BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Keperawatan
merupakan salah satu profesi yang mempunyai bidang garap pada kesejahteraan
manusia yaitu dengan memberikan bantuan kepada individu yang sehat maupun yang
sakit untuk dapat menjalankan fungsi hidup sehari-hariya. Salah satu yang
mengatur hubungan antara perawat pasien adalah etika. Istilah etika dan moral
sering digunakan secara bergantian.
Etika
dan moral merupakan sumber dalam merumuskan standar dan prinsip-prinsip yang
menjadi penuntun dalam berprilaku serta membuat keputusan untuk melindungi
hak-hak manusia. Etika diperlukan oleh semua profesi termasuk juga keperawatan
yang mendasari prinsip-prinsip suatu profesi dan tercermin dalam standar
praktek profesional. (Doheny et all, 1982).
Profesi
keperawatan mempunyai kontrak sosial dengan masyarakat, yang berarti masyarakat
memberi kepercayaan kepada profesi keperawatan untuk memberikan pelayanan yang
dibutuhkan. Konsekwensi dari hal tersebut tentunya setiap keputusan dari
tindakan keperawatan harus mampu dipertanggungjawabkan dan
dipertanggunggugatkan dan setiap penganbilan keputusan tentunya tidak hanya
berdasarkan pada pertimbangan ilmiah semata tetapi juga dengan mempertimbangkan
etika.
Etika adalah peraturan atau norma yang dapat
digunakan sebagai acuan bagi perlaku seseorang yang berkaitan dengan tindakan
yang baik dan buruk yang dilakukan seseorang dan merupakan suatu kewajiban dan
tanggungjawanb moral.(Nila Ismani, 2001)
Sehingga dalam bekerja, perawat harus mengetahui
tentang prinsip-prinsip etika keperawatan, ethical issue dalam praktik
keperawatan, dan prinsip-prinsip legal dalam praktik keperawatan.
1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan
latarbelakang , rumusan masalah yang dapat kami angkat yaitu :
1.
Apa
saja prinsip-prinsip etika keperawatan?
2.
Apa
saja ethical issue dalam praktik keperawatan?
3.
Apa
saja prinsip-prinsip legal dalam praktik keperawatan?
1.3. Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini
adalah :
1.
Untuk
mengetahui apa
saja prinsip-prinsip etika keperawatan
2.
Untuk
mengetahui apa saja ethical
issue dalam praktik keperawatan
3.
Untuk
mengetahui apa saja prinsip-prinsip
legal dalam praktik keperawatan
1.4. Manfaat
Makalah Etika Keperawatan ini diharapakn
mahasiswa mampu memahami dan mengaplikasikan mengenai Etika
Keperawatan dalam proses keperawatan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Prinsip-Prinsip
Etika Keperawatan
a.
Otonomi (Autonomy)
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan
bahwa individu mampu berpikir logis dan mampu membuat keputusan sendiri. Orang
dewasa dianggap kompeten dan memiliki kekuatan membuat sendiri, memilih dan
memiliki berbagai keputusan atau pilihan yang harus dihargai oleh orang lain.
Prinsip otonomi merupakan bentuk respek terhadap seseorang, atau dipandang
sebagai persetujuan tidak memaksa dan bertindak secara rasional. Otonomi
merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri.
Praktek profesional merefleksikan otonomi saat perawat menghargai hak-hak klien
dalam membuat keputusan tentang perawatan dirinya.
b.
Beneficience
(Berbuat baik)
Beneficience
berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan, memerlukan pencegahan
dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan kesalahan atau kejahatan dan
peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain. Terkadang, dalam situasi
pelayanan kesehatan, terjadi konflik antara prinsip ini dengan otonom.
c.
Nonmaleficience (Tidak merugikan)
Prinsip ini berarti tidak menimbulkan
bahaya/cedera fisik dan psikologis pada klien. Prinsip untuk tidak melukai orang lain
berbeda dan lebih keras daripada prinsip untuk melakukan yang terbaik. Resiko
fisik, psikologis, maupun sosial akibat tindakan dan pengobatan yang akan
dilakukan hendaknya seminimal mungkin.
d.
Justice (Keadilan)
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terpai
yang sama dan adil terhadap orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral,
legal dan kemanusiaan. Nilai ini direfleksikan dalam prkatek profesional ketika
perawat bekerja untuk terapi yang benar sesuai hukum, standar praktek dan
keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan.
e.
Moral Right
Moral right menyangkut apa yang
benar dan salah pada perbuatan, sikap, dan sifat. Tanda utama adanya masalah
moral, adalah bisikan hati nurani atau timbulnya perasaan bersalah, malu, tidak
tenang, dan tidak damai dihati. Standar moral dipengaruhi oleh ajaran, agama, tradisi,
norma kelompok, atau masyarakat dimana ia dibesarkan.
f.
Nilai dan Norma
Masyarakat
Nilai-nilai
(values) adalah suatu keyakinan seseorang tentang penghargaan terhadap suatu
standar atau pegangan yang mengarah pada sikap/perilaku seseorang. Sistem nilai
dalam suatu organisasi adalah rentang nilai-nilai yang dianggap penting dan
sering diartikan sebagai perilaku personal. Values (nilai-nilai) yang
idealsatau idaman, konsep yang sangat berharga bagi seseorang yang dapat
memberikan arti dalam hidupnya.avlues merupakan sesuatu yang berharga bagi
seseorang, dan bisa mempengaruhi persepsi,motivasi,pilihan dan keputusannya.
Salary dan McDonnel (1989),values yang di sadari menjadi pengendali
internal seseorang adn bertingkah, membuat pilihan dan keputusan.
2.2.Ethical Issue dalam Praktik Keperawatan
1. Euthanasia
Istilah
euthanasia berasal dari bahasa yunani “euthanathos”. Eu artinya
baik, tanpa penderitaan ; sedangkanthanathos artinya mati atau
kematian. Dengan demikian, secara etimologis, euthanasia dapat diartikan
kematian yang baik atau mati dengan baik tanpa penderitaan.Ada pula yang
menerjemahkan bahwa euthanasia secara etimologis adalah mati cepat tanpa
penderitaan.
Hippokrates pertama
kali menggunakan istilah "eutanasia" ini pada "sumpah Hippokrates" yang ditulis pada masa 400-300 SM.Sumpah
tersebut berbunyi:
"Saya tidak akan menyarankan dan atau
memberikan obat yang mematikan kepada siapapun meskipun telah dimintakan untuk
itu".
Banyak ragam
pengertian euthanasia yang sudah muncul saat ini. Ada yang menyebutkan bahwa
euthanasia merupakan praktek pencabutan kehidupan manusia atau hewan melalui
cara yang dianggap tidak menimbulkan rasa sakit atau menimbulkan rasa sakit
yang minimal, biasanya dilakukuan dengan cara memberikan suntikan yang
mematikan. Saat ini yang dimaksudkan dengan enthanasia adalah bahwa seorang
dokter mengakhiri kehidupan pasien terminal dengan memberikan suntikan yang
mematikan atas permintaan pasien itu sendiri., atau dengan kata lain euthanasia
merupakan pembunuhan legal.
Belanda, salah
satu Negara di Eropa yang maju dalam pengetahuan hukum kesehatan mendefinisikan
euthanasia sesuai dengan rumusan yang dibuat oleh Euthanasia Study
Group dari KNMG (Ikatan Dokter Belanda), yaitu :
Euthanasia adalah
dengan sengaja tidak melakukan sesuatu untuk memperpanjang hidup seorang pasien
atau sengaja melakukan sesuatu untuk memperpendek hidup atau mengakhiri hidup
seorang pasien, dan ini dilakukan untuk kepentingan pasien itu sendiri.
1.1
Jenis-jenis
Euthnasia
Euthanasia dapat
digolongkan menjadi beberapa jenis, sesuai dengan dari mana s udut pandangnya atau cara melihatnya.
1.1.1
Dilihat
dari cara pelaksanaannya, euthanasia dapat dibedakan atas :
a.
Euthanasia pasif
Euthanasia pasif
adalah perbuatan menghentikan atau mencabut segala tindakan atau pengobatan
yang sedang berlangsung untuk mempertahankan hidup pasin. Dengan kata lain,
euthanasia pasif merupakan tindakan tidak memberikan pengobatan lagi kepada
pasien terminal untuk mengakhiri hidupnya. Tindakan pada euthanasia pasif ini
dilakukan secara sengaja dengan tidak lagi memberikan bantuan medis yang dapat
memperpanjang hidup pasien, seperti tidak memberikan alat-alat bantu hidup atau
obat-obat penahan rasa sakit, dan sebagainya.
Penyalahgunaan
euthanasia pasif biasa dilakukan oleh tenaga medis maupun keluarga pasien
sendiri. Keluarga pasien bisa saja menghendaki kematian anggota keluarga mereka
dengan berbagai alasan, misalnya untuk mengurangi penderitaan pasien itu
sendiri atau karena sudah tidak mampu membayar biaya pengobatan.
b.
Euthanasia aktif atau
euthanasia agresif
Euthanasia aktif
atau euthanasia agresif adalah perbuatan yang dilakukan secara medik melalui
intervensi aktif oleh seorang dokter dengan tujuan untuk mengakhiri hidup
manusia. Dengan kata lain, Euthanasia agresif atau euthanasia aktif adalah
suatu tindakan secara sengaja yang dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan
lain untuk mempersingkat atau mengakhiri hidup si pasien. Euthanasia aktif
menjabarkan kasus ketika suatu tindakan dilakukan dengan tujuan untuk
mnimbulkan kematian dengan secara sengaja melalui obat-obatan atau dengan cara
lain sehingga pasien tersebut meninggal.
Euthanasia
aktif ini
dapat pula dibedakan atas :
·
Euthanasia
aktif langsung (direct)
Euthanasia aktif
langsung adalah dilakukannnya tindakan medis secara terarah yang diperhitungkan
akan mengakhiri hidup pasien, atau memperpendek hidup pasien. Jenis euthanasia
ini juga dikenal sebagai mercy killing.
·
Euthanasia
aktif tidak langsung (indirect)
Euthanasia aktif
tidak langsung adalah saat dokter atau tenaga kesehatan melakukan tindakan
medis untuk meringankan penderitaan pasien, namun mengetahui adanya risiko
tersebut dapat memperpendek atau mengakhiri hidup pasien.
1. 1.1
Ditinjau dari permintaan
atau pemberian izin, euthanasia dibedakan atas :
a.
Euthanasia Sukarela
(Voluntir)
Euthanasia yang
dilakukan oleh tenaga medis atas permintaan pasien itu sendiri. Permintaan
pasien ini dilakukan dengan sadar atau dengan kata lain permintaa pasien secara
sadar dn berulang-ulang, tanpa tekanan dari siapapun juga.
b.
Euthanasia Tidak Sukarela
(Involuntir)
Euthanasia yang
dilakukan pada pasien yang sudah tidak sadar. Permintaan biasanya dilakukan
oleh keluarga pasien.Ini terjadi ketika individu tidak mampu untuk
menyetujui karena faktor umur, ketidak mampuan fisik dan mental, kekurangan
biaya, kasihan kepada penderitaan pasien, dan lain sebagainya.
Sebagai contoh
dari kasus ini adalah menghentikan bantuan makanan dan minuman untuk pasien
yang berada di dalam keadaan vegetatif (koma). Euthanasia ini seringkali
menjadi bahan perdebatan dan dianggap sebagai suatu tindakan yang keliru oleh
siapapun juga. Hal ini terjadi apabila seseorang yang tidak berkompeten atau
tidak berhak untuk mengambil suatu keputusan, misalnya hanya seorang wali dari
pasien dan mengaku memiliki hak untuk mengambil keputusan bagi pasien tersebut.
2.
ABORSI
Menjalani kehamilan itu berat, apalagi kehamilan
yang tidak dikehendaki. Terlepas dari alasan apa yang menyebabkan kehamilan,
aborsi pada umumnya dilakukan karena terjadi kehamilan yang tidak
diinginkan. Apakah dikarenakan kontrasepsi yang gagal, perkosaan, ekonomi,
jenis kelamin atau hamil di luar nikah.
Mengenai alasan aborsi memang banyak mengundang
kontroversi, Ada yang berpendapat bahwa aborsi perlu dilegalkan dan ada yang
berpendapat tidak perlu dilegalkan.
Pelegalan aborsi dimaksudkan untuk mengurangi
tindakan aborsi yang dilakukan oleh orang yang tidak berkompeten, misalnya
dukun beranak. Sepanjang aborsi tidak dilegalkan maka angka kematian ibu akibat
aborsi akan terus meningkat. Ada yang mengkatagorikan Aborsi itu pembunuhan.
Ada yang melarang atas nama agama, ada yang menyatakan bahwa jabang bayi juga
punya hak hidup sehingga harus dipertahankan, dan lain-lain.
Jika aborsi untuk alasan medis, aborsi adalah legal,
untuk korban perkosaan, masih di grey area, aborsi masih diperbolehkan walaupun
tidak semua dokter mau melakukannya. Kasus perkosaan merupakan pilihan yang sulit.
Meskipun bisa saja kita mengusulkan untuk memelihara anaknya hingga lahir, lalu
diadopsikan ke orang lain, itu semua tergantung kematangan si ibu dan dukungan
masyarakat agar anak yang dilahirkan tidak dilecehkan oleh masyarakat.
Untuk kehamilan jiwa diluar nikah atau karena sudah
kebanyakan anak dan kontrasepsi gagal perlu dipirkirkan kembali krena anak
merupakan anugerah terbesar yang dberikan oleh Tuhan.
Sebaiknya kita jangan mencari pemecahan masalah yang
pendek / singkat / jalan pintas, tapi harus jauh menyentuh dasar timbulnya
masalah itu sendiri. Prinsip melegalkan aborsi sama seperti Prinsip lokalisasi.
Banyak celah yang justru akan dimanfaatkan, karena seks bebas sudah jadi
realita sekarang ini, apalagi di kota-kota besar.
Perempuan berhak dan harus melindungi diri mereka
dari eksploitasi orang lain termasuk suaminya, agar tidak perlu aborsi. Sebab
aborsi, oleh paramedis ataupun oleh dukun, legal atau illegal, akan tetap
menyakitkan buat wanita, lahir dan batin meskipun banyak yang. menyangkalnya.
Karena itu kita harus berupaya bagaimana caranya supaya tidak sampai berurusan
dengan hal yang akhirnya merusak diri sendiri.Karena ada laki-laki yang bisa
seenak melenggang pergi, dan tidak peduli apa-apa meskipun pacarnya/istrinya
sudah aborsi dan mereka tidak bisa diapa-apakan, kecuali pemerkosa, yang jelas
ada hukumnya.
Jadi solusinya bukan cuma dari rantai yang pendek,
tapi dari ujung rantai yang terpanjang, yaitu : penyuluhan tentang seks yang
benar. Jika dilihat kebelakang, mengapa banyak remaja yang aborsi, karena mereka melakukan seks
bebas untuk itu diperlukan pendidikan agama agar moral mereka tinggi dan sadar
bahwa free seks tidak sesuai dengan agama dan berbahaya.
Jika tidak ingin hamil gunakan kontrasepsi yang
paling aman dan kontrasepsi yang paling aman adalah tidak berhubungan seks sama
sekali. Segala sesuatu itu ada resikonya. Untuk itu sebelum bertindak, orang
harus mulai berpikir : nanti bagaimana bukannya bagaimana nanti.
Keputusan aborsi juga dapat keluar dalam waktu yang
singkat, dan setelah melewati waktu krisis, bisa saja keputusan aborsi
dibatalkan karena ada seseorang yang mendampingi memberikan support, dan
dia tidak jadi mengaborsi. Keputusan untuk aborsi, kemungkinan bisa
menghantui seumur hidupnya, mengaborsi anaknya, dan selama beberapa minggu dia
masih menyesali dan menangisi kejadian itu, seperti kematian seorang anak.
Apalagi jika aborsi dilakukan akibat paksaan,
misalnya paksaan dari orangtua, demi nama baik keluarga. Bayangkan berapa
banyak orang-orang yang.bisa dipaksa untuk menggugurkan, jika aborsi ini
dilegalkan.
Penyebab Aborsi
Karakteristik ibu
hamil dengan aborsi yaitu:
a.
Umur
Dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan
persalinan adalah 20-30 tahun. Kematian maternal pada wanita hamil dan
melahirkan pada usia di bawah 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi daripada
kematian maternal yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Kematian maternal
meningkat kembali sesudah usia 30-35 tahun. Ibu-ibu yang terlalu muda
seringkali secara emosional dan fisik belum matang, selain pendidikan pada
umumnya rendah, ibu yang masih muda masih tergantung pada orang lain. Keguguran
sebagian dilakukan dengan sengaja untuk menghilangkan kehamilan remaja yang
tidak dikehendaki.Keguguran sengaja yang dilakukan oleh tenaga nonprofessional
dapat menimbulkan akibat samping yang serius seperti tingginya angka kematian
dan infeksi alat reproduksi yang pada akhirnya dapat menimbulkan kemandulan.
Abortus yang terjadi pada remaja terjadi karena mereka belum matur dan mereka
belum memiliki sistem transfer plasenta seefisien wanita dewasa. Abortus dapat
terjadi juga pada ibu yang tua meskipun mereka telah berpengalaman, tetapi
kondisi badannya serta kesehatannya sudah mulai menurun sehingga dapat
mempengaruhi janin intra uterine.
b.
Jarak
hamil dan bersalin terlalu dekat Jarak kehamilan kurang dari 2 tahun dapat
menimbulkan pertumbuhan janin kurang baik, persalinan lama dan perdarahan pada
saat persalinan karena keadaan rahim belum pulih dengan baik. Ibu yang
melahirkan anak dengan jarak yang sangat berdekatan (di bawah dua tahun) akan
mengalami peningkatan resiko terhadap terjadinya perdarahan pada trimester III,
termasuk karena alasan plasenta previa, anemia dan ketuban pecah dini serta
dapat melahirkan bayi dengan berat lahir rendah.
c. Paritas ibu Anak lebih dari 4 dapat menimbulkan
gangguan pertumbuhan janin dan perdarahan saat persalinan karena keadaan rahim
biasanya sudah lemah. Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari
sudut kematian maternal.Paritas 1 dan paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai
angka kematian maternal lebih tinggi.Lebih tinggi paritas, lebih tinggi kematian
maternal.Risiko pada paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan obstetrik lebih
baik, sedangkan risiko pada paritas tinggi dapat dikurangi atau dicegah dengan
keluarga berencana. Sebagian kehamilan pada paritas tinggi adalah tidak
direncanakan.
d. Riwayat Kehamilan
yang lalu Menurut Malpas dan Eastman kemungkinan terjadinya abortus lagi pada
seorang wanita ialah 73% dan 83,6%. Sedangkan, Warton dan Fraser dan Llewellyn
- Jones memberi prognosis yang lebih baik, yaitu 25,9% dan 39% (Wiknjosastro,
2007).
Meski pengguguran kandungan (aborsi) dilarang oleh hukum, tetapi
kenyataannya terdapat 2,3 juta perempuan melakukan aborsi (Kompas, 3 Maret
2000). Masalahnya tiap perempuan mempunyai alasan tersendiri untuk melakukan
aborsi dan hukumpun terlihat tidak akomodatif terhadap alasan-alasan tersebut,
misalnya dalam masalah kehamilan paksa akibat perkosaan atau bentuk kekerasan
lain termasuk kegagalan KB. Larangan aborsi berakibat pada banyaknya terjadi
aborsi tidak aman (unsafe abortion), yang mengakibatkan kematian.Data WHO
menyebutkan, 15-50% kematian ibu disebabkan oleh pengguguran kandungan yang
tidak aman.Dari 20 juta pengguguran kandungan tidak aman yang dilakukan tiap
tahun, ditemukan 70.000 perempuan meninggal dunia.Artinya 1 dari 8 ibu
meninggal akibat aborsi yang tidak aman.
Jenis-Jenis
Aborsi
a.
Aborsi
Alamiah atau Spontan
Aborsi alamiah /
spontan berlangsung tanpa tindakan apapun (keguguran). Pada umumnya aborsi ini
dikarenakan kurang baknya kualitas sel telur maupun sel sperma.
b.
Aborsi
Medisinalis
Aborsi medisinalis adalah aborsi yang terjadi karena
brbagai alas an yang bersifat medis. Aborsi ini dilakukan karena berbagai macam
indikasi, seperti :
Abortus yang mengancam (threatened
abortion) disertai dengan pendarahan yang terus menerus, atau
jika janin telah meninggal (missed abortion).
Hidatidosa
atau hindramnion akut Infeksi uterus akibat tindakan abortus
kriminalis Penyakit keganasan pada saluran jalan lahir,
misalnya kangker serviks atau jika dengan adanya kehamilan akan
menghalangi pengobatan untuk penyakit keganasan lainnya pada tubuh
seperti kanker payudara Prolaps uterus yang tidak bisa diatasi. Telah berulang
kali mengalami operasi caesar. Penyakit-penyakit dari ibu yang sedang
mengandung, misalnya penyakit jantung organik dengankegagalan
jantung, hipertensi,nephritis,tuberkolosis, paru aktif yang berat. Penyakit-penyakit metabolik misalnya
diabetes yang tidak terkontro. Epilepsi yang luas dan berat. Gangguan jiwa , disertai dengan
kecenderungan untuk bunuh diri. Pada kasus seperti ini, sebelum melakukan
tindakan abortus harus dikonsultasikan dengan psikiater.
c.
Aborsi
Kriminalis
Pada umumnya aborsi ini terjadi karena
janin yang dikandung tidak dikhendaki oleh karena berbagai macam alasan.
Seperti berkut ini :
· Alasan kesehatan, di mana ibu tidak cukup sehat
untuk hamil.
· Alasan psikososial, di mana ibu sendiri sudah
enggan/tidak mau untuk punya anak lagi.
· Kehamilan di luar nikah.
· Masalah ekonomi, menambah anak berarti akan
menambah beban ekonomi keluarga.
· Masalah social misalnya khawatir adanya
penyakit turunan, janin cacat.
· Kehamilan yang terjadi
akibat perkosaan atau akibat incest (hubungan antar
keluarga).
· Selain itu tidak bisa dilupakan juga bahwa
kegagalan kontrasepsi juga termasuk tindakan kehamilan yang tidak
diinginkan.
3.
TRANSPLANTASI ORGAN
Dalam penyembuhan
suatu penyakit, adakalanya transplantasi tidak dapat dihindari dalam
menyelamatkan nyawa bagi penderita.Dengan keberhasilan teknik transplantasi dalam
usaha penyembuhan suatu penyakit dan dengan meningkatnya keterampilan
dokter-dokter dalam melakukan transplantasi, upaya transplantasi mulai diminati
oleh para penderita dalam upaya penyembuhan yang cepat dan tuntas. Untuk
mengembangkan transplantasi sebagai salah satu cara penyembuhan suatu penyakit
tidak dapat
begitu saja diterima masyarakat luas.
Transplantasi adalah
pemindahan suatu jaringan atau organ manusia tertentu dari suatu tempat ke
tempat lain pada tubuhnya sendiri atau tubuh orang lain dengan persyaratan dan
kondisi tertentu. Transplantasi organ dan jaringan tubuh manusia merupakan tindakan
medik yang sangat bermanfaat bagi pasien dengan ganguan fungsi organ tubuh yang
berat. Ini adalah terapi pengganti (alternatif) yang merupakan upaya terbaik
untuk menolong penderita/pasien dengan kegagalan organnya, karena hasilnya
lebih memuaskan dibandingkan dengan pengobatan biasa atau dengan cara terapi.
Hingga dewasa ini transplantasi terus berkembang dalam dunia kedokteran, namun
tindakan medik ini tidak dapat dilakukan begitu saja, karena masih harus dipertimbangkan
dari segi non medik, yaitu dari segi agama, hukum, budaya, etika dan moral.
Kendala lain yang dihadapi Indonesia dewasa ini dalam menetapkan terapi
transplatasi, adalah terbatasnya jumlah donor keluarga (Living Related Donor,
LRD) dan donasi organ jenazah. Karena itu diperlukan kerjasama yang saling
mendukung antara para pakar terkait (hukum, kedokteran, sosiologi, pemuka
agama, pemuka masyarakat), pemerintah dan swata.
SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TRANSPLANTASI
Tahun 600 SM di
India, Susrutatelah melakukan transplantasi kulit. Sementara pada
masa Renaissance, seorang ahli bedah dari Itali
bernama Gaspare Tagliacozzi juga telah melakukan hal yang sama. Diduga John
Hunter (1728-1793) adalah pioneer bedah eksperimental, termasuk bedah
transplantasi. Dia mampu membuat cerita teknik bedah untuk menghasilkan suatu
jaringan transplantasi yang tumbuh di tempat baru.Akan tetapi sistem golongan
darah dan sistem histokompatibilitas yang erat hubungannya
dengan reaksi terhadap transplantasi belum ditemukan.
Pada abad
ke-20, Winer dan Landsteiner mendukung perkembangan
transplantasi dengan menemukan golongan darah sistem ABO dan sistem Rhesus.Saat
ini perkembangan ilmu kekebalan tubuh makin berperan dalam keberhasilan
tindakan transplantasi.
Perkembangan
teknologi kedokteran terus meningkat searah dengan perkembangan teknik
transplantasi. Ilmu transplantasi modern makin berkembang dengan ditemukannya
metode-metode pencangkokan, seperti:
·
Pencangkokan
arteria mammaria interna di dalam operasi lintas koroner oleh Dr. George
E. Green dan Parkinson
·
Pencangkokan
jantung, dari jantung kera kepada manusia oleh Dr. Cristian Bernhard,
walaupun pasiennya kemudia meninggal dalam waktu 18 hari.
·
Pencangkokan
sel-sel substansia nigra dari bayi yang meninggal ke penderita Parkinson
oleh Dr. Andreas Bjornklund.
Demikian sejarah
singkat perkembangan transplantasi organ pada makhluk hidup yang telah
dilakukan oleh para ahli sejak jaman dahulu (600 SM) yang hingga sampai saat
ini metode transplantasi terus berkembang.
Jenis
– jenis Transplantasi Organ
·
Autograf
(Autotransplatasi).
Autograf
(Autotransplatasi) yaitu
pemindahan suatu jaringan atau organ ke tempat lain dalam tubuh orang itu
sendiri. Misalnya operasi bibir sumbung, imana jaringan atau
organ yang diambil untuk menutup bagian yang sumbing diambil dari jaringan
tubuh pasien itu sendiri.
·
Allograft
(Homotransplantasi).
Allograft
(Homotransplantasi) yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ dari
tubuh seseorang ke tubuh yang lan yang sama spesiesnya, yakni manusia dengan
manusia. Homotransplantasi yang sering terjadi dan tingkat keberhasilannya
tinggi, antara lain : transplantasi ginjal dan kornea mata. Disamping itu
terdapat juga transplantasi hati, walaupun tingkat kebrhsilannya belum tinggi.
Transfusi darah sebenarnya merupakan bagian dari transplntasi ini, karena
melalui transfusi darah, bagian dari tubuh manusia (darah) dari seseorang
(donor) dipindahkan ke orang lain (recipient).
·
Xenograft
(Heterotransplatasi).
Xenograft
(Heterotransplatasi) yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ dari
tubuh yang satu ke tubuh yang lain yang berbeda spesiesnya. Misalnya antara
species manusia dengan binatang. Yang sudah terjadi contohnya daah pencangkokan
hati manusia dengan hati dari baboon (sejenis kera), meskipun tingkat
keberhasilannya masih sangat kecil.
·
Isograft
·
Transplantasi Singenik
Transplantasi Singenik yaitu pempindahan suatu
jaringan atau organ dari seseorang ke tubuh orang lain yang identik. Misalnya
masih memiliki hubungan secara genetik.
4.
SUPPORTING
DEVICES
Komponen
Yang Mendasari Transplantasi
Ada dua komponen penting yang mendasari tindakan
transplantasi, yaitu:
a.
Eksplantasi yaitu
usaha mengambil jaringan atau organ manusia yang hidup atau yang sudah
meninggal.
b.
Implantasi yaitu
usaha menempatkan jaringan atau organ tubuh tersebut kepada bagian tubuh
sendiri atau tubuh orang lain
Komponen Yang Menunjang Transplantasi
Disamping dua komponen yang mendasari di atas, ada
juga dua komponen penting yang menunjang keberhasilan tindakan transplantasi,
yaitu:
a.
Adaptasi
Donasi yaitu usaha dan kemampuan menyesuaikan diri orang hidup yang
diambil jaringan atau organ tubuhnya, secara biologis dan psikis, untuk hidup
dengan kekurangan jaringan atau oragan.
b.
Adaptasi
Resepien yaitu usaha dan kemampuan diri dari penerima jaringan atau organ
tubuh baru sehingga tubuhnya dapat menerima atau menolak jaringan atau organ
tersebut, untuk berfungsi baik, mengganti yang sudah tidak dapat befungsi lagi.
c.
Organ
atau jaringan tubuh yang akan dipindahkan dapat diambil dari donor yang hidup
atau dari jenazah orang yang baru meninggal dimana meninggal sendiri
didefinisikan kematian batang otak.
d.
Organ-organ
yang diambil dari donor hidup seperti : kulit ginjal sumsum tulang dan darah
(transfusi darah). Organ-organ yang diambil dari jenazah adalah jantung, hati,
ginjal, kornea, pancreas, paru-paru dan sel otak.
Beberapa
pihak yang ikut terlibat dalam usaha transplatasi adalah :
·
Donor
hidup
·
Jenazah
dan donor mati
·
Keluarga
dan ahli waris
·
Resepien
·
Dokter
dan pelaksana lain
·
Masyarakat
Alat-alat
yang biasanya digunakan dalam proses transplantasi, meliputi :
·
Pisau
operasi
·
Cusa
(pisau pemotong yang menggunakan gelombang ultrasonografi)
·
Meja
operasi
·
Gunting
bedah
·
Slang-slang
pembiusan
·
Drap
(kain steril yang digunakan untuk menutup bagian tubuh yang tidak dioperasi)
·
Plastic
steril berkantong yang fungsinya menampung darah yang meleleh dari tubuh pasien
·
Retractor
·
Penghangat
darah dan cairan
·
Lampu
operasi
2.3.Prinsip Legal Dalam Praktik
Keperawatan : Tort
Tort adalah kesalahan yang dibuat kepeda
seseorang atau hak miliknya.
A. Tort intesional
Merupakan tindakan
terencana yang melanggar hak orang lain, seperti kekerasan, ancaman dan kesalah pahanan.
1. Ancaman adalah
intesional yang mengandung maksud melakukan kontak menyerang dan membahayakan. Contoh :
perawat mengancam akan tetap melakukan tindakan x-ray walaupun pasien tidak
menyetujui hal itu.
2. Kekerasan
adalah segala sentuhan yang disengaja dilakukan tanpa ijin. Contoh: perawat mengancam untuk melakukan injeksi
tanpa persetujuan klien, jika perawat tetap memberikan injeksi maka itu disebut
kekerasan.
3. Kesalah Pahaman adalah
terjadi jika seorang ditahan tanpa adanya surat resmi. Contoh : hal ini terjadi ketika perawat menahan
klien dalam area terbatas yang mengganggu kebebasan klien tersebut.
B. Tort Kuasi-Intensional
Merupakan tindakan yang
direncanakan, tidak akan menimbulkan hal yang tidak diinginkan jika tindakan
tersebut dilakukan, seperti pelanggaran privasi dan pencemaran nama baik.
1.
Pelanggaran privasi.
Pelanggaran
privasi adalah melindungi hak klien untuk bebas dari gangguan terhadap masalah
pribadinya.
Ada 4 tipe
pelanggaran pribadi :
1)
Gangguan terhadap privasi
2)
Peniruan nama
3)
Penderitaan tentang fakta pribadi/fakta
yang memalukan
4)
Piblikasi palsu tentang seseorang
Contoh: pemberian informasi medis
klien kepada pihak tidak berwenang seperti wartawan atau atasan klien.
2.
Pencemaran nama baik
Pencemaran nama baik adalah
publikasi pernyataan palsu yang merusak reputasi seseorang. Niat buruk berarti
pihak yang mengeluarkan pernyataan tersebut mengetahui bahwa pernyataan
tersebut adalah palsu dan tetap melakukaknnya. Slander terjadi
saat seseorang memberikan pernyataan palsu secara lisan. Contohnya seorang perawat
memberitahukan kepada orang lain bahwa seorang klien menderita penyakit menular
seksual dan hal itu mempengaruhi karir bisnis klien. Libel
adalah pencemaran nama baik secara tertulis. Contohnya penulisan data
palsu.
C. Tort Nonintensional
1. Malpraktik
Malpraktik adalah
praktek kedokteran yang salah atau tidak sesuai dengan standar profesi atau
standar prosedur oprasional. Untuk malpraktek kedokteran juga dapat dikenai hukum
kriminal. Malpraktek kriminal terjadi ketika seorang dokter yang menangani
sebuah kasus telah melanggar undang-undang hukum pidana. Perbuatan ini termasuk
ketidakjujuran, kesalahan dalam rekam medis, penggunaan ilegal obat-obatan,
pelanggaran dalam sumpah dokter, perawatan yang lalai, dan tindakan pelecehan
seksual pada pasien.
Adapun pengertian dari malprakrek lainnya adalah
kelalaian dari seorang dokter atau perawat untuk menterapkan tingkat
ketrampilan dan pengetahuannya di dalam memberikan pelayanan pengobatan dan
perawatan terhadap seorang pasien yang lazim diterapkan dalam mengobati dan
merawat orang sakit atau terluka di lingkungan wilayah yang sama. Ellis dan
Hartley (1998) mengungkapkan bahwa malpraktik merupakan batasan yang spesifik
dari kelalaian (negligence) yang ditujukan kepada seseorang yang telah terlatih
atau berpendidikan yang menunjukkan kinerjanya sesuai bidang tugas/pekejaannya.
Terhadap malpraktek dalam keperawatan maka malpraktik adalah suatu batasan yang
dugunakan untuk menggambarkan kelalaian perawat dalammelakukankewajibannya.
Tindakan yang termasuk dalam malpraktek :
1. Kesalahan
diagnosa
2. Penyuapan
3. Penyalahan alat
4. Pemberian dosis
obat yang salah
5. Alat-alat yang
tidak memenuhi standar kesehatan atau tidak steril.
Dampak yang
terjadi akibat malpraktek :
1. Merugikan
pasien terutama pada fisiknya bisa menimbulkan cacat yang permanen.
2. Bagi petugas
kesehatan mengalami gangguan psikologisnya, karena merasa bersalah.
3. Dari segi hukum
dapat dijerat hukum pidana.
4. Dari segi
sosial dapat dikucilkan oleh masyarakat.
5. Dari segi agama
mendapat dosa.
6. Dari etika
keperawatan melanggar etika keperawatan
bukan tindakan professional.
2.
Persetujuan
Formulir persetujuan (consent) yang telah ditandatangani
dibutuhkan untuk semua pengobatan rutin, prosedur yang berbahaya seperti
operasi, beberapa program pengobatan seperti kemoterapi dan penelitian yang
melibatkan klien (TJC,2006). Klien menandatangani formulir persetujuan umum saat masuk
rawat inap di rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lain. Klien atau
yang mewakilinya harus menandatangani formulir persetujuan khusus atau
pengobatan sebelum pelaksanaan prosedur tertentu secara terpisah.
Undang-undang Negara bagian menetukan persyaratan
individu yang secara hukum dapat memberikan persetujuan untuk pengobatan medis
(Medical Patient Rights Act, 1994). Perawat harus mengenal dan memahami hukum
Negara serta kebijakan dan prosedur persetujuan di institusi tempat ia bekerja.
Jika klien menderita tuna rungu, buta huruf, atau
berbicara dalam bahasa asing, maka harus disediakan tenaga penerjemah untuk
menjelaskan istilah yang tertulis dalam formulir persetujuan. Anggota keluarga
atau kerabat yang dapat berbicara dalam bahasa klien sebaiknya jangan menjadi
penerjemah informasi kesehatan. Bantulah klien dalam membuat pilihan.
3.
Informed Consent
Informed consent adalah persetujuan individu terhadap
pelaksanaan suatu tindakan, seperti operasi atau prosedur dianostik invasive,
berdasarkan pemberitahuan lengkap tentang risiko, manfaat, alternative, dan
akibat penolakan (Black,2004). Informed consent adalah kewajiban hukum bagi
penyelenggara pelayanan kesehatan untuk memberikan informasi dalam istilah yang
dimengerti oleh klien sehingga klien dapat membuat pilihan (Dalinis,2005).
Penjelasan juga menggambarkan alternative pengobatan dan risiko terkait dalam
semua pilihan pengobatan. Kegagalan memperoleh persetujuan selain pada keadaan
darurat dapat mengakibatkan timbulnya tuntutan kekerasan. Tanpa persetujuan
tertulis, seorang klien dapat mengajukan tuntutan terhadap penyedia pelayanan
kesehatan atas kelalaian.
Infored consent
merupakan bagian dari hubungan antara penyedia pelayanan kesehatan dan klien.
Persetujuan ini harus diperoleh pada saat klien tidak berada dalam pengaruh
obat seperti narkotik. Karena perawat tidak melakukan operasi atau prosedur
medis langsung, maka pengambilan persetujuan bukan merupakan tugas perawat.
Orang yang bertanggung jawab atas pelaksanaan prosedur tersebut juga
bertanggung jawab atas pengambilan informed consent.
4.
Masalah
Aborsi
Pada kasus Roe v Wade di tahun 1973, Mahkamah Agung AS
memutuskan adanya hak dasar bagi privasi, termasuk keputusan wanita untuk melakukan
aborsi. Pengadilan menyatakan bahwa selama trimester pertama seorang wanita
dapat melakukan terminasi kehamilan tanpa persetujuan Negara bagian karena
risiko mortalitas alami dari aborsi pada masa ini lebih kecil dibandingkan
kelahiran normal. Selama trimester kedua, pengadilan berhak melindungi
kesehatan sang ibu sehingga Negara bagian mengatur pelaksanaan aborsi dan
fasilitasnya. Pada trimester ketiga, janin telah mampu bertahan hidup sehingga
bagian Negara berhak melindungi janin. Oleh karena itu, pada trimester ketiga
terdapat larangan aborsi, kecuali terdapat kebutuhan untuk menyelamatkan nyawa
sang ibu.
Pada kasus Webster v Reproductive Health Service di tahun
1989, pengadilan mempersempit cakupan kasus Roe v Wade. Beberapa Negara bagian
mewajibkan pemeriksaan viabilitas atau kemungkinan bayi bertahan hidup sebelum
pelaksanaan aborsi jika fetus telah berusia 28 minggu. Beberapa Negara bagian
juga mewajibkan pengambilan persetujuan orang tua anak dibawah umur, atau
keputusan pengadilan bahwa anak tersebut telah matang dan dapat memberikan
persetujuan sendiri.
5.
Siswa
Keperawatan
Siswa keperawata memiliki tanggung jawab hukum jika
tindakannya membahayakan klien. Jika bahaya timbul sebagai akibat tindakannya
ata ketiadaan tindakannya, maka siswa, instruktur, fasilitas kesehatan, dan
institusi pendidikan juga bertanggung jawab terhadap kesalahan tersebut. Siswa
keperawatan tidak diperbolehkan untuk menerima tugas yang tidak dipersiapkan
sebelumnya. Instruktur harus mengawasi mereka selama pembelajaran keterampilan
baru. Meskipun siswa keperawatan bukan pekerja rumah sakit, tetapi institusi
tetap bertanggung jawab untuk mengawasi tindakan siswa keperawatan. Siswa
keperawatan diharapkan melakukan tindakan secara aman seperti halnya seorang
perawat professional. Staf fakultas bertanggung jawab untuk memberikan
instruksi dan mengawasi siswa, tetapi pada beberapa situasi tanggung jawab ini
juga diemban perawat staf yang bertugas sebagai pengajar. Setiap sekolah
keperawatan harus memberikan definisi yang jelas mengenai tanggung jawab
fakultas dan pengajar.
Saat siswa bekerja sebagai asisten perawat, mereka tidak
boleh melaksanakan tugas yang tidak terdapat dalam deskripsi tugas bagi asisten
perawat. Sebagai contoh, meskipun telah belajar tentang pemberian obat
instramuskular, tetapi siswa tidak boleh melakukannya. Jika perawat pengawas
memberikan tugas tanpa memastikan kemampuan siswa tersebut, maka secara hukum
ia juga akan bertanggung jawab. Jika seseorang meminta siswa yang bertugas
sebagai asisten perawat untuk melaksanakan prosedur yang belum dapat mereka
lakukan secara aman, maka ia harus menyampaikan informasi tersebut kepada
pengawas agar mereka memperoleh bantuan.
6.
Asuransi Malpraktik
Malpraktik atau asuransi tanggung jawab profesi merupakan
kontrak antara perawat dan perusahaan asuransi. Asuransu malpraktik memberikan
perlindungan pada perawat saat terlibat tuntutan atas kelalaian professional
atau malpraktik medis. Sebagai bagian dari kontrak, perusahaan asuransi
membayar biaya persidangan dan pengacara yang mewakili perawat. Perawat yang
dipekerjakan oleh institusi kesehatan biasanya ditanggung oleh pihak asuransi
institusi tersebut. Perawat tidak perlu memperoleh asuransi tambahan, kecuali
ia berencana melakukan praktik di luar institusi. Namun asuransu intitusi
tersebut hanya menanggung perawat yang bekerja sesuai cakupan pekerjaannya.
7.
Masalah
Penelantaran dan Penugasan
Kekurangan staf. Selama terjadinya pengurangan staf atau
tenaga kerja, maka akan timbul masalah kekurangan staf (TJC,2006). Community
Health Accreditation Program (CHAP) dan standar federal lainnya mewajibkan
institusi untuk memiliki pedoman penentuan jumlah (rasio) perawat yang
dibutuhkan untuk melayani sejumlah klien tertentu. Masalah hukum akan terjadi
bila terdapat kekurangan jumlah perawat untuk memberikan pelayanan atau perawat
harus bekerja lembur.
Dalam usaha mengatasi hal ini, California menyusun
undang-undang California Assembly Bill 394 (AB394) yang mewajibkan penetapan
rasio perbandingan perawat dank lien dalam semua bidang keperawatan akut.
California merupakan Negara bagian pertama dan satu-satunya yang mengadopsi
peraturan ini. Standar ini diberlakukan sejak 1 Januari 2004. Sekitar 15 negara
bagian lainnya sedang membahas peraturan sejenis. Rasio staf yang aman terus menjadi
masalah dan perhatian bagi semua perawat (Benko,2004). Jika perawat
diberikan tugas lebih banyak dari seharusnya, maka mereka harus memberitahukan
hal ini kepada perawat pengawas (Blair,2003).
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat kita simpulkan bahwa sebagai seorang perawat yang professional
dalam bertugas dalam bidang pelayanan masyarakat harus memahami dan menerapkan
etika keperawatan yang digunakan
sebagai acuan bagi perlaku seseorang yang berkaitan dengan tindakan yang baik
dan buruk yang dilakukan seseorang dan merupakan suatu kewajiban dan
tanggungjawanb moral.
Selain
berpedoman pada etika keperawatan, dalam memberikan pelayanan kesehatan bagi
masyarakat, perawat juga harus mengetahui prinsip-prinsip etika keperawatan,
ethical issue dalam praktik keperawatan dan prinsip-prinsip legal dalam praktik
keperawatan, sehingga nantinya dalam memberikan pelayanan kesehatan, seorang
perawat dapat meberikan pelayanan terbaik kepada klien.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar