus (trabekular/ spongius)
atau kortikel (kompak), tulang panjang (misal femur berbentuk seperti
tungkai/batang panjang dengan ujung yang membalut) ujung tulang panjang
ditutupi oleh kartilago artikular pada sendi-sendinya. Tulang panjang disusun
untuk menyangga berat badan dan gerakan.
Tulang
pendek (misal metakarpal ) terdiri dari tulang konselus ditutupi selapis tulang
kompak. Tulang pipih (misal, sternum) merupakan tempat penting untuk
hematopoesis dan sering memberikan perlindungan bagi organ vital. Tulang tak
teratur (misal, vertebra ) mempunyai bentuk yang unik sesuai dengan fungsinya.
Osteoblast berfungsi dalam pembentukan tulang dengan mensekresikan matrik
tulang dan terletak dalam osteon (unit matrik tulang). Osteoklas adalah sel
multi nuklea atau berinti banyak yang berperan dalam penghancuran dan resorbsi
tulang panjang dan rongga-rongga dalam tulang konselus.
Tibia atau tulang kering merupakan
kerangka yang utama dari tungkai bawah dan terletak medial dan fibula/tulang
betis: tibia adalah tulang pipa dengan batang dan dua ujung.
a. Ujung
atas memperlihatkan adanya kondil lateral, kondil lateral memperlihatkan
posterior sebuah faset untuk persendian dengan kepala fibula pada sendi
fibio-fibular superior, tuberkel dan fibia ada disebelah depan dengan tepat
dibawah kondil-kondil ini, bagian depan member kaitan kepada tendon dari insersi
otot ekstensor kwadrisep.
b. Batang
dalam irisan melintang bentuknya segitiga, sisi anteriornya paling menjulang
dan sepertiga sebelah tengah, terletak subkutan bagian ini membentuk krista
tibia.
c. Ujung
bawah masuk dalam formasi persendian mata kaki, tulangnya sedikit dan kebawah
sebelah medial menjulang menjadi maleoulus medial/meleolus tibia. Fibula/
tulang betis adalah tulang sebelah lateral tungkai bawah tulang itu adalah tulang
pipa dengan sebuah batang dan dua ujung.
d. Ujung
atas berbentuk kepala dan bersendi dengan bagian belakang luar dari tibia,
tetapi tidak masuk dalam formasi sendi lutut.
e. Batangnya
ramping terbenam dalam otot tungkai dan memberi banyakn kaitan
f. Ujung
bawah sebelah bawah lebih memanjang menjadi maleolus lateralis/maleolus fibula (Evelyn
Paecce, 2002)
2. Pengertian
a. Fraktur
adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang. Patahan tadi mungkin
taklebih dari suatu retakan, suatu pengisutan atau primpilan korteks; biasanya
patahan lengkap dan fragmen tulang bergeser. Kalau kulit diatasnya masih utuh,
keadaan ini disebut fraktur tertutup ( atau sederhana) kalau kulit atau salah
satu dari rongga tubuhtertembus keadaan ini disebut fraktur terbuka (atau
compound) yang cenderung untuk mengalami kontaminasi dn infeksi (A,Graham,A
& Louis, S, 2000).
b. Fraktur
adalah terputusnya kontinuitas tulang dan atau tulang rawan yang umumnya
disebabkan oleh ruda paksa. (Sjamsuhidajat, 2005).
c. Fraktur
atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya (Brunner & Suddarth, 2005).
d. Fraktur
adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik kekuatan
dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri dan jaringan lunak
disekitar tulang akan menetukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau
tidak lengkap ( Price, A dan L.Wilson, 2006).
e. Fraktur
adalah terputusnya keutuhan tulang, umumnya akibat trauma. Fraktur dapat
digolongkan sesuai jenis dan arah garis fraktur (Tambayong, J, 2000).
f. Fraktur
adalah terputusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang
disebabkan oleh kekerasan (Oswardi, 2000).
3. Klasifikasi Fraktur
berdasarkan Garis Fraktur
Menurut
Garis Fraktur
- Fraktur
komplit
Garis
patahnya melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang dan
fragmen tulang biasanya berubah tempat.
- Fraktur
inkomplit adalah fraktur yang garis patahnya tidak melalui seluruh
penampang tulang
- Greenstick
fracture adalah jenis fraktur yang mengenai satu korteks dimana korteks
tulangnya sebagian masih utuh juga periosteum, akan segera sembuh dan
segera mengalami remodelling ke bentuk normal. Bisa dikatakan fraktur ini
adalah fraktur yang di mana salah satu sisi tulang patah sedangkan sisi
yang lainnya membengkok.
- Hair
line fraktur adalah Garis fraktur hampir tidak tampak sehingga tidak ada
perubahan bentuk tulang.
Menurut
Jumlah Dan Garis Patah/Bentuk/Konfigurasi
- Fraktur
kominutif adalah fraktur yang Lebih dari satu garis fraktur, fragmen
tulang pecah, terpisah-pisah dalam berbagai serpihan.
- Fraktur
segmental adalah Bila garis patah lebih dari satu tetapi tidak berhubungan
satu ujung yang tidak memiliki pembuluh darah menjadi sulit untuk sembuh
dan keadaan ini perlu terapi bedah
- Fraktur
multipel adalah Garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang yang
berlainan tempatnya. Seperti fraktur femur, cruris dan vertebra.
Berdasarkan bentuk
garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme trauma.
1. Fraktur
Transversal adalah fraktur yang arahnya melintang sepanjang garis tengah tulang
dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
2. Fraktur
Oblik adalah fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu
tulang atau dengan garis tengah tulang dan merupakan akibat trauma angulasi
juga.
3. Fraktur
Spiral adalah fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan
trauma rotasi.
4. Fraktur
Kompresi adalah fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong
tulang ke arah permukaan lainbiasanya terjadi pada tulang belakang.
5. Fraktur
Avulsi adalah fraktur yang diakibatkan karena tertariknya fragmen tulang dan ligamen
atau tendon pada perlekatannya.
Berdasarkan jumlah garis patah.
1.
Fraktur Komunitif
adalah fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
2.
Fraktur Segmental
adalah fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan.
3.
Fraktur Multiple adalah
fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang sama.
Menurut,
(Sjamsuhidajat,2005) patah tulang dapat dibagi menurut:
1.
Ada tidaknya hubungan
antara patahan tulang dengan dunia luar, yaitu:
a. Patah
tulang tertutup
Dikatakan tertutup bila
tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut dengan
fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur
tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar
trauma, yaitu: 1) Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera
jaringan lunak sekitarnya.
-
Tingkat 1 : fraktur
dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan.
-
Tingkat 2 : fraktur
yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan pembengkakan.
-
Tingkat 3 : Cedera
berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan ancaman sindroma
kompartement
b. Patah
tulang terbuka, yang memungkinkan kuman dari luar dapat masuk kedalam luka
sampai ketulang yang patah. Patah tulang terbuka dibagi menjadi tiga derajat
yang ditentukan oleh berat ringannya patah tulang.
Tabel Derajat patah
tulang Terbuka
Derajat
I
|
Laserasi
< 2cm
|
Sederhana,dislokasi
fragmen minimal
|
Derajat
II
|
Laseri
> 2cm, konstusio otot di sekitarnya
|
Dislokasi
fragmen jelas
|
Derajat
III
|
Luka
lebar, rusak hebat atau hilangnya jaringan disekitarnya
|
Kominutif,
segmental, fragmen tulang ada yang hilang
|
4. Etiologi
Menurut Oswari E,
(2000), penyebab fraktur adalah:
a. Kekerasan
langsung
Kekerasan langsung menyebabkan
patah tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian demikian sering
bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau miring.
b. Kekerasan
tidak langsung
Kekerasan tidak langsung
menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan.
Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor
kekerasan.
c. Kekerasan
akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot
sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan
dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
5.
Patofisiologi
Fraktur gangguan pada tulang
biasanya disebabkan oleh gangguan adanya gaya dalam tubuh, yaitu stres,
gangguan fisisik,gangguan metabolik, patologik. Kemampuan otot mendukung tulang
turun, baik terbuka ataupun tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan
mengakibatkan pendarahan, maka volume darah menurun. COP menurun maka terjadi
perubahan perfusi jaringan. Hematoma akan mengkudasi plasma dan poliferasi
menjadi edem lokal maka penumpukan di dalam tubuh. Fraktur terbuka atau
tertutup akan mengenai saraf yang dapat menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri.
Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat terjadi neurovaskuler yang
menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggu. Disamping itu
fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi
infeksi terkontaminasi dengan udara luar dan kerusakan jaringan lunak akan
mengakibatkan kerusakan integritas kulit. Fraktur adalah patah tulang, bisanya
disebabkan oleh trauma gangguan metabolik, patologik yang terjadi itu terbuka
dan tertutup. Pada umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan
dilakukan immobilitas yang bertujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah
dihubungkan tetap pada tempatnya sampai sembuh.
Jejas yang ditimbulkan karena
adanya fraktur menyebabkan rupturnya pembuluh darah sekitar yang dapat
menyebabkan terjadinya pendarahan. Respon dini terhadap kehilangan darah adalah
kompensasi tubuh, sebagai contoh vasokontraksi progresif dari kulit, otot dan
sirkulasi vaseral. Karena ada cedera, respon terhadap berkurangnya volume darah
yang akut adalah peningkatan detak jantung sebagai usaha untuk menjaga output
jantung, pelepasan katekolamin-katekolamin endogen meningkatkan tahanan
pembuluh perifer hal ini akan meningkatkan tekanan darah diastolic dan mengurangi
tekanan nadi (pulse pressure), tetapi hanya sedikit membantu peningkatan
perfusi organ. Hormon-hormon lain yang bersifat vasoaktif juga dilepaskan di
dalam sirkulasi sewaktu terjadinya syok, termasuk histamin, bradikinin
beta-endorpin dan sejumlah besar prostanoid dan sitokin-sitokin lain. Subtansi
ini berdampak besar pada mikro-sirkulasi dan permeabilitas pembuluh darah. Pada
syok perdarahan yang masih dini, mekanisme kompensasi sedikit mengatur
pengembalian darah (venous return) dengan cara kontraksi volume darah di dalam
sistem vena sistemik. Cara yang paling efektif untuk memulihkan kardiak pada
tingkat seluler, sel dengan perfusi dan oksigen tidak adekuat tidak mendapat
substrat esensial yang sangat diperlukan untuk metabolisme aerobik normal dan
produksi energi. Pada keadaan awal terjadi kompensasi dengan berpindah ke
metabolisme anaerobik, hal mana mengakibatkan pembentukan asam laktat dan
berkembangnya asidosis metabolik. Bila syoknya berkepanjangan dan penyampaian
substrat untuk pembentukan ATP (adenosin triphosphat) tidak memadai, maka
membran sel tidak dapat lagi mempertahankan integritasnya dan gradientnya
elektrik normal hilang.
Sewaktu tulang patah perdarahan
biasanya terjadi disekitar tempat patah dan kedalam jaringan lunak sekitar
tulang tersebut. Jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi
peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel
mast berakumulasi sehingga menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat
tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat
patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk
melakukan aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang
disebut callus. Bekuah fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami
remodoling untuk membentuk tulang sejati.
6. Pathway
Kecelakaan
|
Trauma eksternal lebih dari kekuatan
tulang
|
Tulang tidak mampu menahan trauma
|
Fiksasi eksterna
|
Pergeseran fragmen tulang yang patah
|
Trauma jaringan
|
Perubahan penampilan dan penurunan fungsi
tubuh
|
Anestesi
|
OREF
|
HDR
|
Peristaltik menurun
|
Nafsu makan menurun
|
RESIKO KETIDAKSEIMBANGAN
NUTRISI KURANG DARI KEBUTUHAN TUBUH
|
Trauma jaringan
|
KERUSAKAN
INTREGITAS KULIT
|
NYERI
AKUT
|
Kekuatan otot dan kemampuan gerak kurang
|
GANGGUAN
MOBILITAS FISIK
|
DEFISIT PERAWATAN DIRI
|
Luka terbuka
|
Penurunan pertahanan utama tubuh
|
Jalan masuk organisme
|
RESIKO
INFEKSI
|
Fraktur
|
7. Manifestasi
klinis
Manifestasi klinis fraktur menurut
Brunner & Suddarth (2005) adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,
pemendekan ekstrimitas, krepitus, pembengkakan local, dan perubahan warna.
a. Nyeri
terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di imobilisasi,
spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang di
rancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
b. Setelah
terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak tidak
alamiah bukan seperti normalnya, pergeseran fraktur menyebabkan deformitas,
ekstrimitas yang bias di ketahui dengan membandingkan dengan ekstrimitas yang
normal. Ekstrimitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot
bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
c. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan
tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah
tempat fraktur.
d. Saat ekstrimitas di periksa dengan tangan,
teraba adanya derik tulang yang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan
antara fragmen satu dengan yang lainya.
e. Pembengkakan
dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai Pembengkakan dan perubahan
warna local pada kulit terjadi sebagai akibat dari trauma dan perdarahan yang
mengikuti fraktur. Tanda ini biasanya baru terjadi setelah beberapa jam atau
hari setelah cedera
8. Pemeriksaan
penunjang
Menurut (doengoes, 2000)
pemeriksaan diagnostik fraktur diantaranya :
a. Pemeriksaan
Rontgen : menentukan lokasi atau luasnya fraktur
b. Scan tulang, tonogramm,
scan CI/MRI: memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi
kerusakan jaringan lunak.
c. Arteriogram
: dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai
d. Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat
(hemokonsentrasi) atau menurun(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ
jauh pada trauma multiple).
Peningkatan jumlal SDP adalah respons stress
normal setelah trauma.
e. Kreatinin
: traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk kliren ginjal.
f. Profil
koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multiple,
atau cederah hati.
9. Penatalaksanaan
Prinsip
pennganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan pengembalian fungsi serta
kekuatan normal dengan rehabilitasi( Brunner & Suddarth, 2002). Reduksi
fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi
anatomis. Metode untuk mencapai reduksifraktur adalah dengan reduksi tertutup,
traksi, dan reduksi terbuka. Metode yang dipilih untuk mereduksi fraktur
bergantung pada sifat frakturnya.
Pada
kebanyakan kasus, reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen
tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi dan
traksi manual. Selanjutnya, traksi dapat dilakukan untuk mendapatkan efek
reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spesame otot yang
terjadi. Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka, dengan pendekatan
bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat,
sekrup, plat, paku, atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan
fragmen tulang dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi
penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi interna dan fiksasi
eksterna. Metode fiksasi ekstern meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi
kontin, pin, dan tehnik gips. Sedangkan implant logam digunakan untuk fiksasi
interna.
Mempertahankan
dan mengembalikan fragmen tulang, dapat dilakukan dengan reduksi dan
imobilisasi. Pantau status neurovaskuler, latihan isometrik, dan memotivasi
klien untuk berpartisipasi dalam memperbaiki kemandirian dengan harga diri
(Brunner & suddarth, 2005).
Prinsip
penangan fraktur dikenal dengan empat R yaitu:
a. Rekognisi
adalah menyangkut diagnosis fraktur pada tempat kejadian dan kemudian dirumah
sakit.
b. Reduksi
adalah usaha dan tindakan memanipulasi fragmen-fragmen tulang yang patah
sedapat mungkin untuk kembali seperti letak asalnya.
c. Retensi
adalah aturan umum dalam pemasangan gips, yang dipasang untuk mempertahankan
reduksi harus melewati sendi di atas fraktur dan dibawah fraktur.
d. Rehabilitasi
adalah pengobatan dan penyembuhan fraktur (Price, 2006).
Penatalaksanaan
perawat menurut Mansjoer (2003), adalah sebagai berikut:
a. Terlebih
dahulu perhatikan adanya perdarahan, syok dan penurunan kesadaran, baru periksa
patah tulang
b. Atur
posisi tujuannya untuk menimblkan rasa nyaman,mencegah komplikasi.
c. Pemantauan
neurocirculatory yang dilakukan setiap jam secara dini, dan pemantauan
neurocirculatory pada daerah yang cedera adalah:
1. Merabah
lokasi apakah masih ingat
2. Observasi
warna
3. Menekan
pada akar kuku dan perhatikan pengisian kembali kapiler
4. Tanyakan
pada pasien mengenai rasa nyeri atau hilang sensasi pada lokasi cedera
5. Meraba
lokasi cedera apakah pasien bisa membedakan rasa sensasi nyeri
6. Observasi
apakah daerah fraktur bisa digerakan.
d. Pertahankan
kekuatan dan pergerakan
e. Mempertahankan
kekuatan kulit
f. Meningkatkan
gizi, makanan- makanan yang tinggi serat anjurkan intake protein 150-300
gr/hari
g. Memperhatikan
immobilisasi fraktur yang telah direduksi dengan tujuan untuk mempertahankan
fragmen yang telah dihubungkan tetap pada tempatnya sampai sembuh.
Tahap-tahap
penyembuhan fraktur menurut Brunner & Suddarth (2005):
1. Inflamasi,
tubuh berespon pada tempat cedera terjadi hematom
2. Proliferasi
sel, terbentuknya barang-barang fibrin sehingga terjadi revaskularisasi
3. Pembentukan
kalus, jaringan fibrus yang menghubungkan efek tulang
4. Opsifikasi,
merupakan proses penyembuhan pengambilan jaringan tulang yang baru
5. Remodeling,
perbaikan patah yang meliputi pengambilan jaringan yang mati dan reorganisasi
Proses
penyembuhan fraktur menurut (Sjamsuhidayat,2005) yaitu:
a. Fase
Hematoma: apabila terjadi frakture pada tulang panjang maka pembuluh kecil yang
melewati kanalikuli dalam sistem harvers mengalami robekan dan akan membentuk
hematoma dikedua sisi fraktur. Hematoma yang besar akan diliputi poriosteum.
Poriosteum akan terdorong dan dapat mengalami robekan akibat tekanan hematoma
sehingga terjadi ekstravasasi darah kedalam jaringan lunak. Osteosit di daerah
fraktur akan kehilangan darah dan mati, sehingga menimbulkan suatu daerah
cincin avaskuler tulang yang mati pada sisi-sisi fraktur setelah trauma.
b. Fase
Proloferasi Seluler Subperiosteal dan Endosteal
Proses penyembuhan
fraktur karena sel-sel osteogenik yang berproliferasi dari periosteum untuk
membentuk kalus eksterna dan dari endosteum membentuk kalusinterna sebagai aktivitas
seluler dalam kanalis medularis. Robekan yang hebat dari periosteum akan
menyebabkan penyembuhan sel dari diferensiasi sel-sel mekenkimal yang tidak
berdiferensiasi ke dalam jaringan lunak.
Pada tahap awal
penyembuhan terjadi pertambahan sel-sel osteogenik. Setelah beberapa minggu,
kalis dari fraktur membentuk suatu massa yang meliputi jaringan
osteogenik(belum mengandung tulang, sehingga apabila difoto rontagen akan
tampak radiolusen).
c. Fase
Pembentukan Kalus
Sel yang berkembangbiak
memiliki potensi kondrogenik dan osteogenik yang apabila berada dalam keadaan
yang tepat akan membentuk tulang sejati dan kadang tulang kartilago. Tempat
osteoblas diduduki oleh matriks interseluler kolagen dan perlekatan
polisakarida oleh garam-garam kalsium membentuk suatu tulang imatur yang
disebut woven bone.
d. Fase
Konsolidasi
Woven bone akan
membentuk kalus primer dan secara perlahan diubah menjadi tulang yang lebih
matang oleh aktivitas osteoblas yang menjadi struktur lamerlar dan kelebihan
kalus akan diresorpsi secara bertahap
e. Fase
Remodelling
Terjadi resorpsi secara
osteoklastik dan tetap terjadi proses osteoblastik pada tulang dankalus
eksterna perlahan-lahan menghilang. Kalus intermediate berubah menjadi tulang.
10. Komplikasi
Komplikasi
fraktur menurut (Price, A dan L.Wilson, 2006)
a. Malunion,
adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi yang
tidak pada seharusnya, membentu sudut atau miring
b. Delayed
Union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi dengan kecepatan
yang lebih lambat dari keadaan normal.
c. Nonunion,
patah tulang yang tidak menyambung kembali
d. Compartment syndroma adalah suatu keadaan
peningkatan yang berlebihan di dalam suatu ruangan yang disebabkan oleh
pendarahan masif pada suatu tempat.
e. Shock
terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler
yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
f. Fat
embolisme syndrome, tetesan lemak masuk ke dalam pembluh darah. Faktor resiko
terjadinya emboli lemak ada fraktur yang meningkat pada laki-laki usia 20-40
tahun, usia 70 sampai 80 faktur tahun.
g. Tromboembolik
komplication, trombo vena dalam sering terjadi pada individu yang imobilisasi
dalam waktu yang lama karena trauma atau ketidakmampuan lazimnya komplikasi pada
perbedaan ekstermitas bawah atau trauma komplikasi paling fatal bila terjadi
pada bedah ortopedi.
h. Infeksi,
sistem pertahan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan . Pada trauma
orthopedik infeksi dimulai pada kulit (superfisial) dan masuk ke dalam. Ini
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan
bahan lain dalam pembedah seperti pin dan plat.
i.
Avascular nekrosis,
pada umumnya berkaitan dengan aseptik atau nikrosis iskemia.
j.
Refleks symphathethik
dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif sistem saraf simpatik abnormal
syndrome ini belumbanyak dimengerti. Mungkin karena nyeri, perubahan tropik dan
vasomotor instability.
ASUHAN
KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pada
pengkajian fokus yang perlu di perhatikan pada pasien fraktur merujuk pada
teori menurut Doenges (2002) dan Muttaqin (2008) ada berbagai macam meliputi:
a.
Riwayat penyakit
sekarang
Kaji
kronologi terjadinya trauma yang menyebabkan patah tulang kruris, pertolongan
apa yang di dapatkan, apakah sudah berobat ke dukun patah tulang. Selain itu,
dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan, perawat dapat mengetahui
luka kecelakaan yang lainya. Adanya trauma lutut berindikasi pada fraktur tibia
proksimal. Adanya trauma angulasi akan menimbulkan fraktur tipe konversal atau
oblik pendek, sedangkan trauma rotasi akan menimbulkan tipe spiral. Penyebab
utama fraktur adalah kecelakaan lalu lintas darat.
b. Riwayat
penyakit dahulu
Pada
beberapa keadaan, klien yang pernah berobat ke dukun patah tulang sebelumnya
sering mengalami mal-union. Penyakit tertentu seperti kanker tulang atau
menyebabkan fraktur patologis sehingga tulang sulit menyambung. Selain itu,
klien diabetes dengan luka di kaki sangat beresiko mengalami osteomielitis akut
dan kronik serta penyakit diabetes menghambat penyembuhan tulang.
c. Riwayat
penyakit keluarga
Penyakit
keluarga yang berhubungan dengan patah tulang cruris adalah salah satu faktor
predisposisi terjadinya fraktur, seperti osteoporosis yang sering terjadi pada
beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik.
d. Pola
kesehatan fungsional
1. Aktifitas/
Istirahat
Keterbatasan/
kehilangan pada fungsi di bagian yang terkena (mungkin segera, fraktur itu
sendiri atau terjadi secara sekunder, dari pembengkakan jaringan, nyeri)
2. Sirkulasi
a. Hipertensi
( kadang – kadang terlihat sebagai respon nyeri atau ansietas) atau hipotensi
(kehilangan darah)
b. Takikardia
(respon stresss, hipovolemi)
c. Penurunan
/ tidak ada nadi pada bagian distal yang cedera,pengisian kapiler lambat, pusat
pada bagian yang terkena.
d. Pembengkakan
jaringan atau masa hematoma pada sisi cedera.
3. Neurosensori
a. Hilangnya
gerakan / sensasi, spasme otot
b. Kebas/
kesemutan (parestesia)
c. Deformitas
local: angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi (bunyi berderit) Spasme
otot, terlihat kelemahan/ hilang fungsi.
d. Angitasi
(mungkin badan nyeri/ ansietas atau trauma lain)
4. Nyeri
/ kenyamanan
a. Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin
terlokalisasi pada area jaringan / kerusakan tulang pada imobilisasi ), tidak
ada nyeri akibat kerusakan syaraf .
b. Spasme / kram otot (setelah imobilisasi)
5. Keamanan
a. Laserasi
kulit, avulse jaringan, pendarahan, perubahan warna
b. Pembengkakan
local (dapat meningkat secara bertahap atau tiba- tiba).
6. Pola hubungan dan peran Klien akan kehilangan
peran dalam keluarga dan dalam masyarakat karena klien harus menjalani rawat
inap.
7. Pola
persepsi dan konsep diri
Dampak yang timbul dari
klien fraktur adalah timbul ketakutan dan kecacatan akibat fraktur yang
dialaminya, rasa cemas, rasa ketidak mampuan untuk melakukan aktifitasnya
secara normal dan pandangan terhadap dirinya yang salah.
8. Pola
sensori dan kognitif
Daya raba pasien
fraktur berkurang terutama pada bagian distal fraktur, sedangkan indra yang
lain dan kognitif tidak mengalami gangguan. Selain itu juga timbul nyeri akibat
fraktur.
9. Pola
nilai dan keyakinan
Klien fraktur tidak
dapat beribadah dengan baik, terutama frekuensi dan konsentrasi dalam ibadah.
Hal ini disebabkan oel nyeri dan keterbatasan gerak yang di alami klien.
2. Diagnosa
Keperawatan
Diagnosa
keperawatan fraktur menurut Doengoes (2000), dan Barbara (1999) adalah
a. Nyeri
berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen tulang, edema
dan cedera pada jaringan, alat traksi/ immobilisasi, stress, ansietas.
b. Kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status metabolic,
kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan oleh terdapat luka/
ulserasi, kelemahan, penurunan berat badan, turgor kulit buruk, terdapat
jaringan nekrotik.
c. Gangguan
mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri / ketidak nyamanan, kerusakan
musculoskeletal, terapi pembatasan aktifitas, penurunan kekuatan / tahanan.
d. Resiko
infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respon inflamasi tertekan,
prosedur invasi dan jalur penusukan, luka/ kerusakan kulit, insisi pembedahan.
e. Defisit
perawatan diri berhubungan dengan factor (kolaboratif): traksi atau gibs pada
ekstrimitas
f. Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan berhubunngan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat.
g. Harga
diri rendah berhubungan dengan penurunan fungsi tubuh.
3. Intervensi
No
Dx
|
Tujuan
dan Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Setelah
diberikan asuhan keperawatan selama …x24 jam diharapakan
klien mampu beradaptasi dengan nyeri yang di alami dengan kriteria hasil:
1. Pasien
melaporkan nyeri hilang/
terkontrol dengan skala 0-1
2. Menunjukan ekspresi wajah/postur tubuh rileks,
3. Berpartisipasi dalam aktivitas dan
tidur/istirahat dengan tepat.
4. Klien
dapat mandiri dalam perawatan dan penanganannya secara sederhana
|
1. Observasi
tanda-tanda vital
2. Kaji
tingkat intensitas dan frekuensi nyeri
3. Beri
posisi senyaman mungkin
4. Lakukan
pendekatan pada klien dan keluarga
5. Jelaskan
pada klien penyebab nyeri
6. Melakukan
kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgetik
|
1. Untuk
mengetahui perkembangan klien
2. Tingkat
intensitas nyeri dan frekuensi menunjukkan skala nyeri
3. Memperlancar
sirkulasi pada daerah luka atau nyeri
4. Hubungan
yang baik membuat klien dan keluarga menjadi kooperatif
5. Memberikan
penjelasan akan menambah pengetahuan klien tentang nyeri
6. merupakan
tindakan dependent perawat, dimana analgetik berfungsi untuk memblok
stimulasi nyeri.
|
2
|
Setelah
diberikan asuhan keperawatan selama …x24 jam diharapakan pemenuhan masalah kerusakan
kulit dapat teratasi, penyembuhan luka sesuai waktu dengan kriteria hasil:
1.
Perfusi jaringan baik
2.
Integritas kulit yang
baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi,
pigmentasi). Tidak
ada tanda- tanda infeksi seperti pus, kemerahan, luka bersih tidak lembab dan
tidak kotor
3.
Mampu melindungi
kulit dan mempertahankan kelembapan kulit dan perawatan alami
4.
Menunjukkan pemahaman
dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cedera berulang
|
1. Kaji
kulit dan identitas pada tahap perkembangan luka
2. Kaji
lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.
3. Pantau
peningkatan suhu tubuh.
4. Berikan
perawatan luka dengan tehnik aseptic. Balut luka dengan kasa kering dan
steril, gunakan plester kertas.
5. Kolaborasi
pemberian anti biotic sesuai indikasi.
|
1. mengetahui
sejauhmana perkembangan luka mempermudah dalam melakukan tindakan yang tepat.
2. mengidentifikasi
tingkat keparahan luka akan mempermudah intervensi.
3. suhu
tubuh yang meningkat dapat diidentifikasi sebagai adanya proses peradangan
4. tehnik
aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi
5. anti
biotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen pada daerah yang
beresiko terjadi infeksi.
|
3
|
Setelah
diberikan asuhan keperawatan selama …x24 jam diharapakan
pasien akan menunjukan tingkat mobilitas optimal dengan kriteria hasil:
1. klien
mampu melakukan pergerakan dan perpindahan,mempertahankan mobilitas optimal
yang dapat ditoleransi dengan karakteristik :
a. 0
= mandiri penuh
b. 1
= memerlukan alat bantu
c. 2
= memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan pengawasan dan pengajaran.
d. 3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan
alat bantu
e. 4
= ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.
|
1. Kaji
kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.
2. Tentukan
tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
3. Ajarkan
dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.
4. Ajarkan
dan dukkung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
5. Kolaborasi
dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
|
1. mengidentifikasi
masalah, memudahkan intervensi
2. mempengaruhi
penilaian terhadap kemampuan aktifitas apakah karena ketidakmampuan atau
ketidakmauan.
3. menilai
batasan kemampuan aktivitas optimal
4. agar
pasien mampu mengikuti latihan dan bisa bergerak secara perlahan
5. sebagai
suatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan mempertahankan atau
meningkatkan mobilitas pasien.
|
4
|
Setelah
diberikan asuhan keperawatan selama ..x24 jam diharapakan
infeksi tidak terjadi/ terkontrol dengan kriteria hasil:
1. Klien
bebas dari tanda dan gejala infeksi
2. Mendeskripsikan
proses penularan penyakit, faktor yang mempengaruhi penularan serta
penatalaksanaanya
3. Menunjukkan
kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
4. Jumlah
leukosit dalam batas normal
Menunjukkan
perilaku hidup sehat
|
1. Pantau
tanda-tanda vital
2. Lakukan
perawatan luka dengan tehnik aseptik.
3. Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif
seperti infuse, kateter, drainase luka, dll.
4. Jika di temukan tanda infeksi kolaborasi
untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan leukosit.
5. Kolaborasi
untuk pemberian antibiotic.
|
1. mengidentifikasi
tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh meningkat
2. mengendalikan
penyebaran mikroorganisme pathogen
3. untuk
mengurangi resiko infeksi nosokomial
4. penurunan
Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bias terjadi akibat terjadinya
proses infeksi
5. antibiotic
mencegah perkembangan mikroorganisme pathogen
|
5
|
Setelah
diberikan asuhan keperawatan selama …x24 jam diharapakan
tidak terjadi defisit perawatan diri dengan kriteria hasil:
1. tidak
ada bau badan
2. tidak
bau mulut
3. mukosa
mulut lembab, kulit utuh
|
1.
Berikan bantuan pada AKS sesuai
kebutuhan, ijinkan pasien untuk merawat diri sesuai dengan kemampuannya.
2.
Setelah reduksi, tempatkan
kantung plastik di atas ekstrimitas untuk mempertahankan gibs/ belat/ fiksasi
eksternal tetap kering pada saat mandi. Rujuk pada bagian terapi fisik sesuai
pesanan untuk instruksi berjalan dengan kruk untuk ambulasi dan dapat menggunakannya
secara tepat.
|
1.
AKS adalah fungsi-fungsi dimana
orang normal melakukan tiap hari untuk memenuhi kebutuhan dasar. Merawat
untuk kebutuhan dasar orang lain membantu mempertahanka harga diri.
2.
kantong plastik melindungi
alat-alat dari kelembaban yang berlebih yang dapat menimbulkan infeksi dan
dapat menyebabkan lunaknya gibs, hal ini menyiapkan pasien untuk mendorong
dirinya sendiri setelah dia pulang. Ahli terapi fisik adalah sepesialis
latihan yang membantu pasien dalam rehabilitasi mobilitas.
|
6
|
Setelah
diberikan asuhan keperawatan selama ..x24 jam diharapakan
nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhan tubuh dengan kriteria hasil:
1.
Tidak ada tanda-tanda
malnutrisi
2.
Tidak ada penurunan
berat badan yang berarti
3.
Berat badan ideal
sesuai dengan tinggi badan
4.
Adanya peningkatan
berat badan sesuai dengan tujuan
|
1.
Kaji kemampuan pasien untuk
mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
2.
Kaji factor yang dapat merubah
masukan nutrisi seperti anoreksi dan mual
3.
Berikan makanan dengan porsi
sedikit tapi sering
4.
Ciptakan lingkungan yang nyaman
dan menyenangkan selama waktu makan
5.
Kolaborasi dengan tim medis
pemberian obat anti mual
|
1.
untuk mengetahui tingkat status
nutrisi pasien
2.
menyediakan informasi mengenai
factor lain yang dapat di ubah atau di hilangkan untuk meningkatkan masukan
diet
3.
untuk mengurangi rasa mual.
4.
untuk meningkatkan nafsu makan.
5.
mengurangi rasa mual pada pasien
|
7
|
Setelah
diberikan asuhan keperawatan selama ..x24 jam
diharapakan pasien dapat memperbaiki konsep diri dengan kriteria hasil:
1.
klien
mampu menunjukkan penilaian pribadi tentang harga diri
2.
mengungkapkan
penerimaan diri
3.
mengatakan
optimism tentang masa depan
4.
menggunakan
strategi koping efektif
|
1.
Kaji respon dan reaksi pasien
serta keluarga terhadap penyakit dan penangananya
2.
Kaji hubungan pasien dengan
anggota keluarganya
3.
Kaji pola koping pasien dan
keluarga pasien
4.
Diskusikan peran memberi dan
menerima kasih sayang, kehangatan dan kemesraan.
|
1.
Mengetahui bagaimana tanggapan
pasien dan keluarga terhadap penyakitnya sekarang
2.
Mengetahui adanya masalah dalam
keluarga
3.
Mengetahui cara penyelesaian
masalah dalam keluarga
4.
seksualitas mempunyai arti yang
berbeda bagi tiap individu tergantung pada tahap maturasi.
|
4. Implementasi
Pada
tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas-aktivitas yang telah
dicatat dalam rencana perawatan pasien. Agar implementasi/ pelaksanaan
perencanaan ini dapat tepat waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi
prioritas perawatan, memantau dan mencatat respon pasien terhadap setiap intervensi
yang dilaksanakan serta mendokumentasikan pelaksanaan perawatan (Doenges E
Marilyn, dkk, 2000). Implementasi
dilakukan sesuai denga intervensi yang telah direncanakan.
5. Evaluasi
a. Diagnosa
1 : Nyeri dapat berkurang atau
terkontrol, skala nyeri 0-1, ekspresi wajah/postur tubuh rileks
b. Diagnosa 2 : Kerusakan integritas kulit dapat
teratasi, menunjukkan regenerasi jaringan yang baik
c. Diagnosa
3 : Hambatan mobilitas fisik dapat
teratasi, klien mampu melakukan pergerakan dan perpindahan,mempertahankan
mobilitas optimal yang dapat ditoleransi
d. Diagnosa
4 : risiko infeksi tidak terjadi,
mencapai penyembuhan luka tepat waktu dan bebas dari eksudat, purulen dan tidak
demam
e. Diagnosa
5 : Defisit perawatan diri dapat
terayasi dengan klien dapat melakukan perawatan diri
f. Diagnosa
6 : keseimbangan nutrisi terpenuhi
g. Diagnosa
7 : Harga diri rendah klien
meningkat, klien dapat meningkatkan percaya diri dan optimism tentang masa
depan
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Fraktur
adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang. Patahan tadi mungkin
taklebih dari suatu retakan, suatu pengisutan atau primpilan korteks; biasanya
patahan lengkap dan fragmen tulang bergeser. Kalau kulit diatasnya masih utuh,
keadaan ini disebut fraktur tertutup ( atau sederhana) kalau kulit atau salah
satu dari rongga tubuhtertembus keadaan ini disebut fraktur terbuka (atau
compound) yang cenderung untuk mengalami kontaminasi dn infeksi
- SARAN
Kita
sebagai seorang perawat harus memahami dan mempelajari tentang penyakit fratur dan garis fraktur
supaya kita sebagai seorang perawat mampu memberikan asuhan keperawatan dengan
baik dan profesinal kepada pasien yang mengalami fratur t dan dapat memberikan edukasi kepada
pasien untuk mencegah terjadinya fraktur yang pada akhirnya mampu melakukan
segala bentuk pencegahan demi menekan angka insidensi penyakit ini. Makalah
ini masih jauh dari sempurna dan penulis mengharapkan pembaca dapat memberikan
kritik dan saran kepada penulis untuk kesempurnaan makalah selanjutnya
DAFTAR PUSTAKA
1.
Amin Huda Nuratif, Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC.
Yogyakarta
2. Brunner
& Suddarth, 2005. Keperawatan Medikal
Bedah Edisi 8. Jakarta : EGC.
3. Doenges,
Marilynn E, dkk. 2001. Rencana
Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan
Pasien. Jakarta : EGC
4. Lukman Nurna Ningsih. 2009. Asuhan Keperawatam dengan Gamgguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta
: Salemba Medika
5. Price,
Sylvia.A. 2006. “Patofisiologi”. Jakarta: EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar